Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada Kota Semarang dan Potensi Kerugian Negara Rp 71,9 Miliar

5 September 2020   09:30 Diperbarui: 5 September 2020   09:23 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau tetap dilakukan, maka, seperti yang saya tulis di atas, negara mengalami kerugian sebesar Rp71,9 miliar. Belum lagi, dan semoga tidak terjadi, potensi adanya pahlawan demokrasi yang gugur dalam melaksanakan tugas, seperti gelaran Pemilu Serentak, 2019 lalu.

Kalaupun harus menggelar pemilu dengan mekanisme pemilihan langsung, seharusnya daerah dengan calon tunggal seperti Kota Semarang mendapatkan pengecualian. Bisa saja, mekanismenya disederhanakan dengan tidak mengurangi semangat demokrasi.

Tidak perlu ada anggaran kampanye, pembuatan alat peraga, pembentukan panitia pemilihan, penggerakan saksi-saksi, pembangunan TPS, pengadaan kotak suara, surat suara dan tetek bengeknya yang tentunya menelan biaya tidak sedikit. Cukup masyarakat, dengan sadar melakukan vote dengan cara yang sederhana untuk menyatakan sikap, apakah setuju Hendita kembali memimpin, atau tidak setuju

Bisa saja cara memberikan dukungan itu difasilitasi via aplikasi. Atau dengan cara manual, menggerakkan Ketua RT di seluruh wilayah, untuk datang ke rumah-rumah warga dan meminta tandatangan dukungan. Tentunya dengan didampingi tim pengawas, apakah dari KPU, Bawaslu hingga TNI/Polri untuk memastikan proses pemberian dukungan tanpa paksaan dan tekanan.

Pasti, usulan penulis ini banyak menuai pro dan kontra. Yang kontra biasanya beralasan, sudah ada aturan yang mengatur itu, kenapa harus reseh? Kenapa harus repot, toh itu sudah menjadi jalan demokrasi yang dipilih?atau ada juga yang mengatakan usulan penulis, adalah sebuah kemunduran dalam demokrasi.

Sementara yang sepemikiran, tentu memiliki alasan lain yang menurut penulis lebih dewasa dalam menentukan suatu kebijakan. Mungkin yang paling banyak, daripada untuk Pilkada, lebih baik anggaran Rp71,9 miliar itu untuk kepentingan yang lebih mendesak, misalnya penanganan pandemi covid-19.

Atau anggaran itu digelontorkan untuk membantu biaya pendidikan generasi penerus bangsa yang mengalami kesulitan ekonomi. Membuka lapangan kerja, pelatihan skill, modal usaha dan lain-lain, yang tentunya jauh lebih bermanfaat.

Tentu, analisa hukum tentang diperbolehkannya calon tunggal mengikuti Pilkada tidaklah seremeh itu. Banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk kepentingan-kepentingan politik yang berada di ruang gelap dan seabrek persoalannya.

Mungkin sudah terlambat untuk membatalkan Pilkada Kota Semarang dengan cara biasanya. Tapi alangkah baiknya, ke depan keresahan penulis ini bisa menjadi pertimbangan para pembuat kebijakan untuk merevisi peraturan-peraturan yang kurang bijak itu. Karena sebenarnya, di atas semua kepentingan politik, adalah kemanusiaan. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun