Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Borderline Personality Disorder: Kenali dan Dekati, Jangan Dijauhi

5 Mei 2021   06:27 Diperbarui: 5 Mei 2021   18:00 1719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi borderline personality disorder (Sumber: ilustrasi gangguan mental (pexels.com/Alex Green)

Penyebab dari gangguan kepribadian ambang ini sendiri belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan hasil dari penelitian didapatkan data dan fakta bahwa kondisi ini memiliki keterkaitan dengan faktor genetika, terdapatnya kelainan pada otak, serta lingkungan yang berada di sekitar kita. 

Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa penyakit mental ini bisa saja diwariskan oleh keluarga kita. Di mana berupa kondisi otak yang tidak sempurna sejak lahir menyebabkan produksi bahan kimia tertentu yang berada di otak menjadi bermasalah, lalu menyebabkan kemampuan kerja otak dalam mengatur suasana hati tidak berfungsi dengan optimal.

Nah, kalau melihat apa yang terjadi pada Alice di film, meski digambarkan dengan cara yang lucu, ia banyak sekali menampilkan adegan di mana mengalami perubahan suasana hati dan hubungan yang tidak stabil. Ia banyak sekali menunjukkan gejala BPD dalam perannya. 

Untungnya, ketika perilakunya telah membuat orang-orang terdekatnya menjauh, termasuk terapisnya, ia mulai menangani kondisi kesehatan mentalnya dengan lebih serius dan berusaha untuk mempertahankan orang-orang yang dia cintai dalam hidupnya.

Orang dengan gangguan BPD membutuhkan bantuan oleh orang-orang terdekat dan lingkungannya untuk dapat lepas dari belenggu penyakit mental yang mereka rasakan. 

Itulah kenapa, kita yang diberikan mental yang sehat perlu untuk aware dan turut peduli atas mereka yang tidak seberuntung kita. 

Itulah mengapa, dari sini kita juga kembali belajar bahwa perkara kesehatan mental bukan lagi satu hal yang tabu untuk dibicarakan. 

Kita perlu untuk memberikan ruang kosong di otak dan hati kita dalam bersikap terhadap kondisi dan orang-orang yang mengalami gangguan tadi.

Semoga, tulisan ini bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun