Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Emotional Decluttering", Mendengarkan Pesan dari Perasaan Itu Penting

6 November 2020   04:24 Diperbarui: 7 November 2020   02:02 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang awalnya berguna menjadi tak lagi berguna. Emosi yang tadinya memiliki pesan, namun karena pesannya tidak didengarkan, emosinya akan tetap tersimpan. Hanya karena peristiwa yang tidak menyenangkan itu sudah berlalu, bukan berarti emosi yang ada  juga turut berlalu. Hanya karena kita sudah berpura-pura tidak merasakan atau menekan perasaan bukan berarti emosinya sudah tidak ada.

Ada tanda-tanda emosi dalam diri kita yang masih mengganggu. Contohnya, pernahkah kamu melakukan sesuatu atau melakukan sesuatu dengan tiba-tiba dan tidak sewajarnya? 

Kita pikirkan itu dan biasanya sifatnya tidak nyaman seperti marah, bentak-bentak, banting barang, atau bahkan pola pikir yang mendadak muncul dan berpola. Seperti halnya terus-menerus menyalahkan diri sendiri, secara negatif memandang kehidupan, secara negatif memandang peristiwa-peristiwa lainnya, dan pola ini terjadi secara terus-menerus. 

Jangan-jangan, ada emosi yang belum terselesaikan. Sama seperti yang terjadi pada temanku tadi, karena ia belum menyadari bahwa sebenarnya alam bawahnya masih enggan mengikhlaskan dan memaafkan, dampaknya pada dirinya yang selalu merasa tidak nyaman dan enggan bahkan memposisikan dirinya seolah berada dalam posisi yang salah meskipun sebenarnya ia berada di posisi yang benar.

Mengenai hal ini, ada beberapa langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk melakukan penyelesaian terhadapnya.

Pertama, feel it to heal it. Kita perlu merasakan untuk menyembuhkan. Apa yang kita tolak untuk kita rasakan, tidak akan pernah bisa untuk kita sembuhkan. Maka pertama-tama adalah akses memori akan hal tersebut dan izinkan untuk merasakannya.

Sama seperti barang-barang seperti halnya tas, dan lainnya yang tidak bisa pindah dari meja, lemari, atau apapun tempat penyimpanan kita, maka kita perlu untuk secara sengaja pula untuk mengakses memori mana saja, kejadian apa saja yang masih dirasa mengganggu dan secara sengaja merasakannya.

Kedua, kita perlu mendengarkan pesan apa yang ada dibalik emosi kita. Misalnya, kamu merasa marah, maka dengarkan dengan welas asih dan keterbukaan. Seperti halnya begini,


"Apa tujuan aku marah?" "Oh, aku merasa menyesal,"

Nah maka dengarkan apa yang kamu rasakan tentang dirimu. Apa yang kemudian kamu lakukan dan menyakiti orang lain. Apa pesan yang ada dari emosi tadi. Hal ini yang sering kita abaikan dan justru membuat kita dirugikan setelahnya. Bukanya malah ketenangan yang kita rasakan, justru sebaliknya. Kita terbelenggu oleh pikiran-pikiran negatif dan berbagai kemungkinan-kemungkinan.

Mengenai mendengarkan perasaan ini maksudnya bila begini, ketika ada perasaan yang muncul 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun