Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Artikel Utama

"Rhotascim", Berbicara dan Berbahasa Juga Ada Seninya

25 Februari 2021   13:41 Diperbarui: 1 Maret 2021   14:16 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash

"Mungkin cara terbaik untuk membuat diri tenang adalah berbicara dengan diri sendiri, dan meyakinkan kalau semuanya akan baik-baik saja"
-Puja Nor Fajariyah

Pagi tadi aku tidak sengaja membuka dan membaca ulang beberapa materi perkuliahan di semester-semester lalu. Salah satu materi yang aku baca cukup lama adalah terkait perkembangan bahasa pada anak usia dini.

Dan, aku tertarik untuk membahas lebih jauh kali ini mengenai salah satu fenomena atau sebut saja kasus dalam perkembangan bahasa yang sering terjadi pada manusia dan terjadi sejak anak masih berusia dini. Barangkali kamu sudah akrab dengan istilah "Cadel" bukan?

Benar, kali ini aku ingin membahas mengenai hal ini. Namun, tentu saja aku ingin mengulasnya masih dari sudut pandang Psikologi. Apakah kamu tahu bahwa istilah "cadel" sendiri memiliki istilah lain dalam dunia Psikologi? Ya, ada. Adapun dalam dunia Psikologi klinis, istilah cadel dikenal sebagai Rhotascim.

Sumber: Pinterest
Sumber: Pinterest
Sebelumnya, mengapa seseorang bisa mengalami rhotascim?
Kita ketahui bersama bahwa yang namanya perkembangan ketika anak masih berusia dini tidak dapat berkembang dengan optimal tanpa adanya stimulus yang diberikan oleh orang tua, guru, atau lingkungan terhadap anak tersebut.

Stimulus-stimulus tadi memiliki fungsi untuk melatih dan membuat anak untuk terbiasa atas pemberian respon tertentu. Dan apabila sudah terbiasa, tanpa sadar ia sebenarnya telah melatih salah satu aspek perkembangannya tadi.

Dalam menstimulasi perkembangan bahasa pada anak usia dini, orang tua biasanya melatih dengan mengajak anak berbicara, memberikan respon yang baik ketika anak mengajak orang tua berbicara dan lain sebagainya. Salah satu kebiasaan yang seringkali orang tua salah menerapkan ketika berbicara dengan anak adalah berbicara dengan artikulasi yang tidak tepat.

Contohnya, kata "Pulang" dikatakan dengan "Puyang" atau "keluar" dikatakan dengan "kelual" dan lain-lain. Meskipun terdengar attractive ketika diterapkan saat berbicara dengan anak, namun kebiasaan seperti ini justru akan membuat anak secara tidak sadar merekam kosakata yang salah dalam memori di otaknya.

Kita ketahui bersama bahwa salah satu indera pada anak yang pertama kali berfungsi adalah indera pendengaran. Hal ini berfungsi sejak bayi masih berada dalam kandungan sekalipun. That's why, orang tua perlu untuk aware ketika berbicara dengan anak, tidak perlu "mencadel-cadel-kan" diri sendiri. Karena hal ini dapat berimbas kepada anak yang justru akan mengalami rhotascim alias cadel itu sendiri.


Rhotascim sendiri adalah sebuah istilah medis yang dikenal dalam dunia psikologi klinis terhadap orang-orang yang memiliki kesulitan dalam mengucapkan huruf R, T, D, N, serta L. Huruf-huruf ini sendiri merupakan huruf-huruf yang dalam pelafalannya menggunakan fungsi lidah bagian depan. Memang, meskipun dianggap sederhana, namun bagi sebagian orang pelafalan huruf-huruf diatas tadi begitu menyulitkan.

Dipandang dari kacamata medis, terdapat beberapa penyebab mengapa seseorang bisa rhotascim, diantaranya,

Pertama, disebabkan oleh kurang matangnya sistem saraf otak yang mengatur kemampuan berbahasa atau berbicara.
Adapun sistem saraf ini dikenal dengan area Broca dan area Wernicke.

Usia menjadi penguat akan matang atau tidaknya suatu sistem saraf pada otak. Itulah mengapa penting atau perlu kiranya untuk memperhatikan faktor-faktor seperti ini ketika orang tua atau guru hendak untuk mengajarkan berbahasa pada anak atau murid mereka.

Kedua, terganggunya koordinasi bibir dan saraf motorik otot-otot lidah.
Sering gak sih kita terkadang bingung, mengapa ketika kita meminta orang rhotascim melafalkan huruf-huruf tertentu yang tidak bisa mereka ucapkan? Ketika kita memperhatikan seolah susah sekali dan justru membuat kita merasa kasihan.

Dan ya, hal ini karena terdapatnya gangguan pada koordinasi antara bibir dan syaraf motorik pada otot-otot lidah orang tersebut.

Ketiga,mengalami ankyloglossia atau tongue tie. Ini merupakan perbedaan panjang pendeknya frenulum linguae. Frenulum linguaeini merupakan jaringan atau lipatan membran mukus yang menhubungkan antara bagian dasar mulut dan bagian tengah bawah lidah.

Bagian ini dapat terlihat ketika lidah digerakkan ke arah atas. Frenulum linguae yang pendek membuat gerakan lidah menjadi terbatas atau lidah sulit bergetar, sehingga sulit melafalkan huruf-huruf.

Dari ketiga penyebab tadi, sebenarnya ada lagi yaitu kebiasaan yang seringkali dilakukan oleh anak usia dini yang berada pada tahap oral kalau dilihat dari teori psikoanalisisnya Freud. Dimana, ketika berada pada tahap oral, anak usia dini biasanya seringkali memasukkan benda apapun ke dalam mulutnya dan memiliki kebiasaan yaitu menghisap ibu jari.

Ingat tidak sih dengan salah satu kebiasaan orang dahulu yang bilang, "Jangan ngemut jempol, gak baik!" itu sebenarnya memang memiliki keterkaitan dengan rhotascim ini.

Kebiasaan mengemut atau mengisap jempol pada anak usia dini sebenarnya merupakan kebiasaan yang tidak baik. Meskipun dianggap wajar terutama ketika anak masih berada pada kenikmatan oral, namun tentu perlu untuk orang tua atau guru memberikan batasan.

Kebiasaan ini dapat mempengaruhi gerak lidah dan mulut dalam bergerak. Justru yang perlu untuk dilakukan ketika masa-masa oral ini adalah sesering mungkin untuk orang tua dan guru melatih otot lidah, mulut, dan rahang anak. Banyak caranya, seperti halnya menyanyi sembari menatap anak dengan berharap anak mengikuti apa yang sedang dinyanyikan.

Membawa anak ke pantai untuk melepaskan emosi kebahagiannya, biasanya anak akan berteriak kegirangan ketika bahagia dan yang terakhir adalah dengan mengajak anak menghafalkan kosakata-kosakata sederhana seperti kata "Mama", "Papa", "Kakak" atau lain-lainnya.

Apakah Rhotascim bisa diatasi?
Sebenarnya, memang bisa. Orang-orang yang mengalami rhotascim memerlukan yang namanya terapi dan latihan khususnya dalam pelafalan huruf-huruf yang menurut mereka cukup sulit untuk dilafalkan. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah usia ketika melakukan terapi tersebut. 

Kalau kita sudah rhotascim sejak lama dan baru mau terapi saat usia tiga puluh tahunan, maka tentu saja bukan tidak bisa namun akan sedikit sulit untuk memulihkannya. 

Sebisa mungkin, orangtua dan guru harus dapat mendiagnosa ketika dirasa anak atau murid mereka mengalami salah satu gangguan dalam berbicara atau perkembangan bahasanya. Dan, dengan mengetahui apa yang salah, maka orang tua dan guru bisa dapat mengatasi permasalahan tadi.

Salah satu hal positif yang bisa kita ambil dari rhotascim ini adalah fakta bahwa dalam hal berbicara dan berbahasa memang ada seninya.Tidak semua orang memiliki cara berbicara dan berbahasa yang sama. Meskipun memiliki maksud yang sama, bisa jadi cara berbicara atau bahasa yang dikeluarkan oleh antara orang yang satu dengan lain adalah berbeda.

Memang, menjadi berbeda dari kebanyakan orang seringkali membuat orang-orang rhotascim merasa insecure atau tidak percaya diri dalam beberapa kesempatan. 

Seperti halnya takut untuk berbicara di depan umum karena khawatir ditertawakan, dianggap aneh ketika berbicara, atau enggan karena alasan yang tidak jelas. Dan tentu saja dengan adanya kekhawatiran seperti ini , maka bukan tidak mungkin rhotascim juga erat kaitannya dengan kesehatan mental si orang tadi.

Angkie Yudistia- Seorang Rhotascim sekaligus Penyandang Disabilitas yang Menjadi Staff Khusus Milenial Presiden Joko Widodo di Bidang Sosial (Sumber:JPNN.com)
Angkie Yudistia- Seorang Rhotascim sekaligus Penyandang Disabilitas yang Menjadi Staff Khusus Milenial Presiden Joko Widodo di Bidang Sosial (Sumber:JPNN.com)

Padahal, banyak sekali tokoh publik atau bahkan salah satu Staff kepresidenan kita yang seorang rhotascim. Ia adalah Angkie Yudistia. Bahkan selain rhotascim, Angkie juga seorang penyandang Disabilitas. 

Namun, ia percaya diri dengan apa adanya dirinya dan menjadikan perbedaan yang ia miliki sebagai batu loncatan untuk membuktikan kalau menjadi berbeda bukan tidak boleh untuk menjadi luar biasa.
Kalau kamu seorang rhotascim, maka percaya dirilah.

Tidak apa-apa merasa sulit melafalkan beberapa huruf, namun jangan sampai membuat rasa percaya dirimu surut. Tidak apa-apa menjadi berbeda, karena kamu menjadi unik dengannya. Kalau kamu adalah orang yang sering memandang orang rhotascim dengan sebelah mata, maka mulai dari sekarang cobalah untuk membuka mata.

Berhentilah fokus pada titik-titik yang kamu anggap berbeda, karena dengan kamu hanya fokus ke titik-titik itu saja, kamu menjadi lengah dan tidak sempat memandang titik sempurna yang lainnya. Semoga tulisan ini bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun