Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Personal Boundaries, Batasan Manis Kunci Hubungan Berjalan Harmonis

12 Mei 2021   19:08 Diperbarui: 13 Mei 2021   15:36 1931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hubungan antar dua orang. Sumber: mindbodygreen.com

"Pagar tak selalu dibangun untuk mengekang, terkadang adanya ia dibutuhkan untuk menciptakan aman."
-Puja Nor Fajariyah

Manusia merupakan makhluk sosial yang pasti dalam kehidupannya bersinggungan dengan manusia lainnya. Sulit sekali untuk menghindari fakta ini. Mau se-introvert apapun karakter seorang manusia, tidak akan menjadi pemakluman ia untuk tidak berinteraksi dengan orang lain. Bahkan seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan atau gangguan mental sekalipun seperti seorang sosiopath juga membutuhkan orang lain dan ada orang lain yang pasti memaksakan untuk berinteraksi dengannya.

Dari sebuah proses interaksi ini, maka terjadilah yang namanya proses komunikasi. Well, kali ini aku hendak membahas mengenai satu hal yang masih ada kaitannya dengan apa yang aku sampaikan di awal tulisanku kali ini dan memang sedikit aku singgung pada tulisanku kemaren. So, kalau kamu penasaran mengenai hal ini, aku sarankan kamu untuk membaca tulisanku kali ini hingga selesai agar mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.

Yap, kali ini aku hendak membahas suatu hal yang dalam psikologi dikenal dengan istilah personal boundaries. Seringkali manusia satu bersinggungan dengan manusia yang lain hanya karena terdapat perbedaan dalam pola berkomunikasi keduanya yang kemudian membuat salah satu pihak merasa tidak nyaman. Adanya perbedaan tadi sebenarnya ya wajar, negara kita saja memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika alias berbeda-beda tapi tetap satu jua. Adanya perbedaan tadi bukan lantas memisahkan namun seharusnya mampu mengakrabkan.

Rumah saja membutuhkan pagar, agar ia aman dan orang asing tidak sembarangan masuk. Apalagi dengan diri kita yang berharga ini. Dengan memiliki boundaries maka kita dapat membatasi diri kita dan orang lain hendak sejauh mana bersikap satu sama lain agar sama-sama berada dalam zona aman dan nyaman.

Kamu sepakat tidak kalau seringkali kita merasa sulit banget buat ngasih batesan ke diri kita sendiri? Sering aja gitu kelewat batas ketika hendak ngelakuin sesuatu bahkan ketika melakukan hal yang cenderung membahayakan, tapi kita sendiri gak sadar. Padahal nih ya, adanya batasan ini adalah satu hal yang penting banget dalam hal pembentukan identitas seseorang. Terlebih lagi, ia sendiri adalah aspek penting dari well-being dan kesehatan mental kita.

Pada pengertiannya, melansir dari Parkview Student Assistance Program (IPFW) boundary atau boundaries ini merupakan batas atau ruang antara diri kita dengan orang lain. Nah, kalau kembali pada analogi rumah tadi, adanya pagar adalah untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan penghuni rumah dari ancaman yang datang dari luar bukan? Sama dengan hal itu, tujuan dari menetapkan batasan ini tentu saja untuk melindungi dan menjaga diri kita baik-baik. 

Tapi nih ya, banyak orang yang mengaku bahwa menerapkan personal boundaries ini sendiri susah sekali. Bukan tanpa alasan, tapi karena beberapa hal seperti kita orang Indonesia yang cenderung gak enakan dan selalu mengedepankan kebutuhan dan perasaan orang lain sebelum kita sendiri, kita yang memang belum mengenal dengan baik diri sendiri, merasa bahwa tidak memiliki hak atas orang lain, kita yang percaya kalau adanya batasan ini justru akan merusak sebuah hubungan atau kita yang memang belum atau tidak pernah belajar mengenai bagaimana cara memiliki batasan yang sehat.

Meskipun memang sebegitu susahnya, tetapi sebenarnya dengan adanya batasan pribadi atau personal boundaries ini justru merupakan kunci untuk memastikan masing-masing individu dalam sebuah hubungan sama-sama saling menghargai, mendukung, serta peduli. Percaya atau tidak, adanya batasan ini sebenarnya bisa dijadikan sebagai tolok ukur self-esteem seseorang ketika menetapkan batas untuk apa saja perilaku-perilaku orang lain dapat diterima.

Jujur saja, aku memiliki sebuah pengalaman buruk di awal perkuliahan tepatnya di semester 3-4 ketika memilih teman sekamar di kontrakan dan tidak membangun batasan di awal memutuskan untuk sekamar dengan temanku itu. Ada beberapa kebiasaan dari teman sekamarku yang jujur saja terkadang membuatku begitu resah namun karena aku juga yang tidak berani berkomunikasi asertif dengannya mengakibatkan yasudah permasalah yang aku rasakan tidak terselesaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun