"Sunlight goes down, Sadness goes up"
Ketika hujan turun, selalu ada dua tipe manusia di muka bumi ini. Yang pertama, tentu saja bahagia. Betapa tidak, sudah tak asing lagi dikenal bahwasanya hujan itu adalah berkah.Â
Dengan turunnya, tumbuhan serta makhluk hidup di bumi menjadi lebih sejahtera. Mendapat pasokan air, suhu yang awalnya panas menjadi lebih dingin, makanan sekawanan bakso menjadi lebih laris karena dikunjungi oleh orang yang barangkali sembari berteduh sedang mencari kehangatan dan bagi seorang pluviophile atau pecinta hujan sepertiku, hujan menjadi salah satu pemicu ide-ide berkeliaran di otakku.Â
Salah satunya, adalah ketika tahu bahwa tema dari marathon blog competition hari ini adalah tentang hujan. Tentu saja aku merasa tertantang untuk mengambil perspektif berbeda mengenai hujan. Tak selalu tentang suatu yang puitis dan romantis.
Well, kembali ke pembahasan sebelumnya. Aku ingin bertanya, apakah ia hujan selalu membawa kebahagiaan? Ternyata, tak selalu. Bisa saja hujan justru malah menjadi biang kesedihan bagi banyak orang dengan tipe manusia kedua dalam menanggapi huja .Â
Kalau tidak percaya, coba saja tanyakan pada orang-orang yang barangkali setiap musim penghujan seperti sekarang rumahnya rawan banjir, atau orang-orang yang rumahnya tertimpa longsor karena hujan yang turun deras dan menimbulkan masalah, atau pada para pedagang es yang penghasilannya berkurang ketika musim hujan tiba.Â
Sekali lagi, memang hujan menimbulkan dua efek tergantung pada bagaimana manusia menanggapinya.Â
Itu tadi efek dari hujan yang bisa kita lihat dengan kasat mata, namun ternyata hujan pun bisa mempengaruhi kondisi psikologis atau kesehatan mental seseorang.Â
Hal ini kemudian yang hendak aku bagikan, yaitu mengenai salah satu gangguan dimana dipengaruhi oleh kondisi musim dimana matahari lebih jarang terlihat.Â
So, untuk kamu yang penasaran bisa membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.