Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

I'm Dyspraxic, and I'm Fantastic!

16 Oktober 2020   19:05 Diperbarui: 16 Oktober 2020   20:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga saat ini-pun ia telah kuliah, bukan berarti Fita telah lepas dan sembuh sepenuhnya dari dispraksia. Hanya saja, ia telah mampu mengontrol ego serta dirinya. Ia mengatakan, barangkali seorang dyspraxic lemah dalam beberapa sisi, namun ia pun unggul dari beberapa sisi. Seseorang yang dyspraxic, diakui oleh Fita memiliki sisi empati yang lebih tinggi dibandingkan orang normal biasanya. Itulah mengapa ia seolah mampu membaca mimik, intonasi, serta perasaan orang lain. Ini menjawab pertanyaanku, dimana kadang aku terheran, apakah si Fita ini memiliki kemampuan mind reading juga, eh ternyata itu adalah salah satu sisi keuntungan yang ia miliki sebagai seorang dyspraxic.

Dari cerita Fita, aku belajar bahwa benar adanya, bagi orang-orang diluar sana yang memiliki 'kebutuhan khusus' dalam menjalani kehidupannya, tak dapat survive tanpa dukungan dari orang-orang dan lingkungan sekitarnya. Namun sebelum itu, diperlukan pikiran serta hati yang besar untuk berdamai dengan perbedaan yang ada dalam diri.

"I didn't blame myself for how i was different and how i felt and acted."

Tak hanya dispraksia, biasanya memang orang-orang yang dianggap 'berbeda' juga sering mendapatkan perlakuan tak sama namun bukan dari sisi yang positif. Justru cenderung terasing dan terpinggirkan. Yang sering orang salah pahami, adalah  bukan kemauan mereka untuk lahir menjadi orang yang berbeda. Setiap manusia, pasti menginginkan hidup, kondisi hati dan diri yang sempurna. Namun, ada ranah-ranah dimana ia tak dapat menjangkau sebab itu sudah ketetapan dari yang maha kuasa. 

Teruntuk kamu yang membaca tulisan ini dan menganggap kamu itu 'berbeda', fokuslah tentang bagaimana kamu mencintai perbedaan yang kamu miliki itu daripada membencinya seperti temanku Fita.

"I've finally learnt to love and understand my flaws and my little quirks. But, I am thriving, and I'm surviving. Maybe, I'm Dyspraxic, But I'm Fantastic!"

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun