Tentu saja, tak ada bara kalau tak ada api. Seseorang tak akan menjadi seorang people pleaser kalau tak ada pemicunya. Sebagaimana dengan gangguan perilaku yang lain, pada people pleaser dapat dilihat dari bagaimana masa lalu orang tersebut. Kalau dilihat, bisa jadi seorang people pleaser pada masa lalunya ia dibesarkan oleh sosok atau figur yang tidak dapat menerima perlawanan-perlawanan kecil yang sebenarnya alami. Bisa saja ayah atau ibu yang sering marah besar hanya karena  ia ingin makan sesuatu yang berbeda dari apa yang sudah disiapkan.Â
Bisa juga karena ia dibesarkan oleh figur yang rapuh, sehingga ia terbiasa menyembunyikan perkara yang kurang mengenakkan hanya karena menjaga perasaan ayah atau ibunya yang tak pernah memiliki ruang untuk mengungkapkan apapun yang tidak sesuai dengan keinginan figur si pengasuh.
Tentu saja kalau melihat dalam adegan film, kita akan gemas sendiri dan merasa bahwa si people pleaser ini begitu bodoh mau-mau saja dimanfaatkan oleh orang lain. Padahal, kalau melihat dari sisi si people pleaser ini, itu adalah cara yang ia lakukan untuk dapat diterima oleh lingkungan dan mempertahankan eksistensinya. Ia memandang bahwa perbedaan opini merupakan pemicu atas terjadinya sebuah perselisihan dan dapat menyebabkan posisinya menjadi terancam. Sehingga ketika seorang people pleaser dewasa, pola pikir yang terbentuk adalah untuk dapat bertahan hidup dengan selalu menjadi sosok yang diharapkan oleh orang lain.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat keluar dan berhentu menjadi seorang people pleaser adalah dengan menggunakan komunikasi asertif. Maksudnya, kita berterus terang atas apa yang kita rasakan. Kita mengatakan tidak apabila memang sedang tidak bisa membantu, Â dan memberikan orang lain kesempatan untuk memahami kita apabila memang kita sanggup untuk membantu dia.
Dengan menggunakan komunikasi asertif ini pula, kamu tidak akan menjadi terbebani dan orang lain juga akan memberikan ruang untuk menghargaimu. Tidak lagi memanfaatkanmu.
Yang perlu digarisbawahi adalah, berkomunikasi asertif ini bukan lantas kamu menjadi kasar atau menolak dengan diksi yang kurang baik atas orang lain yang meminta bantuan. Namun, kamu tetap menggunakan bahasa yang sopan, ramah, menolak dengan senyuman disertai alasan mengapa kamu tidak bisa membantu mereka.Â
Kalau benar kamu mengetahui cara lain selain orang yang tengah meminta tolong padamu itu untuk kamu bantu, kamu bisa menyarankan opsi bantuan atau solusi atau orang lain lakukan tadi selain meminta tolong padamu untuk dapat menyelesaikan masalahnya.
Ingat, jangan menyusahkan diri sendiri kalau alam bawah sadarmu tidak menerima kondisi yang seperti itu. Terima kasih sudah mampir membaca dan semoga tulisan ini bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H