JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN
NAMA Â Â Â Â : PUJI ASTUTI
SEKOLAH Â Â : SD NEGERI 3 PAKEL
KELAS Â Â Â Â : 134 B
PERIODE Â Â : 06 Desember -- 17 Desember 2022
Assalamu'alaikum wr.wb.
Saya Puji Astuti, Calon Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten Trenggalek. Di jurnal dwi mingguan, saya menulis refleksi mengenai kegiatan-kegiatan yang sudah saya lalui selama dua minggu, khususnya pada modul 1.4 yaitu tentang Budaya Positif.
Kegiatan saya ini dimulai pada tanggal 06 Desember -- 17 Desember 2022. Kegiatan berawal dengan belajar mandiri, yaitu Sub Mulai dari diri dan Eksplorasi Konsep, dilanjutkan dengan forum diskusi bersama rekan CGP lainnya dalam kelompok besar dan kelompok kecil untuk menganalisis kasus berdasarkan konsep inti budaya positif melalui penerapan segitiga restitusi, diakhiri dengan menyampaikan hasil analisis kasus permasalahan yang ada dan saling memberikan penguatan, baik dari sesama CGP, pengajar praktik dan Fasilitator. Dilanjutkan dengan tugas mandiri, yaitu menyusun Demonstrasi Kontekstual hingga diskusi virtual bersama Instruktur yang menjadikan pemahaman materi Budaya Positif lebih bermakna dan mendalam.
Jika pada dwi Mingguan ketiga saya memilih Model Refleksi 5M, yaitu Mendeskripsikan (Reporting), Merespon (Responding), Mengaitkan (Relating), Menganalisis (Reasoning), Merancang Ulang (Recontructing) yang diadaptasi dari Model 5R (Bain, dkk, 2002, dalam Ryan & Ryan, 2013), maka pada dalam menulis Jurnal Refleksi Dwi Mingguan ke empat, saya menggunakan Gaya Round Robin. Berikut pemaparannya:
- Apa hal yang paling Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? Mengapa Anda merasa hal tersebut bisa membuat Anda sangat menguasainya?
- Apa hal yang belum Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi hal tersebut?
- Apa hal yang masih membingungkan Anda dari pembelajaran hari ini? Ceritakan hal-hal apa saja yang membuat hal tersebut membingungkan.
Modul 1.4 Budaya Positif, merupakan modul terakhir pada Modul 1. Melalui modul 1.4 saya belajar banyak hal, terutama pada implementasi tindakan nyata di sekolah dalam menangani kasus dan masalah siswa yang berkaitan erat dengan pembentukan karakter dan penanaman disiplin positif.. Jika pada modul 1.1 sampai 1.2, guru lebih berfokus pada peran guru dalam melaksanakan filosofis pembelajaran KHD dalam pembelajaran, namuan pada modul 1.4 ini saya belajar untuk mengkondisikan siswa agar sesuai dengan visi sekolah yang telah ditentukan sebelumnya pada modul 1.3. Implementasi modul budaya positif ini, yakni guru harus mampu mengaplikasikan sistem among yang sebenarnya, membimbing dan berkolaborasi dengan siswa untuk bersama-sama menemukan solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi siswa.
Hal-hal yang saya pahami pada modul 1.4 antara lain, Sebagai seorang guru kita harus paham, kita tidak bisa mengontrol murid kita sesuai dengan keinginan kita, jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Kita harus selalu berusaha mengubah paradigma stimulus-respon menjadi pendekatan teori kontrol. Disiplin positif harus ditanamkan di sekolah, dimana disiplin positif ini diharapkan bisa terwujud melalui motivasi intrinsik bukan karena adanya hukuman dan pengaruh pihak luar, sehingga nantinya siswa bisa memiliki nilai-nilai kebajikan yang universal. Perlu adanya kerjasama, kolaborasi dan saling mendukung antara semua pihak yang ada di sekolah untuk menciptakan lingkungan yang positif. Selain itu perlu disadari setiap perilaku manusia pasti memiliki alasan dan motivasi, baik itu yang positif maupun negatif, yaitu menghindari hukuman, mendapat penghargaan, maupun untuk menjadi orang yang mereka inginkan. Guru harus merubah pola pikir dari memberikan hukuman dan konsekuensi atas kesalahan siswa menjadi sebuah restitusi, yaitu proses kolaborasi menciptakan kondisi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka dengan menemukan solusi yang mereka yakini.
Restitusi merupakan sebuah cara untuk menanamkan disiplin positif pada murid. Ciri-ciri restitusi yaitu, bukan untuk menebus kesalahan namun belajar dari kesalahan, restitusi untuk memperbaiki hubungan, restitusi adalah tawaran bukan paksaan, dan restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri. Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Dalam praktiknya guru melakukan kolaboratif dengan siswa, membimbing siswa mencari solusi untuk masalah yang dihadapinya dan memperbaiki kesalahannya. Sebelumnya, guru dan siswa bersama-sama menyusun keyakinan kelas yang didalamnya terkandung nilai-nilai kebajikan.
Pentingnya keyakinan kelas sebagai upaya menumbuhkan motivasi intrinsik bagi siswa untuk selalu berbuat sesuai nilai-nilai kebajikan universal. Keyakinan kelas disusun bersama dan disepakati bersama serta disusun dengan menggunakan kalimat-kalimat yang positif. Agar keyakinan kelas bisa dilaksanakan oleh semua siswa, maka guru harus selalu berupaya untuk memenuhi lima kebutuhan dasar siswa selama di sekolah , karena kita yakin pasti ada alasan dan tujuan di setiap perilaku siswa baik perilaku positif maupun negatif, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Lima kebutuhan dasar siswa tersebut yaitu, kebutuhan bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan. Guru harus bisa memposisikan dirinya dengan baik ketika berhadapan dengan siswa, agar siswa merasa diayomi bukan dihakimi.
Posisi guru dalam melakukan restitusi ada lima, yaitu penghukum dimana seorang guru mengambil keputusan secara sepihak tanpa pemberitahuan sebelumnya, kedua Pembuat merasa bersalah, dalam posisi ini guru bersuara lembut, menggunakan keheningan untuk membuat siswa merasa tidak nyaman, bersalah, gagal atau rendah diri. Posisi ketiga, teman, dalam posisi ini tidak menyakiti murid, namun tetap mengontrol murid secara persuasi, namun posisi ini juga memiliki dampak negatif yang tidak baik. Ke empat, pemantau, pada posisi ini guru mengawasi dan bertanggung jawab atas perilaku orang yang diawasi. Posisi ini didasarkan pada peraturan dan konsekuensi yang telah disepakati sebelumnya. Posisi yang terakhir dan yang paling ideal untuk diterapkan yaitu Manajer.
Dalam posisi manajer guru berkolaborasi dengan murid, mempersilahkan murid untuk mengungkapkan alasan dan motivasinya melakukan sebuah tindakan, mempersilahkan murid bertanggung jawab, serta mendukung dan membimbing murid menemukan solusi atas masalahnya. Harapannya melalui penerapan posisi manajer, siswa bisa menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif, nyaman dan aman. Posisi kontrol manajer dalam melaksanakan restitusi, harus berpedoman pada Segitiga Restitusi.
Segitiga restitusi, yaitu tiga tahapan untuk menerapkan teori kontrol yang meliputi, menstabilkan identitas, Validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Langkah pertama ini bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena kesalahan menjadi orang yang sukses. Langkah kedua , memaklumi dan memahami bahwa setiap perilaku dan sikap baik positif maupun negatif memiliki alasan dan tujuan. Dan yang terakhir menanyakan keyakinan, yaitu membimbing siswa dengan menanyakan kehidupan seperti apa yang mereka inginkan, agar siswa kedepan bisa termotivasi secara internal.
Demikianlah hal-hal yang saya pahami pada modul 1.4. Saya merasa cukup menguasai materi ini, setelah kemarin melaksanakan praktik penerapan segitiga restitusi bersama siswa pada tugas demonstrasi kontekstual. Sehingga saya merasa yakin untuk membantu siswa memiliki motivasi intrinsik dalam menciptakan budaya positif di sekolah.
Hal-hal yang belum saya kuasai, yaitu saya perlu berlatih untuk lebih sabar dan berusaha untuk tidak menjadi penghukum ataupun pembuat merasa bersalah dalam menghadapi siswa yang melakukan kesalahan. Karena untuk mencapai budaya yang positif di sekolah membutuh waktu dan proses yang lama. Saya perlu berkolaborasi yang intens dengan semua pihak, baik pihak di sekolah maupun luar sekolah seperti wali murid. Saya juga harus terus berlatih menerapkan segitiga restitusi dalam membantu siswa menyelesaikan masalah.
Semua materi pada pembelajaran modul Budaya Positif bisa saya terima dan saya pahami, namun saya merasa kesulitan ketika di sekolah menghadapi siswa yang sama berulang kali melakukan kesalahan yang sama pula. Meski saya telah berupaya menerapkan segitiga restitusi, ternyata hasilnya belum nampak pada siswa tersebut. Sehingga kadang saya merasa gagal menumbuhkan karakter dan nilai kebajikan dalam diri siswa. Selain itu, tidak mudah untuk mengajak rekan kerja agar bersama-sama menyusun keyakinan sekolah, serta menerapkan penyelesaian kasus siswa dengan segitiga restitusi. Merubah pola pikir orang lain membutuhkan usaha, dan kesabaran. Kita perlu membuka pandangan mereka dengan memberikan contoh-contoh nyata yang ada di sekitar kita, agar mereka bisa berpikir bahwa yang kita sampaikan benar adanya.
Demikianlah Jurnal Refleksi Dwi Mingguan yang bisa saya tuliskan, semoga melalui jurnal refleksi ini saya bisa belajar menjadi lebih baik kedepannya, bisa memperbaiki kekurangan saya, sehingga saya bisa turut serta berkontribusi dalam melaksanakan program Merdeka Belajar. Perubahan besar diawali dari perubahan kecil, niat yang kuat akan memberikan kemudahan dalam mencapai visi. Guru Bergerak Indonesia Maju. Salam Bahagia.
TerimakasihÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H