"Diam memang posisi yang aman sebab menimbulkan tenang, namun air yang tenang tak selalu menandakan ia aman, kita tidak bisa menebak bahaya apa yang tersembunyi sebenarnya didalamnya"
-Puja Nor Fajariyah
Setiap orangtua memiliki cara yang berbeda dalam hal mendidik dan mengambil sikap ketika mengatasi kemarahan atas perilaku anaknya. Dari mulai yang marah, memukul, atau bahkan diam seribu bahasa.Â
Cara ini dilakukan adalah tergantung dari tipe orangtua serta tujuan yang dimiliki oleh orangtua tadi ingin mendisiplinkan anaknya seperti apa. Bisa juga terjadi dalam sebuah hubungan, ketika dua orang pasangan tengah berselisih-paham keduanya akan memakai berbagai cara dalam mendinamikan hubungan.
Bisa juga dengan saling marah-marahan, jauh-jauhan, atau bahkan ya saling diam-diaman. Well, dalam tulisanku kali ini ingin menyoroti salah satu treatment yang biasanya digunakan dalam hal menangani hubungan antar dua orang atau lebih manusia, bisa pada hubungan orangtua dengan anak, dua orang pasangan, atau hubungan yang lain.Â
Treatment ini dikenal dengan istilah "Silent Treatment" serta pengaruhnya dalam sebuah hubungan. Apakah benar ia mampu mendisiplinkan atau justru memperburuk keadaan?Â
Kalau kamu penasaran, aku sarankan kamu membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.
Jujur saja, silent treatment ini beberapa kali dilakukan oleh orangtua dari temanku. Aku tahu dari temanku yang bercerita kepadaku. Hal ini dilakukan tentu saja dengan tujuan mendisiplinkan.Â
Namun, berdasarkan apa yang aku pikirkan, terkadang cara ini justru membuat temanku larut dalam kebingungan karena tak sadar kesalahan apa yang tengah ia perbuat dan bagaimana cara untuk dapat memperbaikinya.Â
Barangkali benar cara ini kalau diambil dari sudut pandang orangtua dapat melatih anak untuk melakukan introspeksi atau berpikir kritis atas apa masalah mereka serta bagaimana cara memperbaikinya.Â
Namun pada beberapa kasus, yang harus menjadi pedoman bagi orangtua adalah apakah benar anaknya sudah dapat berpikir hingga kesana. Jangan sampai justru yang terjadi adalah kesehatan mental anak yang tergadaikan sebab anak kebingungan atas apa salah mereka dan bagaimana solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tadi.Â
Khawatirnya justru anak hanya akan menyalahkan diri mereka sendiri karena telah membuat orangtua mereka mendiamkan mereka.
Kalau berbicara dalam sebuah hubungan asmara atau rumah tangga, memang sebuah pertengkaran adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari datangnya. Tapi saat marah pada pasangan dan menggunakan silent treatment ini dalam menyelesaikan permasalahan yang ada ini, secara tak sadar sebenarnya ini adalah kekerasan emosional yang dapat memengaruhi hubungan.
Tentu saja banyak alasan yang melatarbelakangi terjadinya kemarahan, bisa karena cemburu, perbedaan pendapat, komunikasi yang terganggu atau bahkan perselingkuhan.Â
Berdasarkan pengertiannya sendiri, Silent treatment ini merupakan sikap yang mana seseorang lebih memilih untuk mendiamkan atau mengabaikan orang lain dengan menolak untuk berbicara.Â
Biasanya hal ini terjadi ketika seseorang tengah marah, terlalu kewalahan atau frustasi ketika menghadapi sebuah masalah. Memang sih, diam sering menjadi pilihan yang terbaik untuk menghindari keluarnya kata-kata yang memunculkan penyesalan.Â
Namun, kalau dipikir-pikir lagi, komunikasi lah yang sebenarnya mampu memperbaiki permasalahan serta hubungan. Kita tahu sendiri bahwa keterbukaan merupakan salah satu kunci hubungan yang baik.
Kalau kamu berpikir silent treatment ini bermakna menunda untuk berbicara sementara dengan seseorang, maka kamu salah. Sebab, perbedaannya adalah ketika kamu menunda pembicaraan maka itu tandanya kamu hanya membutuhkan waktu sementara untuk menenangkan diri kemudian akan membahas permasalahan yang terjadi ketika sudah tenang. Well, pada silent treatment berbeda.
Ia akan menolak untuk membahas masalah yang ada baik sekarang atau bahkan nanti. Karena bisa dikatakan tak terjadi pembicaraan apapun, maka tentu saja tak ada peluang untuk kamu dan pasangan kamu atau kamu dengan orangtua kamu untuk dapat saling memahami atau melakukan kompromi atas penyelesaian masalah yang ada.Â
Justru yang terjadi adalah masalah tadi akan menggerogoti hubungan yang ada dan kalau dibiarkan bukan tak mungkin akan berlanjut pada perpisahan.
Aku tadi sempat mengatakan bahwa silent treatment ini dapat dikategorikan sebagai kekerasan emosional. Dikarenakan hal ini digunakan sebagai alat untuk mengontrol serta menciptakan jarak emosional oleh sebagian orang. Pun dapat digunakan seseorang untuk terhindar atas tanggung jawab atau mengakui kesalahan yang dilakukan.Â
Biasanya orang yang tengah melakukan silent treatment bersikap dingin dalam jangka waktu berpekan-pekan, menolak untuk berbicara, bertemu, atau bahkan hal sederhana seperti membalas pesan dari pasangan atau lawan permasalahannya.
Yang ada dalam pikiran orang yang tengah melakukan silent treatment biasanya adalah ia merasa memiliki kendali penuh atas apa yang tengah terjadi. Padahal, orang yang menjadi korban berada dalam pikiran kebingungan dan ketakutan akan keadaan yang bisa semakin memburuk.Â
Biasanya ia akan terpikirkan bagaimana caranya untuk membuat kamu kembali berbicara atau memulai komunikasi dengan mereka, bukan kepada inti menyelesaikan permasalahan yang ada.
Barangkali kalau hanya terjadi sekali, ini tidak berpengaruh pada sebuah hubungan, namun kalau terjadi berkali-kali dalam sebuah hubungan asmara atau hubungan keluarga maka akan menjadi pola hubungan yang toxic dan abusive.Â
Bahkan, ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa ketika seseorang sering diabaikan, ia perlahan akan kehilangan harga dirinya, merasa tak dicintai, terluka, bingung, merasa tak penting dan endingnya kehilangan sense of belonging alias rasa saling memiliki antar satu sama lain.Â
Dalam kasus yang lebih parah juga bukan tak mungkin akan memberikan kontribusi atas depresi serta kecemasan seseorang.
Dalam penelitian lain juga terdapat data bahwa seseorang yang terlibat dalam perlakuan seperti ini cenderung merasa tak puas dengan hubungan yang ia jalani, dirasa memiliki keintiman yang kurang serta komunikasi yang lebih buruk.Â
Sebuah hubungan yang melibatkan perilaku seperi ini juga akan lebih banyak dipenuhi dengan kecemasan serta cenderung menyakiti mereka yang terlibat didalamnya.
Ketika seseorang sudah lelah untuk menghadapi sikap pasangan atau orangtua yang melakukan silent treatment ini maka bukan tak mungkin ia akan meninggalkan atau kehilangan rasa hormat atas orang tadi.
Ketika sebuah hubungan sudah terjadi seperti itu maka tentu saja perpisahan yang menyakitkan serta hubungan yang menjemukan susah untuk dapat dihindari.
Karena hal tersebut kemudian, perlu kiranya untuk dapat memperbaiki pola komunikasi yang seperti ini. Sebaiknya yang dilakukan adalah keterbukaan antar satu sama lain, jujur atas apa yang dirasakan dan mengatakan bahwa ia tidak menyukai kondisi yang seperti ini.Â
Apabila memang silent treatment ini sudah berdampak pada kondisi mental seseorang, maka yang perlu dilakukan mengikuti konseling dengan profesional.
Itu tadi sedikit apa yang hendak aku bagikan berkaitan dengan mengapa silent treatment tidak cocok untuk diterapkan dalam sebuah hubungan. Semoga apa yang aku sampaikan bisa memberikan insight kepada kamu yang membaca. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H