Bangsa Indonesia patut berbangga dengan temuan alat pendeteksi Covid-19 karya anak bangsa. GeNose namanya. Alat deteksi Covid dari hembusan nafas itu merupakan temuan sejumlah peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Selain harganya cukup murah, yakni sekitar Rp62 juta saja, GeNose ternyata memiliki kelebihan lain dibanding alat tes semacam rapid antigen atau PCR.Â
Tidak perlu repot dengan stok reagen yang selalu habis, cukup dengan hembusan nafas seseorang bisa terdeteksi apakah positif Covid-19 atau tidak.
Pun dengan biaya pengetesan menggunakan alat ini. Jika masyarakat harus membayar uang Rp900.000 sampai jutaan rupiah untuk tes PCR dan lebih dari Rp150.000 untuk rapid test antigen, dengan GeNose masyarakat hanya perlu membayar Rp15.000 sampai Rp20.000 untuk tes.
Apalagi, tingkat akurasi alat ini disebut mencapai 97 persen. Pun dengan waktu pengujian tak lebih dari tiga menit, alat ini tentu harapan baru bagi mereka-mereka yang ingin cepat mendapatkan hasil pengetesan. Tak perlu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu hanya untuk mengetahui apakah ia positif atau tidak.
Sejak resmi diluncurkan, GeNose langsung mendapat perhatian. Apalagi ketika izin edar sudah dikeluarkan,Â
UGM langsung banjir pesanan. Selain Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang juga Ketua Alumni Gadjah Mada (Kagama) yang langsung pesan 100 unit, sejumlah instansi negara seperti PT KAI maupun sejumlah perusahaan lain langsung menginginkannya.
Saat ini, GeNose sudah resmi menjadi alat tes resmi bagi penumpang Kereta Api dan penumpang kendaraan umum di terminal Indonesia. Para penumpang tak lagi kesulitan menunggu lama untuk bisa menaiki moda transportasi itu. Cukup meniupkan nafas, duduk sebentar sudah keluar hasilnya.
Tapi di tengah kebanggaan atas inovasi karya anak bangsa itu, muncul sentimen-sentimen negatif dari para pihak. Yang gencar berkicau adalah mereka-mereka para ahli epidemologi dan pakar-pakar kesehatan. Alih-alih mengapresiasi, mereka justru mengkritik dan menilai GeNose belum teruji dan tak mampu menyaingi keakuratan rapid antigen ataupun swab tes menggunakan PCR.
Anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra misalnya. Ia menilai rencana pemerintah menggunakan GeNose untuk tes bagi pelaku perjalanan tidak efektif mencegah penularan Covid-19. Ia berasumsi, alat ini sangat sensitif terhadap bau, sehingga orang yang akan dites tidak boleh mengonsumsi makanan menyengat atau merokok sebelum dites.
Selain itu, masih menurut Hermawan, GeNose belum diakui efektifitasnya secara klinis oleh para ahli, karena baru klaim sepihak oleh peneliti dari UGM. Sehingga, ia meminta agar GeNose digali lagi secara teknis agar bisa diakui.