Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Stop "Self-Harm", Melukai Fisik Bukan Obat yang Tepat untuk Menyembuhkan Luka Batin

25 Desember 2020   15:59 Diperbarui: 31 Desember 2020   14:31 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menangis adalah salah satu cara untuk membersihkan hati" (Lim Jugyeong)

Tidak semua masalah bisa kita kontrol dan tidak semua masalah itu bisa cepat selesai atau selesai dengan sendirinya. Dan terkadang untuk tetap merasa in-control, kamu sampai harus melakukan tindakan berbahaya. 

Beberapa orang yang merasa gagal, tersakiti, dan bahkan benci dengan dirinya sendiri. Ada juga yang berusaha mengontrol rasa sakitnya mental mereka adalah dengan merubah bentuknya. Dari yang awalnya rasa sakit itu terasa secara psikis, menjadi sakit secara fisik. 

Mungkin itu bisa terjadi pada diri kamu, mungkin kamu pernah mengalami hal ini, mungkin kamu sekarang sedang merasakan hal ini, dan mungkin saja ini terjadi pada orang-orang di sekitar kamu. 

Dan kali ini, aku akan mencoba sedikit membahas mengenai bagaimana caranya kita untuk merubah hal itu. Kali ini kita akan belajar bersama mengenai self-harm dan mengapa orang-orang bisa melakukan hal itu, mengapa kamu berisiko untuk melakukan itu, dan bagaimana seharusnya kita menanggapinya secara baik.

Ketika seseorang melakukan tindakan apapun secara disengaja untuk meninggalkan rasa sakit atau kerusakan di tubuhnya sendiri, itu sudah bisa dikatakan sebagai self-harm atau self injury. 

Biasanya bentuknya yang mungkin kalian cukup tahu adalah menggores kulit dengan benda tajam, menyundut kulit dengan bara api, atau mengorek-ngorek kulit hingga terluka.

Karena aku merupakan Webtoon-holic dan saat ini aku tengah menonton salah satu drama Korea yang memang terinspirasi dari Webtoon yang aku sudah baca dari tahun 2018 yaitu, "The Secret Of Angel" atau "True Beauty", pada episode 6. Setidaknya ada adegan di mana Park Yoo-na yang berperan sebagai Kang Soo Jin melakukan self harm terhadap dirinya sendiri dengan membasuh tangannya keras-keras di air mengalir hingga ia kesakitan.

Tangkapan Layar Drama True Beauty Eps. 6-Kang Soo Jin Melakukan Self-Harm (Dok.Pribadi)
Tangkapan Layar Drama True Beauty Eps. 6-Kang Soo Jin Melakukan Self-Harm (Dok.Pribadi)

Akan tetapi, self-harm ini tidak selalu menimbulkan luka yang terlihat. Bentuk self-harm lain itu dapat menimbulkan luka internal. Misalkan, konsumsi alkohol, obat-obatan terlarang, atau misalnya juga bisa berhubungan seks tanpa perlindungan itu juga bisa dikategorikan sebagai self-harm apabila motifnya adalah meluapkan emosi negatif.

But, kenapa sebenarnya orang-orang bisa melakukan self-harm? 

Penyebab utama dari self-harm adalah stres emosional yang parah, stres emosional ini sendiri tentu saja banyak sekali. Biasanya masalah yang ada di rumah, tuntutan sekolah, tekanan adaptasi, tidak percaya diri sampai gangguan psikologis khusus lainnya. 

Apabila kembali berkaca pada kasus Kang Soo Jin di drama "True Beauty", ia melakukan self-harm karena tuntutan dari orangtua akan prestasi akademik di sekolah di mana menjadi teratas kedua saja tidak cukup dan selalu dianggap kurang oleh orangtuanya. 

Tak hanya diberikan makian secara verbal, namun dengan adanya kekerasa secara fisik oleh ayah Soo Jin terhadapnya juga menjadi penguat motif mengapa ia melakukan self-harm terhadap dirinya sendiri.

Tangkapan Layar Drama True Beauty Eps.6-Ayah Kang Soo Jin yang Memaki secara verbal setelah menampar anaknya (Dok.Pribadi)
Tangkapan Layar Drama True Beauty Eps.6-Ayah Kang Soo Jin yang Memaki secara verbal setelah menampar anaknya (Dok.Pribadi)
Semua orang memang memiliki masalah mereka sendiri, tetapi orang-orang yang memiliki stres emosional yang tinggi, parah, atau yang sudah tidak bisa dihadapi, mungkin ia tidak bisa lagi untuk untuk mengungkapkan masalahnya ke orang lain. 

Pokoknya ya merasa tidak enak aja gitu untuk berbagi apa yang membuat ia berat. Padahal rasa stres ini tentu saja perlu untuk diluapkan cepat atau lambat dengan satu atau cara lainnya. Oleh karena itu, ketika orang-orang ini bingung harus bercerita kepada siapa, maka self-harm inilah yang kemudian menjadi opsi. 

Tapi pertanyaannya,"Kenapa?". "Bukannya membuat sakit diri sendiri itu malah membuat masalah tambahan?" It's not that simple dudes!

Hal dasar yang perlu kamu ketahui, bagian otak yang berperan di bagian rasa sakit fisik dan sakit hati atau sakit psikologis itu sama. Dan that's why, hilangnya salah satu jenis rasa sakit, itu akan menghilangkan rasa sakit yang lainnya. 

Dan begini, buat kamu yang barang kali pernah patah hati, pasti tahu kalau misalnya rasa sakit emosional itu sulit sekali untuk dikontrol, bahkan lebih susah dari rasa sakit fisik. 

Nah, biasanya orang udah ngeh nih arahnya ke mana. Yaudah akhirnya, rasa sakit fisik ini coba untuk dihilangkan. Harapannya, rasa sakit emosional juga hilang. 

Tapi perlu untuk diketahui bahwa tidak semua orang yang melakukan self-harm itu tahu tentang apa yang baru saja aku tuliskan ini. 

Jadi, banyak orang yang melakukan self-harm atas dasar observasi, atas dasar melihat, meniru apa yang ia lihat di film atau di mana pun. Karena, mereka menginginkan perasaan yang hendak mereka hilangkan itu tergantikan. Tapi, apakah self-harm itu beneficial untuk kesehatan mental? Jelas saja, tidak.

Justru secara mental, hal ini menambah masalah. Hal buruk ini juga pasti ada konsekuensinya. Dan konsekuensinya tentu saja adalah rasa bersalah alias penyesalan, jijik terhadap diri sendiri, atau bahkan rasa benci terhadap diri sendiri, kurangnya rasa empati terhadap diri sendiri. 

Emosi negatif yang kembali dirasakan, ini kemudian bisa mendorong seseorang untuk kembali melakukan self-harm lagi karena ia merasa perlu untuk menghilangkan rasa negatif itu dan akhirnya orang dapat terus-menerus menyakiti dirinya sendiri. 

Hal ini terus saja terjadi karena orang-orang tadi sudah terlajur terjebak pada yang namanya "Siklus Self-Harm". 

Dan masalahnya, apabila sudah terjadi siklus ini, maka selanjutnya yang terjadi adalah terjadinya eskalasi. Karena bisa jadi, dari siklus ke siklus, kamu perlu untuk menyakiti diri kamu sendiri dengan lebih sakit, dan lebih dalam untuk menghilangkan emosi yang semakin lama intensitasnya semakin naik. Ujungnya, bisa jadi adalah kecacatan. 

Jadi, kita sebenarnya tidak perlu untuk melakukan pembenaran lagi, self-harm basically memang sebuah hal yang tidak ada segi positifnya. 

Well, lantas bagaimana caranya keluar dari siklus self-harm ini apabila sudah terlanjur terjebak di dalamnya?

Langkah utama yang bisa kamu lakukan apabila kamu mengalami hal ini adalah speak-up alias beranikan diri sendiri untuk membicarakan masalah yang sedang kamu hadapi ke orang lain yang sekiranya tidak akan men-judge kamu, para profesional misalnya. 

It's Obvious, kalau kamu sudah menyakiti diri sendiri, saatnya bertemu dengan profesional. Biasanya juga, kamu akan diprioritaskan daripada masalah-masalah yang lainnya. Yang pasti juga, kamu bisa memilih sebuah layanan untuk konseling misalnya, yang itu memberikan akses mudah untuk kamu dan tentu saja sudah certified. 

Sekali lagi, hal ini karena permasalahan mental bukan permasalahan yang sepele dan bisa diselesaikan dengan mudah. 

Kedua, kenali situasi atau kondisi yang sekiranya akan memicu kamu untuk melakukan self-harm. Biasanya, self-harm itu memiliki pola. Ada barang tertentu yang biasa dipakai, ada waktu tertentu, dan tempat tertentu buat kamu melakukannya. 

Kembali lagi ke contoh kasus Soo Jin, di mana bentuk self-harm yang ia lakukan adalah mencuci telapak tangannya dengan kasar selalu di wastafel, dan ketika berada di situasi di mana nilainya berada di peringkat kedua di sekolahnya. Ada trigger-nya gitu. Kalau kamu sudah mengenali pemicu self-harm, ketika dorongan-dorongan itu mulai muncul, kamu sebaiknya menghindari hal itu.

Ketiga, ekspresikan emosi negatif yang kamu rasakan. Jadi kalau perlu nangis ya nangis, kalau perlu teriak ya teriak. Lampiaskan saja jangan kamu pendam asalkan caranya tidak sampai melukai diri sendiri, tidak sampai melukai orang lain kalau enggak di dua hal itu maka bisa dikatakan aman. 

Lebih baik lagi apabila kamu bisa mengidentifikasi emosi negatif yang kamu rasakan lalu kamu tulis dengan sespesifik mungkin. Misalnya, kamu merasakan dada kamu sesak, mata mulai berair, dan memang biasanya seperti itu. Mungkin itu sedih, tapi juga bisa jadi ada perasaan lain yang mendasarinya. Ketakutan ditinggalkan atau rasa insecure misalnya. Dari situ coba saja kamu deskripsikan apa yang kamu rasakan melalui tulisan.

Dan yang keempat adalah, buat tangan kamu sibuk. Buat tangan kamu bergerak, menggenggam sesuatu, pokoknya teralihkan dari dorongan untuk menyakiti diri sendiri. Pokoknya jangan biarkan tangan kamu free agar bisa menghilangkan dorongan ia untuk melakukan self-harm. 

Nah, kalau tadi kita sudah banyak berbicara mengenai bagaimana caranya agar kita tidak melakukan self-harm saat ada dorongannya, sekarang akan kita bahas mengenai bagaimana caranya menghindari dorongan itu sendiri.

Caranya adalah dengan mempraktekkan Self-Compassion

Nantinya, aku akan membuat salah satu tulisan khusus mengenai hal ini, sambil sekarang juga aku tentu saja perlu untuk belajar dulu sebelum kemudian membagikan hasil dari apa yang telah aku pelajari.

Intinya, self-compassion ini sendiri dipraktekkan dengan memperbolehkan diri untuk menjadi orang yang tidak sempurna. Kita memperbolehkan diri kita untuk berbuat kesalahan, memiliki kekurangan, dan merasa sensitif dengan catatan tanpa melabeli diri kita dengan hal-hal tersebut.

Cara paling gampangnya adalah coba lihat diri kamu atau sahabat kamu. Apakah sahabat kamu akan memarahi kamu, "Tuh kan, kamu payah sih!" kalau misalkan kamu salah. 

Biasanya sih, enggak. Dan dari sini, masa iya kamu mau menyalahkan dan bersikap lebih kejam ke diri kamu sendiri sih? Kamu memiliki sahabat yang sayang sama diri kamu, kamu memiliki keluarga yang deep down sayang terhadap kamu, what's an excuse? Kenapa orang lain bisa sayang dengan diri kamu, tapi kamu tidak sayang dengan diri kamu sendiri?

Diri kamu itu, worth it kok untuk diperjuangkan. Dan aku yakin, seenggaknya ada satu orang di dunia ini yang pasti mau untuk memperjuangkan kamu.

Seenggaknya kalau kamu tidak bisa menyayangi diri kamu untuk kamu sendiri, kamu itu berharga kok, aku bangga dengan kamu! 

Dengan kamu membaca tulisanku hingga selesai pula aku yakin kamu itu sebenarnya adalah sosok yang layak untuk bahagia, karena apa? 

Sekali lagi, diri kamu berharga. So, stop berlaku kejam dan menyakitinya.

Semoga tulisan ini bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun