Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Anti Klimaks Reshuffle Jokowi

28 April 2021   20:57 Diperbarui: 28 April 2021   21:33 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rudal resufle yang digaung-gaungkan pakar dan orang yang merasa pakar akhir-akhir ini ternyata mejen. Isu perombakan besar-besaran kabinet Joko Widodo dan pergantian sejumlah menteri yang kinerjanya tak memuaskan publik ternyata tak terbukti.

Hari ini, Jokowi resmi mengumumkan nama-nama menteri yang menduduki jabatan baru. Tak ada menteri yang dilengserkan, yang ada justru penambahan.

Nama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim yang santer dikaitkan dengan isu resufle ternyata aman sulaiman. Mas Menteri justru mendapat tugas baru, yakni selain mengurusi pendidikan, kebudayaan sekaligus didapuk memimpin pengembangan riset perguruan tinggi.

Dua nama yang dilantik Jokowi juga bukan termasuk nama-nama yang mengejutkan. Bahlil Lahadalia yang awalnya menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, diberi tugas menjadi Menteri Investasi. Kementerian baru yang digadang mampu membangkitkan ekonomi. Sementara satu nama lagi yakni Laksana Tri Handoko, dilantik menjadi Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Laksana menggantikan Bambang Brodjonegoro yang memilih mengundurkan diri.

Isu resufle kali ini seolah antiklimaks. Publik yang awalnya senang dengan munculnya isu resufle ini, terpaksa harus gigit jari. Mereka yang yakin sejumlah menteri akan diganti, harus menahan malu karena keyakinannya tak terbukti.

Entah kita harus senang atau sedih dengan keputusan Jokowi ini. Terlepas dari kepentingan politik, banyak pihak yang menilai beberapa pembantu Jokowi memang layak diganti. Beberapa tahun menjabat, mereka tak menunjukkan kinerja berarti.

Survey yang dilakukan Indonesia Political Review (IPR) misalnya, sejumlah pembantu Jokowi dinilai kinerjanya buruk dan layak diganti. Beberapa diantaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Puspayoga, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan terakhir Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah.

Sementara dari sisi relawan Jokowi Mania (JoMan), setidaknya ada lima menteri yang layak diganti. Diantaranya Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, Menteri Agraria/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Menkominfo Johny G Plate, Mendag M Lutfi dan Mensesneg, Pratikno.

Belum lagi hembusan-hembusan isu tentang sejumlah menteri yang dianggap kurang sigap dalam bekerja. Salah satu nama yang santer disebut, adalah Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.

Atau Menteri Olahraga kita yang juga masih belum jelas kinerjanya. Ngurusin Liga 1 sepakbola saja sampai kini belum tentu kejelasannya.

Lalu kenapa Jokowi tak melakukan perombakan besar-besaran pada resufle kali ini? Apakah Jokowi memilih bermain aman di sisa masa jabatan periode keduanya?

Dugaan ini mungkin ada benarnya. Bagaimanapun, sistem pemerintahan yang dibentuknya sejak periode pertama kini telah membuahkan hasil. Dibanding periode pertama, saat ini Jokowi praktis tak memiliki tantangan berarti dari sisi politik. Partai-partai oposisi berhasil ia rangkul. Bahkan dua lawan politiknya pada Pilpres lalu, Prabowo-Sandi juga telah masuk dalam kabinet.

Gaduh-gaduh politik dengan adanya pelengseran menteri sebisa mungkin ia hindari. Meski sebenarnya, hal ini cukup mengkhawatirkan bagi kemajuan negeri.

Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) para menteri sudah jelas. Publik sudah pandai melihat, apakah menteri-menteri Jokowi sudah bekerja dengan baik, atau hanya sekadar nampang belaka.

Sehebat apapun seorang Jokowi, ia tak akan mampu memimpin negeri ini sendirian. Di tangan para pembantunyalah, ia bisa mewujudkan janji kampanye yang ia ucapkan saat pencalonan. Kalau memang tak bisa diandalkan, ya sudah diganti saja. Gitu aja kok repot!

Ibarat mobil, kalau sudah mogok dan tak bisa diperbaiki. Kenapa harus dipertahankan? Sudah ganti saja dengan mobil baru, yang bisa dikendarai dengan kencang menuju titik akhir tujuan bernegara. Kesejahteraan.

Atau ini cara Jokowi untuk memberikan efek kejut pada bawahannya. Jokowi mungkin masih yakin, bahwa jajarannya bisa bekerja lebih optimal dalam melayani rakyat. Kali ini Jokowi mungkin masih memberikan kesempatan. Tapi jangan salah, ia bisa berubah pikiran dalam waktu yang tidak ditentukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun