Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - MedPsych Student at VUW New Zealand | LPDP Scholarship Awardee

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Gender Dysphoria, Memandang Perspektif Transgender Seutuhnya

10 November 2020   06:18 Diperbarui: 10 November 2020   06:27 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustration by Lolo Camille/trans.cafe

Di Indonesia sendiri itu memang tidak melarang perubahan jenis kelamin di KTP atau di surat-surat lainnya selama atas pendampingan dari psikiater. Tapi perlu ditekankan lagi bahwa memang ada hal lain yang perlu dipertimbangkan. 

Pertama, adalah masyarakat. Masyarakat saat ini bisa dikatakan masih awam sekali perihal hal seperti ini dan memiliki banyak stigma juga soal keberadaan dari transgender ini. Waria saja yang eksistensinya sudah lama ada di Indonesia, kerap diberikan stigma dan stereotip tertentu. 

Salah satunya adalah sebagai pekerja seks komersial. Meskipun, padahal kan belum tentu. Nah, tekanan dan stigma dari masyarakat ini kemungkinan besar akan membuat dilema yang cukup besar bagi orang yang mengalami gender dysphoria. 

Kedua, keluarga. Ada kemungkinan bahwa keluarganya akan menolak dan mengucilkan orang tersebut. dan yang baru kita bicarakan ini adalah baru dampak sosial,belum lagi masalah lain. 

Seperti halnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk melakukan operasi. Yang pasti, kalau sampai gender dysphoria ini mengganggu, terapi individual itu akan membantu mereka banget. Akan membantu orang-orang dengan gender dysphoria untuk menemukan solusi yang tepat bagi mereka. Karena, beda-beda nih orang-orang dengan kebutuhannya.

Ada yang ingin, misalnya nih ya ingin menggunakan pakaian sesuai dengan gender yang ia identifikasi misalnya menggunakan pakaian yang lebih maskulin atau pakaian yang lebih feminim. Ada juga yang samapai menggunakan terapi hormon, hingga menjalani pergantian kelamin.

Jadi sebenarnya solusinya banyak banget dan kita sendiri belum mengetahui apa yang tepat untuk ornag-orang ini dan pastinya beda-beda buat orang-orangnya.

Terus kita harus ngapain kalau misalnya ada teman atau orang terdekat kita yang mengalami gender dysphoria? Nah karena masalahnya cukup kompleks, ditambah lagi dengan nilai dan norma yang dianut oleh seseorang yang berbeda-beda . Bisa dikatakan bahwa masalah ini cukup sulit untuk dilakukan secara langsung dan cepat. 

Pada akhirnya, bila ada teman atau keluarga yang mengaku sebagai seorang transgender, hal yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak menambah lagi konflik yang terjadi di dalam diri mereka. 

Pada akhirnya, yang mungkin bisa kita lakukan adalah coba dengarkan saja ketika ada teman kamu yang curhat mengenai hal itu. Karena seperti yang sudah aku katakan di awal, orang dengan gender dysphoria itu rentan sekali untuk terkena gangguan mental yang lain. 

Dan ketika teman kamu sudah bercerita bahwa hal ini itu benar-benar menggangu dia banget, kamu bisa menyarankan ke dia untuk pergi konseling atau ke tenaga profesional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun