Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ironi Nasib Wartawan di Balik Berita Demo UU Cipta Kerja: Sebuah Curhatan si Kuli Tinta

8 Oktober 2020   10:27 Diperbarui: 8 Oktober 2020   10:36 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok jabar.suara.com

Tak hanya saya, beberapa kawan seperjuangan dari lintas media juga mengalami hal serupa. Menerima gaji yang jauh dari kata layak, hingga perlakuan tak menyenangkan saat di-PHK. Tapi di satu sisi, ada banyak pula wartawan yang bernasib lebih baik. Gaji mereka sangat besar, ditambah tunjangan ini dan itu. Biasanya, mereka-mereka yang bergaji besar itu dari media yang kuat secara bisnis.

Siapa yang memperjuangkan kami?

Terkadang ada perasaan iri kepada para buruh yang setiap aksi kami liput kegiatannya secara besar-besaran. Dari hasil peliputan yang kami buat, pemerintah kemudian mengambil kebijakan baru atau merevisi kebijakan lama. Buruh seolah memiliki nilai tawar tinggi, dan selalu menjadi perhatian nasional.

Sementara nasib wartawan, selalu diabaikan. Apakah pemerintah tidak tahu? Pasti tahu! Hanya saja, mereka asyik dengan sikap pura-pura tidak tahu itu.

Mungkin mudah bagi pemerintah memberikan teguran keras bahkan menutup perusahaan yang tidak membayar upah pekerjanya dengan layak. Tapi melakukan itu pada perusahaan media? Tentu bak menyiram bensin ke bara api yang menyala.

Siapa yang memperjuangkan kami? Pertanyaan yang tak pernah terucap itu selama ini menghantui. Apakah mahasiswa, organisasi jurnalis, apakah Dewan Pers atau bahkan Presiden? Entahlah...Sampai sekarang belum ada jawabannya.

Beberapa kali, organisasi wartawan di Indonesia melakukan pendampingan terhadap wartawan yang mendapat nasib buruk itu. Tapi baru sekadar pendampingan, belum bisa memberikan dobrakan untuk merubah sistem dan mekanisme yang ada di perusahaan media. Beberapa kali kasus yang didampingi, meski menang di pengadilan, namun hak-hak mereka tetap tidak dapat direalisasikan.

Ada seorang teman, ketika menunjukkan keputusan hakim yang mewajibkan perusahaan media membayar pesangon sesuai ketentuan undang-undang, tapi tidak didapatkan dengan alasan tak punya uang. Istilahnya, ia hanya menang di atas kertas, tapi tak ada hasil apa-apa. Miris bukan?

Lalu, kenapa masih banyak orang mau jadi wartawan? Susah sekali menjawab pertanyaan ini.

Selain sebagai pekerjaan, dunia jurnalistik memiliki daya magis tersendiri bagi sebagian orang, termasuk penulis. Tak hanya mengharapkan gaji, jurnalistik lebih sebagai tempat memenuhi panggilan jiwa, tempat memperkaya pengalaman dan tempat menikmati asyiknya dunia. Keasyikan yang ditawarkan itulah, yang membuat sebagian orang 'rela' dibayar murah demi menjadi wartawan.

Inilah nasib kami, yang sangat berbeda dengan para buruh di negeri ini. Buruh dengan aliansi organisasi yang kuat, selalu memiliki kekuatan melakukan dobrakan. Selain itu, isu-isu buruh memang selalu menarik untuk kami beritakan dan selalu menjadi perhatian nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun