Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Victim Blaming, Sikap Netizen Maha Benar yang Sama Sekali Gak Penting

14 Mei 2021   18:58 Diperbarui: 17 Mei 2021   02:15 1806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelecehan. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

"Kalau kau tidak bisa saling menyayangi, setidaknya jangan saling membenci" -Puja Nor Fajariyah

Masih ingat tidak dengan peribahasa yang bunyinya, "Lempar batu sembunyi tangan?" Yap, Peribahasa ini mungkin kita sudah mengenalnya sejak masih berada di bangku sekolah dasar. 

Itu dimaknai dengan seseorang yang berbuat kejahatan tapi tidak mau mengakui perbuatannya. Kalau kita hubungkan dengan istilah yang lebih kekinian, ini dikenal dengan sebutan playing victim. Iya, hal ini merupakan salah satu bentuk pengaturan diri ketika menghadapi sebuah peristiwa besar apalagi kalau cenderung negatif.

Playing victim ini sendiri adalah bentuk sikap dimana orang yang sebenarnya melakukan kesalahan justru berpura-pura atau bertingkah selayaknya ia korban atas peristiwa besar yang sedang terjadi tersebut. Tujuannya tidak lain adalah agar 'korban' yang sebenarnya merasa bersalah atas kesalahan yang sebernarnya tidak ia lakukan. 

Kita terkadang tidak sadar pasti pernah melakukan hal ini setidaknya satu kali seumur hidup kita. Contoh yang paling sering terjadi adalah ketika kita masih berusia dini. 

Bisa terjadi ketika kita bermain dengan teman atau saudara kita sendiri. Terlebih kalau orangtua kamu adalah sosok yang tegas dan sangat kamu takuti. Kemungkinan kamu untuk melakukan playing victim ini akan semakin meningkat. 

Kebayang gak sih, misalnya kamu adalah seorang adik, tiba-tiba kamu berbuat jahil kepada kakakmu. Kakakmu yang tidak tahan dengan perilakumu kemudian membuatmu menangis padahal sebenarnya kamu yang memang salah telah mengganggu kakakmu dari awal. 

Nah, keadaan ketika kamu tidak terima dibuat menangis oleh kakakmu akhirnya kamu adukan kepada orangtua agar kakakmu disalahkan ini adalah fenomena kamu tengah melakukan playing victim. 

Kalau bisa dibilang, tentu saja hal ini tidak benar bukan? Ini merupakan sebuah hal yang tidak sepatutnya kamu lakukan. Pada tulisanku kali ini aku tidak akan membahas mengenai playing victim, namun aku ingin membahas suatu hal yang jauh lebih dalam yaitu victim blaming. 

Well, kalau kamu penasaran mengenai hal ini, aku sarankan kamu untuk membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.  

Ilustrasi Victim Blaming, Sumber: Thejakartapost.com
Ilustrasi Victim Blaming, Sumber: Thejakartapost.com
Secara sadar atau tidak, salah satu cara seseorang untuk menghadapi sebuah peristiwa atau masalah adalah dengan mengambil peran sebagai korban. 

Hal inilah yang disebut dengan playing victim sebagaimana yang telah aku mention di awal. Berdasarkan pakar psikologi, cara ini biasa dilakukan oleh mereka yang merasa takut atau tidak berani menghadapi dan mengakui keberadaan amarah dalam dirinya. 

Adanya rasa takut ini ditambah kekhawatiran akan mendapat tekanan atau perlawanan dari orang lain, membuat orang kerap melakukan playing victim lebih dulu mengambil peran korban. Ini diambil sebelum dia di cap sebagai pihak negatif oleh sekitar. 

Pada sisi yang lain, ketika hendak merespon adanya peristiwa atau sebuah tragedi yang tengah terjadi pada orang lain, seseorang juga kerap melakukan victim blaming atau sikap menyalahkan korban. 

Contohnya, ketika seseorang ketahuan berbuat jahat atau tidak benar di muka publik dan masyarakat luas mengetahuinya, seringkali kemudian ia menjadi sasaran empuk cibiran dan hujatan khalayak. Sekalipun, ia telah mendapatkan hukuman dari pihak yang selayaknya memberinya hukuman. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa seseorang yang melakukan victim blaming cenderung memojokkan dan mengucilkan si korban. Serta, tidak sama sekali menyalahkan si pelaku bahkan apabila orang yang melakukan victim blaming ini adalah si pelaku kejahatan sendiri, biasanya ia akan membenarkan perilaku yang ia lakukan. Tentu saja ini adalah hal yang paling menyebalkan menurutku. 

Biasanya, victim blaming ini sering terjadi pada kasus-kasus seperti kasus pelecehan seksual dari mulai yang ringan hingga berat, atau pada kasus pencurian. 

Sejatinya, banyak sekali kasus victim blaming yang berdasar pada ketidaktahuan atau ketidakpedulian orang lain terhadap detail apa yang tengah terjadi. 

Respon ini juga acap kali dilakukan akibat adanya perasaan atau ilusi bahwa dengan menyalahkan korban, dunia seperti sebuah tempat yang sungguh aman. 

Dan yang paling mencengangkan, alasan pelaku melakukan hal ini adalah tidak ada orang yang sungguh-sungguh ingin merugikan atau mencelakakan orang lain kalau tidak dipancing atau dipicu oleh si korban itu sendiri. 

Sebut saja pada kasus pemerkosaan. Orang yang melakukan victim blaming akan cenderung menyalahkan pakaian korban ketika peristiwa terjadi atau mencari-cari kondisi lain seperti korban yang pulang malam sendirian, korban yang berjalan dengan menarik perhatian, dan kemungkinan-kemungkinan yang lain. 

Di Indonesia sendiri, victim blaming ini merupakan salah satu hal yang kerap terjadi. Sudah berapa banyak kasus dimana sebenarnya yang bermasalah hanya dua orang, tapi satu negara ikut menghujat, memviralkan bahkan membuat mental si korban benar-benar terserang? 

Hal ini tentu saja erat kaitannya dengan nilai budaya serta moral di Indonesia yang seringkali keliru dalam penerapannya. Ini lekat dengan sikap netizen maha benar yang sebenarnya sama sekali gak penting.

Dan benar saja, nilai-nilai tadi tak seharusnya menjadi dasar atas sebuah perundungan terutama terhadap korban dari peristiwa yang tidak mengenakkan tadi. 

Oleh karena itu, memang diperlukan kesadaran serta edukasi lebih masif mengenai victim blaming ini sendiri. Fakta dimana, dibalik parahnya efek playing victim, ada victim blaming yang tak kalah besar impact-nya pada kesehatan mental seseorang. 

Ada banyak sekali kok cara agar kamu tidak menjadi satu dari sekian banyak orang yang terbiasa melakukan victim blaming ini baik secara sadar maupun tidak. Adapun cara-cara yang bisa diri kamu lakukan adalah diantaranya

Pertama, fokuslah pada hal penting ketika mendengar atau berhadapan dengan peristiwa atau kasus yang tak mengenakkan. 

Kedua, memberikan waktu kepada korban untuk terbuka dan menceritakan masalahnya.

Dengan memberikan ruang seperti itu, kita telah memastikan hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh korban. 

Apalagi kalau kasusnya berhubungan dengan hukum, kita yang awam jangan terlalu ikut campur mengenai apa yang sedang terjadi. Cukuplah agar pihak berwajib yang menangani. Kita tidak memiliki hak untuk ikut menghakimi.

Ketiga, jangan kaitkan peristiwa yang tengah terjadi dengan emosi pribadi.

Pastikan kamu telah memiliki informasi dari berbagai sisi serta dahulukan logika ketika hendak menilai atau bahkan menghakimi. Hal ini berlaku baik untuk korban atau si pelaku itu sendiri.

Well, satu hal yang perlu kita bersama sadari adalah, sikap victim blaming ini sungguh tidak membantu siapa-siapa sama sekali. Justru, dengan kita melakukan ini, maka kita telah memojokkan si korban lebih jauh. 

Dan tentu saja daripada hanya bersikap saling menyalahkan, akan lebih baik jika berhenti untuk memarginalisasi korban kemudian bersikap lebih baik ketika merespon atau menghadapi berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kita. 

Percayalah dengan sebuah petuah baik mengenai, barangsiapa menanam hal baik, maka ia akan menuai kebaikan yang sama. Indahnya lagi, kalau tidak bisa dituai sekarang, itu akan dituai pada suatu hari nanti. Semoga tulisan ini bermafaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun