Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengelola Uang Lebih Sulit dari Mengelola Hati? Ini Jawaban dari Kacamata Psikologi

6 Mei 2021   06:53 Diperbarui: 6 Mei 2021   07:51 2237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tidak semua kesuksesan karena kerja keras dan tidak semua kemiskinan karena kemalasan. Ingatlah ini saat menilai orang, termasuk anda sendiri."
-Morgan Housel

Apa sih yang kamu rasakan ketika tidak punya uang? Atau siapa dari kamu yang pernah bercita-cita untuk hidup berkecukupan tanpa harus memikirkan mencari uang? Ya tentu, menurutku semua orang akan mengalami fase ini. Fase dimana, yang katanya berprinsip bahwa uang bukan prioritas utama tapi alam bawah sadarnya tidak menyepakati apa yang dikatakan olehnya. Benar, faktanya memang mau orang kaya, sederhana, atau bahkan orang yang tak punya tetap membutuhkan uang dalam kesehariannya.

Aku mau nanya lagi nih, siapa dari kamu yang sudah berusia dua puluh tahunan? Nah, manusia di fase ini nih yang biasanya juga setiap harinya akan dihadapkan dengan keadaan membutuhkan uang, uang, dan uang. Tahu gak sih meme yang biasanya orang berumur dua puluh tahunan bagikan? Isinya seperti ini,

 "Selamat datang di fase umur dimana minta duit ke orang tua malu, gak minta duit gak hidup".

Hal ini bukan tanpa alasan, namun memang berdasarkan penelitian, masa usia dewasa awal yang kalau dari faktor pemenuhan kebutuhan memang sedang banyak-banyaknya.

Ada lagi nih, sempat gak sih kita kepikiran kalau untuk mendapatkan itu kayak sulit banget sedangkan buat menghabiskannya gampang banget. Misal nih ya, kita ingin punya uang 3 juta. Pada akhirnya, kita yang berusia dewasa awal, usia-usia mahasiswa lah ya, bekerja sambilan dan baru bisa mengumpulkan uang tiga juta nih satu bulan. Lalu, uang tiga juga ini bisa kita habiskan dengan sekejap hanya dengan kita belanjakan dalam satu waktu. Seolah, tidak sebanding dengan waktu yang kita habiskan untuk mendapatkan uang itu dengan menghabiskannya. 

Well, dalam tulisanku kali ini aku ingin membahas terkait uang atau lebih tepatnya mengenai manajemen keuangan namun dari kacamata psikologi. Anggap saja, aku sedang impersonate Mr. Crab dalam serial kartun Spongebob Squarepants dalam sejenak. Penasaran gak sih mengenai hal ini? kalau iya, kamu bisa membaca tulisanku kali ini hingga selesai.

Dari beberapa paparan pertanyaan yang aku sampaikan pada awal tulisanku tadi, barangkali kamu akan menyepakati bahwa salah satu hal yang paling susah dalam kehidupan manusia adalah perihal memanajemen atau mengatur keuangan yang dimilikinya. Memang sih, tak hanya keuangan, perkara manajemen masih menjadi salah satu momok yang menghantui karakter orang Indonesia itu sendiri. Bahkan, ada sebuah titel yang sering kali melekat ketika berbicara mengenai karakter orang Indonesia adalah "Pemalas". 

Tentu saja, aku tidak menyepakati hal tersebut. Sebab pada faktanya memang tidak semua orang Indonesia itu pemalas. Aku beranggapan generalisasi sebuah sifat dalam mencerminkan karakter suatu bangsa adalah dilihat dari aspek apa yang hendak ditonjolkan. Apabila ia adalah aspek positif, maka memang perlu untuk digeneralisir. Contohnya, orang Indonesia yang terkenal ramah di mata dunia. Nah, tapi kalau ranahnya negatif, maka akan lebih tepat untuk menggambarkan secara personal saja.

Oke, kembali ke pembahasan mengenai manajemen keuangan. Aku pernah diberikan pertanyaan seperti ini, 

"Eh Puj, kalau ngelola uang itu tuh logis nih ya, tapi kok masih ada gitu kayak kita-kita nih yang kadang bersikap bodoh untuk terjerat hutang demi kebutuhan konsumtif" 

Iya, aku memang akui bahwa hal ini tak hanya terjadi padaku dan temanku saja, pasti juga banyak dari orang di luar sana atau kamu yang sedang membaca tulisanku kali ini melakukan hal yang sama. Terkadang, kita rela untuk menghamburkan bahkan mengambil resiko dengan berhutang hanya demi sebuah rasa kepuasan.

Biasanya nih ya, salah satu hal yang juga memicu perdebatan sebuah pasangan tuh ya gak jauh-jauh perihal uang. Bahkan, saking sengitnya dan kalau sudah tak menemui titik ujung, maka sebuah pasangan akan memilih jalan perpisahan. Padahal, ada satu fakta yang harusnya disadari, yaitu uang tidak berpihak kepada siapapun. Mengapa begitu?

Ya lihat saja, apa yang ditunjukkan dalam tabungan atau laporan keuangan itulah yang kenyataannya perlu untuk dijadikan acuan, bukan perdebatan. Harusnya, dari pengeluaran tadi jangan diperdebatkan tapi didiskusikan. Budaya konsumtif adalah salah satu alasan yang seringkali menghantui orang Indonesia. Dan ya, hal ini sudah menjadi permasalahan bersama.

Catatannya, kita perlu untuk mengedukasi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita bahwa perkara manajemen keuangan atau manajemen finansial adalah satu hal yang kita sudah hatam dalam prakteknya sedari berada di fase usia dewasa awal. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk dapat menambah wawasan keilmuan kita mengenai hal ini. 

Salah satunya, kita bisa membaca salah satu buku keuangan dan investasi pribadi yang berjudul "The Psychology of Money" yang ditulis oleh Morgan Housel.

Buku The Psychology of Money by Morgan Housel-Sumber: Shopee
Buku The Psychology of Money by Morgan Housel-Sumber: Shopee
 Ia adalah salah satu sosok partner di Collaborative Fund tempat dia menulis blog reguler. Sebelum bekerja disana, ia merupakan seorang kolumnis untuk Wall Street Journal and Motley Fool.

Buku ini berbahasa inggris, namun menggunakan bahasa yang to the point dan tidak bertele-tele sehingga mudah untuk dipahami. Kalau kamu adalah orang yang merasa memiliki kapasitas kecerdasan yang biasa-biasa saja dan merasa karenanya akan sulit untuk mencapai kesuksesan, maka dalam buku ini hal tersebut sama sekali tidak benar. Terdapat premis dalam buku ini yaitu isinya seperti ini, 

"Sukses dan uang itu tidak ada hubungannya dengan seberapa pintar kamu, namun segala sesuatu tadi adalah berkaitan langsung dengan bagaimana kamu berperilaku." 

Bahasan yang dibawakan dalam buku ini begitu majemuk, pembahasan mengenai uang dan manajemennya dibahas dari berbagai sudut pandang. Hal ini didukung dikarenakan Morgan Housel adalah sosok multidisiplin. Maksudnya, ia adalah sosok yang sering membaca hal-hal diluar topik keuangan, namun juga topik lain seperti biologi, sejarah, dan fisika. Itulah mengapa, pengamatan yang ia tuangkan dalam buku ini dapat diterapkan ke berbagai bidang.

Terdapat lima aturan yang dapat kita rangkum terkait dengan mengelola dan manajemen keuangan yang bersumber dari buku The Psychology of Money ini, yang mana memang perlu untuk kita tanamkan menjadi mindset bersama. Jadi, gak bakal ada lagi tuh yang namanya musuhan sama uang padahal ya uangnya juga gak salah. Yang salah ya manusianya, iya bukan? So, yuk cek lima aturan dalam psikologi uang dibawah ini,

Aturan pertama, semakin dikejar ia akan semakin jauh.

Ini nih udah kaya salah satu lagu yang liriknya begini, "Semakin ku kejar, semakin kau jauh, tak pernah letih tuk dapatkanmu..." dan ya, faktanya memang uang tuh kalau dimirip-miripin ya mirip juga sama perempuan. Kalau di lirik lagu tadi yang dimaksud dikejar makin jauh adalah perempuan. Maka dalam psikologi uang adalah uang itu sendiri. Yang seharusnya kita lakukan adalah bukannya terlalu fokus mengejar tetapi fokuslah dalam meningkatkan kemampuan diri. Kalau sudah begini, bukan cuma uang yang akan mengikuti, ya tapi si perempuan tadi juga tanpa dikejar udah pasti bakal mengikuti.

Aturan kedua, The Power of Compounding.

Maksudnya, bukan seberapa banyak namun seberapa konsisten. Perkara ini, aku temui sendiri pada beberapa temanku yang bermain reksadana atau saham. Dimana, bukan seberapa banyak mereka tanam modal atau berinvestasi di keduanya yang kemudian dapat cuan, namun meskipun modalnya biasa-biasa saja namun ia konsisten belajar, konsisten memerhatikan kondisi pasar saham dan lain-lain ya merekalah yang bisa lebih banyak cuan. Sebenarnya tuh, penanaman mengenai nilai the power of compounding ini sudah ada sejak kita masih kecil. Ingat tidak dengan peribahasa "Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit?" dan ya, itu benar adanya, menanamkan bahwa konsistensi dalam berbuat baik akan menuai hal yang baik pula.

Aturan ketiga, tahu kata "cukup" biar gak jadi "money hunter"

Baru-baru ini aku menonton salah satu video yang tranding yaitu DPR musikal dimana secara pemaknaannya tuh ada lirik yang dinyanyikan oleh Andovi bunyinya seperti ini, "Persetan rakyat" dan ya, kata persetan rakyat karena lebih mementingkan proyekan daripada masa depan rakyat itu adalah salah satu ciri dimana seorang manusia tidak lagi mengenal dan tahu makna kata cukup. Meskipun sudah memiliki banyak uang, ia tidak pernah merasa cukup dan ya ujung-ujungnya menjadi koruptor karena kebablasan dan keenakan menjadi seorang money hunter alias pemburu uang.

Aturan keempat, berhenti pamer kekayaan.  

Biasanya, hal ini dicontohkan di berbagai film. Dimana, ada adegan yaitu orang  yang kaya sering kali menghabiskan uang untuk memamerkan kekayaannya terhadap orang lain agar dapat membuatnya iri atau bahkan merasakan kepuasan. Iya, kepuasaan diatas penderitaan orang lain. Secara psikologis, ketika kamu misalnya melakukan hal ini maka tanpa sadar itu akan mencabut kenikmatan dari setiap kekayaan yang kamu miliki dan bisa membuatnya hilang. Jadi, daripada pamer kekayaan, harusnya ya disedekahkan bukan?

Aturan kelima, When you'll believe anything

Kalau Bonek Surabaya adalah singkatan dari Bocah Nekat, maka kamu yang barangkali seorang bocah berumur dua puluh tahunan ini harus menjadi Boyak alias Bocah Yakin. Sedikit maksa ya aku bikin singkatan? Tapi tak apalah, faktanya memang benar, keyakinan dapat mempengaruhi pola kita dalam bekerja. Semuanya tentang memulainya dengan keyakinan yang penuh. Optimis, berpikir positif adalah faktor pendukung yang dapat memacu keyakinan yang tadi hanya dipikirkan dalam angan menjadi sebuah tindakan yang direalisasikan.

Nah, itu tadi pembahasan mengenai banyak hal seputar manajemen keuangan dan finansial. Meskipun aku menulis mengenai hal ini, bukan berarti aku sudah mahir dalam prakteknya, namun aku pun masih sama-sama belajar setiap harinya. Harapanku, semoga kita semua termasuk pada golongan orang-orang yang memahami uang dan dapat memanajemennya dengan baik hingga kita tua nanti. Mengelola uang sebenarnya tidak lebih dari sulit dari mengelola hati kok! Well, terima kasih sudah mau membaca hingga akhir, semoga tulisanku bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun