Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Mencipta dari Kado Airmata di Penghujung Mei

20 Oktober 2020   07:55 Diperbarui: 20 Oktober 2020   08:14 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pixabay.com

Hm, aku bangga dan terharu sekali. Ternyata, sedikit dari ilmu dan kebiasaan yang aku ajarkan menjadikan mereka sudah cukup bisa berdamai dengan keadaan. Barangkali tak apa mereka saat menginginkan sesuatu tak dapat membeli yang baru, namun mereka bisa berpikir untuk menciptakan.

Dan, aku terpikirkan bahwa coba saja hal yang orangtuaku ajarkan padaku kemudian aku ajarkan untuk adik-adik di panti, juga diajarkan oleh banyak orangtua di luar sana. Sebuah keajaiban dari pembiasaan anak tidak membeli namun menciptakan. Namun, bukan kemudian tak boleh untuk membelikan anak sesuatu, boleh tapi menyesuaikan dengan keadaan. 

Biasanya, orangtua yang memiliki anak usia dini kesulitan untuk mengelola keuangan sebab anak yang terus-terusan merengek meminta mainan. Yang sering dianggap remeh adalah, berdalih karena alasan sayang maka semua mainan permintaan anak pun dibelikan. Padahal, dengan mengajarkan anak untuk menciptakan jauh banyak memberikan makna dari sebuah rasa sayang. Biasanya, awal mula anak kepikiran untuk memiliki mainan baru, bayangan akan mainan tadi sudah singgah dalam pikirannya. Anggap saja terjadi percakapan seperti ini,

Percakapan pertama:
"Yah, adik pengen mobil-mobilan baru,"
"Iya, nanti ke toko mainan ya bareng ayah, kita beli mobil-mobilan,"

Percakapan kedua:
"Yah, adik pengen mobil-mobilan,"
"Mobilan-mobilan kaya apa Nak,"
"Yang warna merah, gede, lampunya warna kuning,"
"Yuk sekarang buat yuk sama Ayah,"

Kira-kira, percakapan mana yang lebih mengesankan? Hal yang kita ketahui dari kedua percakapan tersebut adalah, ketika anak memiliki keinginan dan memutuskan untuk menyampaikan, sebelumnya ia sudah memiliki bayang-bayang dalam pikiran. Pada percakapan pertama, itu tak akan membuat imajinasi anak berkembang. Sebab, pikiran selanjutnya adalah nanti tinggal bagaimana ia memilih mainan yang paling dekat dengan ia bayangkan ketika telah sampai di toko mainan. 

Namun, pada percakapan kedua, anak diajak untuk merealisasikan imajinasi serta fantasi membuat mainan yang bersumber dari keinginan. Percaya saja, biasanya meskipun pada awalnya anak menginginkan mobilnya berwarna merah, lampunya kuning, namun ketika Ayah yang mendampingi memberikan banyak pilihan warna di depan anak, bisa saja pilihannya menjadi berubah. 

Anak-anak belum memahami konsep 'mahal' atau 'murah' sebuah mainan, yang mereka ketahui adalah bagaimana ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Dan, banyak orangtua yang kalau ia tak memiliki uang yang cukup untuk membelikan mainan justru mesikap menyalahkan seperti ini, 

"Loh Nak, jangan minta mainan terus, mahal! Kok bisa lo mainan kemaren dirusak,"

 hal ini sama sekali tak bijak. Dengan membiasakan anak untuk menciptakan, anak juga menjadi sosok yang lebih menghargai sesuatu tentunya. Sebab, apa yang ia ciptakan adalah hasil ia susah payah meluangkan waktu dan kesempatan. 

Ketika anak tahu kalau membuat sesuatu itu sulit, maka ia akan lebih menyayangi apa yang ia buat. Tentunya, hal ini juga memiliki benefit lain seperti membantu anak melatih motorik halus mereka, mengembangkan pola pikir serta kreativitas anak, mengenalkan warna, melatih kesabaran, dan membangun kelekatan antara orangtua dengan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun