Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

"Battered Child Syndrome", Akankah Kekerasan pada Anak Berbuah Kepatuhan?

16 Agustus 2021   06:01 Diperbarui: 14 Desember 2021   08:30 1805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan pengertiannya, Battered Child Syndrome ini adalah sebuah gangguan psikologis yang terjadi disebabkan anak telah mengalami kekerasan fisik jangka panjang.

The World Health Organization (WHO) sendiri mendefinisikan bahwa secara spesifiknya sindrom ini muncul sebab adanya pelecehan atau kekerasan terhadap anak. 

Well, kekerasan ini dispesifikasi lagi sebagai semua bentuk perlakuan fisik, penelantaran atau perlakuan lalai atau komersial atau lainnya eksploitasi, di mana mengakibatkan kerugian aktual atau potensial untuk kesehatan anak, kelangsungan hidup, perkembangan atau martabat dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan.

Sebut saja begini, seorang anak usia 5 tahun yang dewasa dengan kekerasan orangtua untuk mendisiplinkan dirinya. Nah besar sekali kemungkinan ketika anak ini beranjak remaja dan mendewasa ia mengalami sindrom yang satu ini. 

Di mana kita sering temui kasus yang seperti ini? Kalau berkaca pada dewasa ini, tentu saja baik di kota maupun di desa sama saja. Hal yang paling menentukan adalah selain kepribadian orangtua namun juga lingkungan terdekat si anak. 

Maksudnya bagaimana? Sebut saja pada anak kota yang tumbuh di keluarga yang over kompetitif dan protektif, anak salah sedikit dipukul, anak salah sedikit ditampar, didisiplinkan secara fisik, maka akan muncul dua kemungkinan jangka panjang pada si anak tadi. 

Pertama, anak disiplin tetapi kepribadiannya keras dan tertutup, atau anak memberontak dan secara terang-terangan menunjukkan perlawanan.

Sedangkan di desa, yang mana para orangtua biasanya masih kolot sekali pikirannya, bukan tidak mungkin pola pengasuhan dengan melukai anak secara fisik untuk mendisiplinkan ini juga diterapkan. 

Biasanya ini karena inner child orangtua yang belum bisa diajak untuk berdamai, sehingga menjadikan anak sebagai pelampiasan atas hal tersebut dan pada akhirnya kepribadian serta masa depan si anak secara tak sadar turut tergadaikan. 

Tentu saja, yang menjadi konsentrasi utama adalah pentingnya untuk memberikan edukasi mengenai pola pengasuhan yang seharusnya terhadap para orangtua tersebut. Serta, trauma healing terhadap anak-anak korban kekerasan fisik dari orangtua yang berlangsung berkepanjangan tersebut.

Memang apa dampak lain yang terjadi pada anak yang mengalami battered child syndrome ini? Tentu saja, selain apa yang sudah aku sedikit mention di atas, kekerasan fisik dalam jangka panjang yang terjadi pada anak biasanya akan membentuk anak yang bersikap denial terhadap hal apapun yang ada di sekitarnya, anak mengalami trauma atau bahkan berdampak anak dapat memiliki kepribadian ganda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun