Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Menyederhanakan Hidup dari Lemari

21 Oktober 2020   05:16 Diperbarui: 4 November 2020   06:50 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lemari pakaian | Sumber: Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

"Minimalism is not substraction for the sake of substraction, minimalism is substraction for the sake of focus."
Khalila Indriana

Pernah gak sih, kamu telat menghadiri sebuah event penting atau bahkan remeh hanya karena terlalu lama berdiri memilih pakaian di depan lemari? Biasanya, ini terjadi pada perempuan, namun saat ini antara perempuan dan laki-laki menjadi sama saja.

Setiap manusia yang hidup di masa kini dimanjakan oleh beragam macam kemudahan untuk terus mengisi dan mengisi isi lemari mereka. Yang tertarik dengan diskon-diskon bertebaran di marketplace tak hanya para puan, tuan-tuan pun merasakan kegirangan. Hal ini, apabila disadari merupakan menjadi kebiasaan membudaya yang semakin membutakan.

Bagaimana tidak, coba saja dibayangkan, jika kita terlalu sering membeli pakaian, maka apa yang akan terjadi setelahnya? Iya, rumah semakin sesak dengan pakaian dan akan mengakibatkan masalah baru setelahnya,

"Duh, baju-baju lama ini enaknya aku apakan?"
" Dibuang gak ya, eh tapi sayang"
"Yah, lemariku udah gak cukup, apa perlu ya aku beli lemari baru lagi?"

Monolog-monolog tadi akan sering terdengar di dalam keseharian. Tak bisa dipungkiri, sebuah kekalapan yang tak tertahan membuahkan kebingungan dalam pikir tuan dan puan. Hidup yang sebelumnya sederhana, menjadi rumit ulah dari isi lemari pakaian.

Aku membenarkan, bahwa pakaian memang bagian dari kebutuhan utama, tapi rasionalisasi itu menjadikan banyak orang menjadi buta. Nafsu dan ego tak sepenuhnya bisa disalahkan, sebab memang sosial budaya dan gaya hidup turut mengambil bagian. Sebut saja begini,

"Eh coba deh liat baju, wah kayaknya anak orang kaya!"
"Ih bajumu kok gak ganti-ganti, gak punya uang buat beli ya?"

Atau tren yang sempat viral dan turut menyasar di berbagai pusat perbelanjaan dan universitas-universitas 'biasa' hingga universitas para 'sultan' yaitu,  "Berapa Harga Outfit Lo!",

 Jujur hal ini sempat menjadi lawakan dalam lingkaran pertemananku, seperti ini

 "Duh, jangan sampek kita didatengin orang nanya begituan  ya, baju sisa lebaran, sepatu baru bisa beli tahun depan, boro-boro sejuta, paling kalau dihitung harga outfit kita totalnya 300-an, kan malu!" 

Serta hal-hal lain yang semakin menambah dinamika akan peran sebuah 'pakaian' dalam kehidupan.

Sekarang, mari coba saja kita soroti keadaan mereka-mereka yang keadaanya kurang menguntungkan. Mereka yang ingin belanja, tapi tak ada uang. Mereka yang ingin memuaskan keinginan, tapi hanya memiliki kemauan. Alhasil, menjadi kepikiran dan tertekan. Sekali lagi, menambah dinamika dari perna sebuah 'pakaian' dalam kehidupan.

Lalu, kalau ditilik kembali ke contoh yang aku munculkan di awal, ternyata menjadi mereka yang serba berkecukupan juga pelik. Mereka yang memerlukan kekuatan ekstra untuk dapat mengontrol diri dan keinginan. Mereka yang memiliki uang, justru cenderung sering bermusuhan dengan yang namanya penghematan. Boro-boro bisa hemat, ngeliat diskon besar-besaran menjadi kalap gelagapan.

"Duh, beli aja deh, mumpung ada uang, murah banget juga, gak papa deh kayaknya,"

Dan terjadilah jari menekan, masukkan ke keranjang, check-out dan taraaa keranjang penuh dengan list orderan.

Melihat adanya kebiasaan di masyarakat ini, seorang ahli gaya hidup asal Jepang, Marie Kondo melalui bukunya berjudul The Life-Changing Magic of Tidying Up pada tahun 2011 memerhatikan dan merasa perlu untuk mengedukasi masyarakat akan cara 'berberes rumah'. Sebab, dengan kebiasaan berbelanja dan mengakibatkan menumpuknya stuff  di dalam rumah, bukan tak mungkin rumah yang awalnya nyaman, malah bernuansa sebaliknya.

Terlihat sumpek, tak enak dipandang sebab penuh akan barang dan terlihat berantakan. Rumah yang rapi, indah, dan bersih biasanya pun akan membuat pemilik serta penghuninya senang. Dan apabila penghuninya senang, tentu rumah akan menjadi tempat bernaung yang menyenangkan. 

Ditambah memang dengan keadaan seperti sekarang, memaksa setiap sesuatu berorientasi dari rumah, maka sudah tentu rumah yang rapi, nyaman, dan bersih tadi adalah keadaan yang wajib untuk diwujudkan.

Cara berberes rumah ala Marie Kondo tersebut sudah dikenal oleh banyak orang, dan dikenal dengan sebutan "Konmari Method". Bahkan, di Indonesia sendiri sudah ada komunitasnya tersendiri, membuktikan bahwa memang edukasi akan hal ini perlu untuk dibumikan.

Dilihat dari pengertiannya, Konmari Method merupakan sebuah gaya hidup dan cara berpikir yang mendorong seseorang untuk menghargai hal-hal kecil sehingga mendatangkan kebahagiaan dalam hidup.

Rumah yang tertata dengan baik, sebut saja menyesuaikan dengan selera sang pemilik, maka akan membuahkan sebuah kebahagiaan. Dalam Konmari Method sendiri, terdapat beberapa hal yang perlu kita ketahui,

Pertama, kita harus memiliki komitmen diri untuk beres-beres. Hal ini perlu tertanam kepada setiap orang yang hendak beres-beres terutama mereka yang di rumahnya sendiri penuh dengan perabotan, jangan sampai karena niat yang masih setengah-setengah, malah berhenti di tengah jalan. Alhasil, bukannya rapi namun rumah dibiarkan dalam keadaan berantakan.

Kedua, bayangkan gaya hidup ideal versi kamu. 

Ketiga, sortir pakaian yang sudah tidak terpakai. 

Keempat, rapikan berdasarkan jenis bukan lokasi. Maksudnya, ketika kita hendak berberes, jangan dimulai berdasarkan lokasi seperti misalnya kamar, dapur, ruang tamu atau lain-lain, tapi berdasarkan jenis yang ingin dibereskan. Seperti halnya, pakaian, dokumen, dan lain-lain. Sebab, bisa saja jenis-jenis tersebut berserakan dan ada di lokasi yang tidak seharusnya.

Namun, dengan metode Konmari saja tak cukup, orang-orang tetap saja menjadi sosok yang konsumtif. Sebab, mereka hanya teredukasi untuk berbenah isi rumah bukan menyederhakan isinya. Terdapat perbedaannya disini, kita bayangkan seperti ini. Akan tercipta mindset, 

"Ah gak papa aku tetap belanja, gak berantakan kok, aku sudah terbiasa dengan metode Konmari"

Meskipun semua pakaian sudah tersusun rapi, masih pernah gak sih kita para puan dan tuan berdiri depan lemari terpikir seperti ini,

"Duh, pakai baju apa ya? Aku gak punya baju"

Padahal, baju yang dimiliki sudah seabreg, barangkali ada satu atau dua baju yang itu baru satu atau dua kali pakai saja. Melihat hal ini, ternyata hidup menjadi tak sederhana hanya karena isi lemari. Sepakat tidak?

Dan tentu solusi yang paling pas untuk menyederhanakan hidup tadi adalah berawal dari lemari tadi. Ada sebuah cara yang barangkali cocok untuk para tuan dan puan yang mengalami masalah seperti hal ini, yaitu coba saja menerapkan yang namanya "Capsule Wardrobe"

Capsule Wardrobe adalah salah satu solusi untuk kamu bisa tampil modis tanpa harus selalu mengikuti tren fashion yang selalu berkembang. Capsule Wardrobe ini, kamu akan disarankan untuk memiliki pakaian-pakaian yang timeless alias tak lekang oleh waktu.

Prinsipnya, yaitu mengurangi atau mengganti isi lemari kamu dengan pakaian-pakaian yang memang benar-benar sering kamu pakai dengan coba kamu bayangkan mix and match-nya saat menata. Disini, kamu mencoba memadu padankan tanpa menambah jumlah koleksi pakaian.   

Seringnya, orang-orang yang menerapkan capsule wardrobe ini memiliki prinsip 1 in 1 out. Maksudnya, ketika aku ingin membeli 1 baju baru, maka aku harus mengeluarkan 1 baju lama di lemari, baju yang dikeluarkan ini bisa dibuang, disumbangkan, atau dijual kembali.

Dengan cara ini, sudah pasti isi lemari  tidak akan menumpuk oleh pakaian lagi. Atau bisa saja dengan mulai meng-uninstall atau meng-unsubscribe aplikasi atau akun yang sering menjadi penggoyah iman. Sebut saja aplikasi marketplace, atau akun-akun online shop yang banjir akan diskonan.

Memang, proses untuk menerapakan capsule wardrobe ini cukup sulit bagi sebagian orang, sebab banyak dari kita yang memang terkadang sayang untuk membuang baju-baju lama.

Pada awalnya memang penuh dengan godaan, namun apabila dibiasakan akan menghasilkan banyak sekali keuntungan. Sebut saja, kita menjadi lebih bijak saat berbelanja pakaian. Kita dituntut untuk lebih tahu mana kebutuhan mana keinginan.

Biasanya, orang-orang yang sudah terbiasa dengan capsule wardrobe sudah tidak pernah emotional shopping lagi. Kegiatan berbelanja menjadi lebih mindfull dan waktu yang dihabiskan jadi lebih efisien. Perempuan atau laki-laki yang biasanya ketika memilih baju memakan waktu banyak, ini bisa lebih cepat.

Dan yang paling kelihatan, budgeting bulanan tak akan lagi mengalami pembengkakan. Kita yang awalnya konsumtif dan begitu tak sederhana karena sibuk memikirkan belanja pakaian atau mengejar tren fashion kekinian akan merasakan hidup lebih tenang dan nyaaman hanya dengan menyederhakan isi lemari pakaian.

Less is more, yuk kita sederhanakan hidup dimulai dari menyederhanakan isi lemari!

Semoga tulisan ini bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun