Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dutch Wife, Menilik Asal-usul Teman Tidur Masyarakat Indonesia Ini

7 Februari 2021   06:22 Diperbarui: 7 Februari 2021   07:44 1394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Siapa yang tak bisa tidur tanpa guling?"

Pernah nyadar tidak kalau ketika kita menginap di kamar hotel atau staycation di dalam kamar hanya tersedia bantal tanpa ada guling? Memang, guling sudah menjadi teman tidur yang tidak bisa ditinggalkan dan sangat melekat dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Bahkan, banyak masyarakat Indonesia termasuk aku sendiri yang susah sekali tidur apabila tidak sambil memeluk guling.

Coba saja kita pergi mendatangi satu-persatu rumah yang ada di Indonesia, dan kita pasti akan menemukan salah satu benda yang tidak pernah absen mengisi kamar tidur adalah guling. 

Faktanya, guling adalah benda yang hanya ada di Indonesia dan susah ditemukan di negara lain. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa hotel-hotel di Indonesia sendiri sangat jarang ada yang meletakkan guling dalam fasilitas kamar? 

Tentu saja rasa penasaran ini muncul ketika aku menginap di hotel dan selalu bertanya-tanya mengenai hal ini. Apakah kamu menyadari akan fakta ini? atau kamu sendiri baru sadar ketika membaca tulisanku ini?

Berbicara mengenai guling, pernah tidak sih kita terpikir mengenai asal-usul mengenai penamaan guling itu sendiri? Nah, guling sendiri adalah salah satu peninggalan dari sejarah yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat di Indonesia setelah dijajah oleh negara Belanda.

 Guling sendiri memiliki istilah lain yaitu "Dutch Wife". Kalau merujuk kepada penamaannya dalam bahasa Inggris, guling disebut "bolster" kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia, penamaan guling begitu unik yaitu tidak lain adalah "Istri Belanda". Pramoedya Ananta Toer juga menjelaskan asal mula guling ini sendiri menjadi sebuah kelakar lewat salah satu tokoh dalam novelnya yang berjudul "Jejak Langkah.

Kita tahu, bahwa negara Indonesia merupakan salah satu negara yang erat kaitan sejarahnya dengan negara Belanda. Bahkan negara kita telah dijajah selama puluhan tahun, maka tidak mungkin kalau tidak ada satupun kebudayaan yang ditinggalkan oleh Belanda tidak membekas terhadap kita. Dan, seperti yang telah aku mention sebelumnya, salah satu hal tersebut adalah guling atau "Dutch Wife" tadi. 

Pada kisahnya, guling ini sendiri hanya dapat kita temui di Hindia Belanda alias Indonesia. Hal ini disebabkan oleh datangnya orang-orang dari benua Eropa yaitu salah satunya Belanda di tanah air kita tercinta ini. 

Apabila melihat pada karakteristik manusianya, orang-orang Belanda terkenal cukup pelit sehingga pada waktu itu mereka tidak dapat membawa istri-istri mereka untuk menaiki kapal dan ikut berlayar. Pun, mereka enggan untuk memelihara gundik sehingga alternatif yang digunakan sebagai teman tidur adalah guling. 

Ingat nama "Thomas Stanford Raffles?", iya benar, tokoh yang namanya juga diabadikan sebagai nama salah satu bunga langka yang hanya ada di Bengkulu Indonesia itu juga merupakan orang yang memberikan penamaan dutch wife terhadap guling.

Sejak abad 18 hingga 19, pertama kalinya guling muncul dan menjadi sesuatu yang membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pada waktu itu, guling sendiri adalah sebuah hasil budaya yang merupakan perpaduan dari kebudayaan Eropa, China, serta Indonesia sendiri.

 Dan, asal kamu ketahui, dahulunya guling adalah salah satu benda yang hanya dapat dimiliki dan digunakan oleh kalangan menengah keatas. Dimana, tidak sembarang orang dapat memiliki dan tidur dengan guling setiap malam. Kalau sekarang, sudah pasti hal ini tidak berlaku lagi. 

Karena, guling sudah dianggap sebuah benda yang tidak lagi dispesialisasi dan tidak sembarang orang bisa memakai. Bahkan harga guling yang bisa tergolong cukup murah membuat semua kalangan dapat membeli dan tidur memeluk guling setiap malam.

Berbicara mengenai bentuk guling yang lonjong dan memanjang. Disini juga ada campur tangan kebudayaan China. Bentuk seperti ini adalah bawaan dari wilayah Asia Timur dan di China sendiri guling dikenal dengan nama "Zhufuren", di Jepang guling dikenal dengan nama "Chikufujin", serta di Korea guling dikenal dengan nama "Jukbuin". 

Dan, asal kamu tahu bahwa bahan yang digunakan sebagai guling pada zaman dahulu ialah bambu. Hal ini dikarenakan orang pada zaman dahulu hanya mengacu pada bentuk proporsional guling yaitu bulat dan panjang. Maka, dipilihlah bambu sebagai bahan guling karena faktor tersebut. 

Tetapi, sekarang guling sudah dibuat dari berbagai macam bahan, dari mulai yang berisi kapuk hingga bulu angsa. Dari mulai yang sedikit keras hingga yang sangat lembut dan nyaman untuk menemani tidur.

Dari beberapa hal yang telah aku sampaikan diatas ini, kita bersama dapat mengetahui bahwa budaya di negara kita banyak sekali terpengaruh oleh kebudayaan negara yang pernah menjajah atau datang di negara kita ya salah duanya adalah Belanda dan China. 

Hal ini kemudian yang menjadi alasan mengapa guling tidak dapat sembarang kita temui, dan bahkan bisa terbilang sulit sekali kita temui ketika kita berkunjung ke negara lain adalah karena guling memang tidak memiliki torehan sejarah untuk dapat dikenal di negara tersebut. 

Bahkan, kalau kita bertanya kepada masyarakat negara yang tidak memiliki guling seperti halnya di Australia, disana mereka pasti tidak mengetahui apa itu guling dan untuk apa guling itu digunakan. 

Bahkan, bukan  tidak ,mungkin guling dianggap sebagai salah satu benda yang aneh karena mereka sudah memiliki bantal sebagai teman tidur setiap malam dan memang tidak terbiasa menggunakan guling untuk menemani tidur. Paling mentok, banyak dari mereka yang barangkali akan lebih memilih boneka sebagai teman tidur daripada guling itu sendiri.

Kembali ke pembahasan mengenai mengapa meskipun guling adalah salah satu benda yang dapat kita temui di berbagai rumah di Indonesia, namun sangat sulit kita temui di hotel-hotel atau penginapan yang ada di Indonesia, adalah dikarenakan beberapa alasan. 

Pertama, dikarenakan hotel yang ada di Indonesia sudah menggunakan standar Internasional. 

Karena alasan ini, kita tahu bahwa memang kalau mengaca pada standar Internasional, guling tidak dikenal oleh orang di semua negara. Maka, bisa saja guling dianggap sebagai sebuah benda yang asing dan tidak diketahui bagaimana cara untuk menggunakannya ketika tamu yang berkunjung ke hotel atau penginapan tersebut bukanlah orang Indonesia.

Kedua, karena banyak hotel dan penginapan di Indonesia yang pengunjungnya adalah turis asing. 

Sebenarnya alasan ini tersambung dengan alasan pertama, dimana turis asing tidak mengetahui apa itu guling dan bagaimana cara menggunakannya. Itulah mengapa manajemen hotel atau penginapan tidak akan memasukkan guling sebagai salah satu fasilitas yang ada di hotel atau penginapan tersebut. 

Tetapi, ada beberapa penginapan dan hotel di Indonesia yang tidak meletakkan guling di kamar, tetapi pengunjung hotel dapat memintanya di resepsionis apabila benar membutuhkan ketika mengalami kejadian "tidak bisa tidur tanpa memeluk guling" seperti yang sering aku alami ini sendiri. Dan, kalau benar ada pengunjung yang melakukan hal tersebut, sudah bisa dipastikan bahwa pengunjung tersebut bukan turis asing.

Ketiga, guling dianggap dapat membuat estetika kamar hotel berkurang. 

Karena bentuknya yang lonjong dan panjang, maka dengan adanya guling diatas kasur dapat mempengaruhi estetika dan ruang yang tersisa pada kasur tempat pengunjung seharusnya tidur. Kita juga ketahui dan amini coba saja kita praktekkan di rumah, terkadang dengan adanya guling membuat kasur kita seolah penuh dan mengakibatkan kita terkadang meletakkan guling menumpuk diatas bantal. 

Alasan inilah yang juga digunakan oleh hotel dan penginapan di Indonesia. Untuk menjaga estetika kamar hotel, maka guling tidak dimasukkan sebagai salah satu fasilitas yang tersedia.

Tidak terasa kita sudah membahas bersama mengenai asal-usul guling alias dutch wife yang erat sekali dengan kehidupan kita sebagai masyarakat Indonesia. Menggunakan guling dalam tidur ternyata tidak hanya membuat kita merasa nyaman tetapi juga dapat membuat kita tidak merasakan kesepian saat tidur. 

Ketika hal ini terjadi, maka proses tidur menjadi sebuah kegiatan yang membuat badan kita benar-benar rileks dan ketika bangun kita dapat merasakan fresh dan sehat. 

Di beberapa negara bahkan, dutch wife ini dijadikan sebagai terapi bagi orang-orang yang sering kali merasa kesepian dalam hidupnya. Tidur dengan menggunakan guling juga memiliki dampak bagi kesehatan diri maupun kesehatan jiwa. Well, semoga tulisan ini dapat bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun