Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - MedPsych Student at VUW New Zealand | LPDP Scholarship Awardee

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

"Kids with Special Needs", Bagaimana Mempersiapkan Masa Depannya?

11 Desember 2020   23:33 Diperbarui: 13 Desember 2020   22:53 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: www.istockphoto.com)

Anak adalah karunia, titipan yang Allah beri untuk sebuah keluarga untuk disadari bahwa ia berharga

Kalimat pembuka ini masih aku ingat terhitung setelah 2 tahun aku pertama kali mendengarnya. Kalimat ini keluar dari mulut seorang ibu yang dikarunia dua orang anak berkebutuhan khusus dalam keluarganya. 

Saat itu, aku sedang melakukan sebuah program relawan di salah satu Sekolah Luar Biasa di Kota Malang. Karena pada dasarnya aku yang jarang sekali bertemu dengan anak berkebutuhan khusus, sekalinya aku bertemu, tentu saja aku kaget.

Aku menganggap, orangtua yang dititipi oleh Allah, anak dengan kebutuhan khusus di dalam rumahnya, adalah manusia-manusia pilihan yang hendak diberikan kesempatan untuk menuai pahala setiap harinya. Bagaimana bisa? 

Ya bayangkan saja, merawat anak yang dalam tanda kutip 'normal' saja pahalanya sebegitu banyaknya, apalagi dengan anak-anak yang 'berkebutuhan khusus' yang dalam merawat dan mendidiknya membutuhkan mental dan kesabaran orangtua yang luar biasa.

Selama 2 pekan masa program itu, aku belajar banyak dari mendidik dan berhadapan langsung dengan anak berkebutuhan khusus. 

Dari mulai memahami mood, gerak-gerik, pola komunikasi yang cocok, hingga cara menenangkannya apabila ia berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. 

Dari yang aku ketahui sendiri, sebagaimana namanya, anak berkebutuhan khusus sendiri sebenarnya tak ada bedanya dengan anak normal pada umumnya. 

Mereka sama-sama merupakan anak-anak yang memiliki karakter laiknya anak-anak lain yang seumuran dengannya. Hanya saja memang, dalam beberapa aspek, ia memiliki penanganan khusus dan perlu untuk disesuaikan dengan kebutuhan yang ia butuhkan.

Dalam mengidentifikasi anak apakah ia memiliki kebutuhan khusus atau tidak, biasanya dapat diidentifikasi sejak dini. Pola yang dilakukan adalah melihat dari kebiasaan yang dilakukan oleh anak, perkembangan yang seharusnya dicapai oleh anak di usianya, atau pada hal-hal yang nampak berbeda dan terjadi pada anak. 

Itulah mengapa, orangtua perlu untuk teredukasi dan mengetahui mengenai hal ini untuk kemudian dapat mengetahui apakah anaknya adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus atau tidak. 

Hal ini perlu diidentifikasi sejak dini, agar tidak terlambat dan sebelum anak beranjak memasuki usia remaja. Karena, ketika anak telah memasuki masa remaja, akan menjadi lebih sulit lagi dalam hal penyesuaian pemenuhan kebutuhan khususnya atau bahkan cara menyembuhkan anak dari kebutuhan khususnya.

Apabila hal tersebut sampai mengganggu anak dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari dan akibatnya juga orangtua akan semakin kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan kebutuhan khusus yang seharusnya dipenuhi untuk anak.

Hal yang pertama kali dibutuhkan oleh anak, adalah aspek pendidikan. Sepakat dengan ini, Titi P Natalia M. Psi seorang Praktisi Psikologi Klinis Anak, Remaja dan Keluarga mengemukakan bahwa pendidikan untuk anak-anak special needs itu tergantung kasusnya. Tergantung apa yang menjadi kebutuhan khusus mereka. 

Kalau misalnya anak dengan kebutuhan khusus, misalnya anak dengan autisme yang memiliki kecerdasan rata-rata atau bahkan high function, maka dia bisa menyerap pelajaran-pelajaran di sekolah biasa sepanjang memang keterampilan-keterampilan lainnya yang berhubungan dengan kemampuan berkomunikasi, kemampuan berinteraksi sosial, itu sudah mendapatkan bantuan sebelumnya. Sehingga anak ini bisa berinteraksi dengan lebih baik di sekolahnya.

Kalau anak-anak dengan Intellectual Disability (ID) di mana faktor kecerdasannya di bawah rata-rata mungkin dia membutuhkan sekolah yang lebih khusus. 

Sebetulnya yang dibutuhkan adalah programnya. Jadi, ada program edukasi yang sesuai untuk setiap kebutuhannya. Untuk masa depan anak-anak dengan berkebutuhan khusus, mereka sebetulnya tidak harus selalu ada di sekolah khusus.

Hal yang penting, mereka membutuhkan program edukasi yang sesuai dengan kapasitas mereka. Yang kedua adalah orangtua harus bisa mendampingi anak untuk mengembangkan talenta-talenta lain yang dimiliki sesuai dengan minat dan bakat masing-masing anak. Sehingga suatu saat nanti anak memiliki life skill, keterampilan-keterampilan tertentu yang bisa membuat mereka cukup mandiri.

Tapi satu hal yang perlu juga untuk disadari oleh orangtua adalah ketika anak sudah memiliki keterampilan tertentu dan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana yang sudah punya pola, yang sudah punya arahan kemudian mereka bisa melakukan itu secara mandiri, biasanya mereka juga masih membutuhkan pendampingan atau supervisi. Khususnya, dalam area yang berkaitan dengan keselamatan kerja.

Kalau dari sisi finansial, itu sejak dini orangtua memang perlu mempersiapkan karena pasti membutuhkan biaya banyak untuk pendidikan, terapi, dan nutrisi yang kadang-kadang ada anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki alergi tertentu sehingga mereka nutrisinya juga harus dijaga. Pendidikannya juga begitu, butuh pengelolaan finansial yang baik sejak dini.

Selain finansial, barangkali untuk persiapan ke depannya memang orangtua perlu mungkin mempersiapkan di mana, dengan siapa nanti anak itu akan tinggal ketika mungkin orangtua tidak bisa lagi mendampingi mereka selamanya.

Perihal mempersiapkan masa depan remaja berkebutuhan khusus, sebenarnya apabila dipandang secara general bukan hanya menjadi tanggung jawab dari orangtua semata. Tapi juga lingkungan dimana anak tersebut akan tumbuh menjadi remaja dan mendewasa.

Seorang anak yang memiliki kebutuhan khusus sudah sepatutnya mendapatkan lebih banyak dukungan moral dari lingkungan sekitarnya, bukan sebaliknya. Yang seringkali terjadi justru sebaliknya di mana orangtua telah berjuang banyak mempersiapkan anaknya agar dapat mandiri dan diterima oleh masyarakat, namun justru masyarakat yang mengasingkan anak tersebut dan enggan menerimanya menjadi bagian kecil dari mereka. 

Sebut saja, dimulai dari menjauhkan atau melarang anak untuk bermain bersama, karena menganggap anak yang berkebutuhan khusus adalah anak yang 'berbeda'. 

Akibatnya, orangtua dari anak yang memiliki kebutuhan khusus tentu saja juga tidak lagi memiliki minat untuk memperbolehkan anaknya untuk keluar rumah dan bermain bersama karena berbagai pertimbangan. 

Jangka panjangnya, anak tersebut tentu saja tidak sepenuhnya bisa bersosial atau beradaptasi dengan lingkungannya apabila ia tidak benar-benar dilepas untuk berbaur secara normal dengan orang-orang atau keadaan lingkungan dimana ia tumbuh.

Kesadaran akan mendidik dan mempersiapkan manusia dengan kebutuhan khusus sekali lagi, bukan hanya tanggung jawab dari orangtua, tetapi tanggung jawab bersama.

Setiap anak adalah sama, hanya kebutuhan dan karakteristiknya yang berbeda. Berhenti menganggap anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang 'berbeda' dalam konotasi negatif. Justru, anggap mereka sebagai anak dengan kepribadian unik sehingga kamu bisa belajar banyak dari bagaimana mereka memandang sesuatu, berperilaku, dan bagaimana mereka hidup. 

Setiap anak adalah berharga, tak peduli di sisi mana ia dianggap berbeda. 

Semoga tulisan ini bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun