"Sesuatu tidak akan berubah, tanpa ada kerelaan merubah dan dirubah yang menyertainya"
-Puja Nor Fajariyah
Sempat ramai diperbincangkan fenomena penggunaan toga dalam acara wisuda yang dilaksanakan pada jenjang TK, SD, SMP atau SMA dimana memang hal ini cukup kontroversial di kalangan masyarakat luas khususnya yang memahami esensi penggunaan toga wisuda yang seharusnya.Â
Jujur saja awalnya aku tidak sadar bahwa hal seperti itu bisa ramai diperbincangkan. Mungkin, karena aku sendiri memang belum mengetahui sensasi penggunaan toga di acara kelulusan sekolah.Â
Aku tidak bersekolah TK, SD, SMP tidak menggunakan toga bahkan acara seremonial kelulusan SMK aku dulu tidak hadir karena sedang berada di luar kota. Barangkali itu alasan mengapa aku tidak terlalu ambil pusing mengenai hal ini. Namun, setelah aku coba tanya beberapa orang tua, guru TK serta teman-temanku yang sudah merasakan menggunakan toga semasa sekolah responnya bermacam-macam.Â
Kalau melihat komentar dan tanggapan yang berkembang di berbagai platform sendiri banyak yang menilai bahwa penggunaan toga wisuda selain di acara kelulusan perkuliahan dianggap kurang etis hingga eksploitasi anak.Â
Apakah benar begitu? Well, dalam tulisan kali ini aku hendak membagikan hasil diskusiku dengan beberapa orang ditambah dengan opini dari diriku sendiri berkenaan dengan hal ini. So, kalau kamu penasaran aku sarankan kamu untuk membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.
Pertama, tentu saja kita perlu untuk mengetahui esensi dari penggunaan toga terlebih dahulu. Dulu, aku sekolah di jurusan Tata Busana, dimana salah satu hal yang aku ingat adalah busana itu memiliki salah satu unsur yaitu simbol.Â
Tentu saja, aku penasaran mengapa acara wisuda atau perkuliahan itu harus menggunakan toga dengan warna yang kalau di Indonesia biasanya berwarna gelap, kemudian acara seremonial seperti pemindahan tali toga itu harus dari kiri ke kanan dan lain sebagainya. Berdasar pada sejarahnya sendiri, kata "toga"Â berasal dari kata "tego:Â dimana bermakna "penutup"Â menurut bahasa lain.Â
Hal ini secara umum dikaitkan pada kebudayaan bangsa Romawi dimana penggunaanya berupa sejenis jubah yang digunakan oleh bangsa Etruskan yang hidup sejak 1200 SM di Italia. Sebelum itu tentu saja toga belum berbentuk jubah, namun sekedar kain berukuran sekitar 6 meter kemudian penggunaannya dililitkan ke tubuh. Dari sebatas kain itu kemudian berkembang menjadi sehelai wol tebal hingga menjadi seperti yang sekarang ini dan penggunaanya-pun bergeser ke yang awalnya merupakan pakaian sehari-hari menjadi busana yang hanya digunakan dalam acara seremonial termasuk acara kelulusan.