Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Deklarasi Ditolak, Jajaran Petinggi Ditangkap; Masih Pede Mau Menyelamatkan Indonesia, KAMI?

14 Oktober 2020   11:50 Diperbarui: 14 Oktober 2020   14:41 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syahganda Nainggolan, salah satu Petinggi KAMI yang ditangkap pihak kepolisian. Dok detik.com

Nahas benar nasib Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang digagas sejumlah tokoh nasional kita. Alih-alih mendapat dukungan karena mengusung 'janji suci' menyelamatkan Indonesia, baru lahir saja organisasi ini sudah penuh dengan duka lara.

Tepat sehari usai peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75, Selasa (18/8) para tokoh politik barisan 'sakit hati' berkumpul. Di tempat sakral yang sangat terkenal bernama Tugu Proklamasi Jakarta Pusat, para tokoh semisal Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Amien Rais, Rizal Ramli, Refly Harun, Rocky Gerung, Said Didu dan lainnya dengan lantang mendeklarasikan KAMI. Tujuannya jelas, untuk menyelamatkan Indonesia dari berbagai permasalahan yang terjadi.

Baru saja selesai deklarasi, KAMI langsung diserang habis-habisan oleh masyarakat dan tokoh penting lain yang memahami tujuan sejati berdirinya KAMI. Selain pelanggaran protokol kesehatan karena menimbulkan kerumunan, KAMI dianggap memiliki tujuan politik tertentu.

Ia tak lahir murni sebagai organisasi kemasyarakatan yang ingin berkontribusi demi kebaikan, melainkan memiliki setting agenda politik dan mengincar kekuasaan. Bahkan secara gamblang, hal itu disebutkan oleh Presiden RI ke-5 yang juga pimpinan PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri. Mega menyebut, ada banyak petinggi KAMI yang ingin menjadi Presiden.

Pro dan kontra terus berkembang. Apalagi, saat peristiwa deklarasi, terjadi sebuah hal yang sangat memalukan. Dimana saat Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair al Shun merasa ditipu, sehingga turut hadir dalam acara deklarasi itu. Lewat media sosial, Zuhair sampai memohon maaf pada Presiden Jokowi dan seluruh rakyat Indonesia.

Setelah itu, drama-drama baru bermunculan. Setiap acara deklarasi yang hendak digelar KAMI di daerah, hampir semuanya selalu mendapat penolakan. Bahkan di sejumlah daerah, deklarasi terpaksa dibatalkan karena gelombang penolakan begitu keras.

Belum usai derita itu terobati, kini berita baru muncul dan semakin mencabik-cabik organisasi KAMI. Sebanyak 8 petinggi KAMI ditangkap pihak kepolisian karena disinyalir menyebarkan informasi hoaks dan provokatif terkait demonstrasi penolakan undang-undang Ciptakerja.

Kedelapan tokoh penting KAMI yang ditangkap itu adalah Petinggi KAMI, Syahganda Nainggolan, deklarator KAMI, Anton Permana, Ketua KAMI Medan, Khairi Amri dan sejumlah tokoh lain seperti Jumhur, Kingkin, Devi, Juliana dan Wahyu Rasari Putri.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono menerangkan, penangkapan delapan petinggi KAMI ini terkait demo omnibus law yang berakhir ricuh dan anarkis. Delapan orang itu diduga memberikan informasi yang menyesatkan serta bermuatan suku, ras agama dan antargolongan (SARA) serta penghasutan melalui group whatsapp. Akhirnya, sejumlah aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Ciptakerja di sejumlah daerah berakhir dengan ketegangan, kericuhan hingga menimbulkan korban.

Atas penangkapan itu, KAMI langsung mengambil sikap. Melalui Presidium KAMI, Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin dan Rochmat Wahab, KAMI menyampaikan sikap resminya, yang intinya menyesalkan dan memprotes penangkapan para tokoh pentingnya itu. KAMI menyebut bahwa penangkapan itu adalah tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri.

Selain itu, KAMI juga menegaskan ada indikasi kuat peretasan handphone dari tokoh-tokohnya yang ditangkap itu. Mereka mengatakan handphone delapan petinggi yang ditangkap diretas/dikendalikan oleh pihak tertentu, sehingga besar kemungkinan disadap atau digandakan.

KAMI mengatakan menolak secara kategoris penisbatan atau pengaitan tindakan anarkis dalam demo Omnibus Law dengan organisasi KAMI. Mereka juga meminta agar kepolisian membebaskan para tokoh KAMI dari tuduhan yang dikaitkan kepada mereka.

Apakah KAMI adalah 'kuda troya' kericuhan aksi demonstrasi undang-undang Omnibus Law? Apakah KAMI yang disebut oleh pemerintah, sebagai pihak yang mendalangi aksi demo rusuh itu? Entahlah.

Tapi jika benar bahwa penangkapan delapan tokoh penting KAMI karena telah menyebarkan hasutan, ujaran kebencian hingga provokasi sehingga membuat aksi demonstrasi undang-undang Ciptakerja ricuh, maka 'janji suci' menyelamatkan Indonesia itu tak lebih dari omong kosong belaka. Menyelamatkan bagaimana, fakta membuktikan mereka sudah membuat kehancuran di negeri ini.

Dari serangkaian peristiwa di atas, patut dipertanyakan apakah KAMI masih 'Pede' dengan slogannya ingin menyelamatkan Indonesia? Sepertinya, justru merekalah yang mendesak harus diselamatkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun