Teman-temanku di kelas perkuliahan, barangkali sudah kenyang dengan ceritaku ini, haha. Sebab, ya aku yang tidak bersekolah TK ini sekarang malah jadi mahasiswa jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini.Â
Sungguh, ingin kembali ke masa lalu rasanya, mau merasakan dulu menjadi siswa PAUD sebelum menjadi mahasiswa PAUD.
Well, sekian saja kilas baliknya, sekarang aku akan mencoba menghubungkan kilas balik barusan dengan realita serta apa yang aku ketahui atau coba sikapi dengan keadaan sekarang.Â
Aku ketika semester 3 pernah menempuh di mata kuliah "Diagnostik Permasalahan Anak", ada sebuah kalimat legendaris dari dosenku yang masih tertanam di ingatan hingga sekarang, isinya kurang lebih seperti ini:
"Mendiagnosa masalah yang terjadi pada anak itu jauh lebih sulit daripada kasusnya anak-anak yang patah hati di zaman sekarang. Kalau mereka yang patah hati, kita bisa menembak dan terkadang mengobatinya cukup dengan saran. Tapi, kalau pada anak, kita harus menebak-nebak sebab sedikit anak-anak yang mau mengungkapkan. Belum lagi setelahnya, kita harus mencari akar permasalahan, mencari penyelesaian, mencocokkan dengan keadaan, kalau belum cocok cari penyelesaian lain lagi, tak berujung, kompleks! Jadi jangan bilang masalah orang dewasa itu sulit, ada yang lebih sulit yaitu masalah yang terjadi pada anak usia dini. Kalian aja belum nikah, duh coba saja nanti sudah jadi ayah sama jadi ibu, kalian baru akan merasakan, masalah yang kita anggap itu sederhana pada anak bisa jadi akan menjadi sebaliknya"
Menohok sekaligus membuatku penasaran. Dan ternyata benar, dibuktikan oleh pertanyaan temanku itu. Permasalahan yang dialami oleh anak begitu sederhana yaitu, ia tidak suka belajar menulis. Apalagi ditambah dengan sebuah fakta di kepala orangtua bahwa anak lain yang sepantaran dengan anaknya sudah lancar menulis.
Semakin beratlah pikiran dan ego orangtua untuk getol mengajari anak menulis sampai bisa tapi tidak sejalan dengan kemauan tadi karena anak sudah cenderung memikirkan bahwa belajar menulis itu membosankan.Â
Memang benar, sebut saja, anak akan masuk sekolah dasar saat berusia sekitar enam atau tujuh tahun. Dan, di waktu usia segini biasanya orangtua semakin ngebut untuk mengajari anak siang dan malam. Sebab, ya benar saja, selain calistung menjadi syarat masuk sekolah dasar, tapi juga didukung oleh adanya beban sosial. Pernah mendengar bukan hal seperti ini,
"Eh Mama Raffa, Raffa kok belum bisa nulis?"
"Pasti Raffa main-main doang ya kalau di rumah, gak belajar?"
Atau kalimat-kalimat lain yang akan membuat hati dan pikiran orangtua panas dingin. Pertanyaan Mama Raffa yang menanyaiku di awal, coba aku jawab berdasarkan pendapat salah seorang psikolog, bukan berdasar pada pemahamanku. Sebab, tentu saja aku masih mahasiswa yang ilmunya masih dangkal. Ternyata, orangtua perlu peka dan sadar perihal mengajari anak menulis, juga ada waktu terbaiknya.