Benar saja, saat berita tentang keunggulan Puan Maharani atas Ganjar Pranowo dan Anies diupload di media sosial, komentar-komentar julid bermunculan. Tak sedikit dari netijen yang menganggap survei ini setingan dan bahkan ada yang dengan tegas mempertanyakan lembaga surveinya. Jangan-jangan lembaga survei abal-abal?
"Lembaga survei apa ini? Kok baru dengar," cuit akun @Nomnom di akun twitter.
"Jadi ketum Partai PDIP aja belum tentu bisa kepilih, apalagi mau Nyapres. Ga bakalan bisa kau kalahkan elektabilitas Ganjar Pranowo dan Risma," timpal akun @muis___
Wajar jika masyarakat tidak percaya dengan hasil survei itu. Selain fakta bahwa Puan beberapa kali terseok di dasar klasmen sejumlah lembaga survei, selama ini ia juga belum mampu mengungguli tingkat elektabilitas calon kuat lain semisal Ganjar, Prabowo dan Anies. Belum lagi, banyak pihak yang menilai jika Puan belum mampu berbuat banyak dalam percaturan politik di tanah air.
Masyarakat Mulai Cerdas
Literasi politik masyarakat Indonesia, diakui atau tidak sudah mulai meningkat. Cara-cara lama, semisal memanfaatkan lembaga survei untuk mengubah opini publik, tentu akan mendapat perlawanan cukup keras. Apalagi, framing yang diciptakan tergolong sangat aneh bahkan 'dipaksakan'.
Jika sebelumnya nama Puan Maharani mampu bersaing dengan nama-nama besar lain pada survei-survei sebelumnya, tentu hasil survei COPS ini tak akan jadi soal. Namun karena nama Puan awalnya tak berkutik dan mendadak memenangkan pertarungan elektabilitas, tentu menjadi hal yang wagu.
Tak salah jika publik menganggap survei itu akal-akalan semata. Apalagi, sejumlah fakta mengejutkan juga dihadirkan dalam survei tersebut.
Misalnya munculnya nama Budiman Sudjatmiko, politisi PDIP yang juga mendapatkan suara cukup besar dan menduduki peringkat keempat dengan capaian elektabilitas sebesar 7,2 persen. Capaian itu bahkan mengungguli Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di angka 6,2 persen.
Banyak pihak menduga, munculnya nama Budiman dikarenakan survei dilakukan di kalangan internal PDI Perjuangan. Sebab selain nama Puan pada posisi teratas, kemunculan nama Budiman juga hal yang mengejutkan mengingat praktis Budiman tak pernah disebut dalam survei-survei lembaga lainnya.
Lalu apakah Puan Maharani patut jumawa dengan hasil survei COPS ini? Saya rasa tak perlu. Mereka seharusnya juga ikut mempertanyakan kredibilitas lembaga survei yang diketuai Ziyad Falahi itu.