Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Koruptor Divaksin

27 Februari 2021   12:02 Diperbarui: 27 Februari 2021   12:10 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara yang ia perjuangkan dengan darahnya itu, kini dipenuhi para penjahat yang melakukan segala cara untuk memperkaya diri, keluarga serta kelompoknya sendiri. Parahnya, cara yang dilakukan adalah dengan merampok uang rakyat, yakni korupsi.


"Kalau alasannya takut menulari yang lain, kan bisa dilakukan pengetatan protokol kesehatan. Lagian, sidang juga sekarang online to lhe?. Kalau memang itu dianggap riskan, lha maling sandal jepit dan maling kotak amal masjid yang ditahan di tempat lain kui pie nasibe?. Mereka ditahan uyel-uyelan, dengan sel sempit yang kumuh. Dipandang darimanapun, mereka lebih riskan dan harusnya jadi prioritas," tegas Mbah Doel.

Mereka itu, para koruptor itu, lanjut Mbah Doel orang-orang yang kaya. Tanpa divaksinpun, mereka sanggup membeli vitamin dan obat-obatan untuk menjaga stamina. Meskipun tertular Covid-19, mereka itu akan lebih aman. Kecuali, mereka yang punya penyakit bawaan.

Lha kalau penjahat cilikan, yang ditahan di sel-sel kecil itu, jangankan beli vitamin, untuk beli rokokwong saja susahnya minta ampun. Kan ya mereka sama saja rentannya, ketemu banyak orang di tahanan, kadang ya ketemu pengacara, ketemu petugas lapas dan orang-orang lainnya.

"Apapun alasannya, ini nggak bisa diterima, le," kata Mbah Doel.

Masih banyak orang lain yang lebih prioritas ketimbang tikus-tikus berdasi itu. Pedagang pasar misalnya, karyawan pabrik, kuli panggul, tukang ojek, tukang becak dan wong cilik lainnya. Mereka yang jelas-jelas membantu negara dengan bekerja keras menyokong sektor ekonomi, justru dilupakan.

"Kudune mereka itu yang divaksin duluan. Mereka itu lebih pantas dan layak mendapat vaksin, bukan para penjahat ini," Mbah Doel menghempaskan asap rokok dari bibirnya.

Kemit hanya diam saja. Dia tahu, jika simbahnya sedang marah, tak ada seorangpun yang berani melawan. Tapi jauh di lubuk hati Kemit, ia menyadari omongan simbahnya itu ada benarnya.

"Logikane le, vaksin Covid-19 itu jumlahnya masih terbatas. Padahal, yang sudah terpapar sangat banyak. Masyarakat sudah menanti dapat jatah vaksin dari pemerintah biar bisa tenang menjalani rutinitasnya. Lha sing ditunggu ndak datang-datang, justru dikasihkan pada musuh mereka. Kan edan!," ketus Mbah Doel.

Mbah Doel lalu menyeruput kopi hitamnya. Sambil memandang Kemit, cucu kesayangannya, Mbah Doel meneteskan air mata.

"Maafkan simbahmu ini ya le, sudah mewariskan negeri yang kacau ini padamu. Bukan ini yang kami harapkan saat mengusir penjajah dulu. Impian kami, kemerdekaan itu indah dan rakyat bisa sejahtera,".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun