Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gempa Donggala, Cara Tuhan Menyatukan Indonesia

29 September 2018   18:35 Diperbarui: 29 September 2018   19:05 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa kota di luar Pulau Sulawesi yang secara geografis jaraknya paling dekat dengan Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah adalah Balikpapan, Samarinda, dan Bontang di Kalimantan Timur. Baru kemudian Kotabaru dan Batulicin, di Kalimantan Selatan.

Di Balikpapan dan Samarinda guncangan gempa berkekuatan 7.4 magnitudo sangat terasa. Bahkan sampai membuat pengunjung mal dan rumah sakit berlarian ke luar mencari tempat yang aman. Di Kotabaru juga begitu. Getaran gempa sampai membuat sebagian orang berhamburan ke luar rumah.

Sayangnya belum ada kabar apakah gelombang tsunami itu juga sampai ke wilayah Pulau Sembilan. Semoga tidak. Sementara di Batulicin dan Pagatan, meski hanya dirasakan sebagian orang selama kurang lebih 60 detik, tapi rasanya sudah cukup untuk menyebut pulau ini makin dekat dengan bencana bernama gempa.

Kita tentu tidak ingin gempa itu benar-benar menimpa kita di sini. Melihat kepanikan warga; ibu-ibu berlarian, teriakan-teriakan ketakutan, tangisan anak kecil, bangunan runtuh, fasilitas publik hancur, karena guncangan dahsyat ditambah sapuan ombak yang sedang marah rasanya sudah cukup membuat kita sedih sekaligus ngeri.

Karena gempa itu jua lah, jarak 786 kilometer dari Batulicin ke Donggala terasa amat dekat. Ya, saya tak pernah merasa sedekat ini dengan gempa. Sebelumnya saya berpikir Pulau Kalimantan benar-benar aman dari gempa, ternyata anggapan itu tak sepenuhnya benar.

Soal apakah gempa itu ujian atau azab dari Tuhan, kita sama-sama tidak tahu. Sebagian orang memang tak mau mengaitkan bencana dengan perkara teologis. Sebagian lainnya meyakini bencana apapun namanya berkaitan erat dengan masalah keyakinan: kalau di satu daerah banyak orang bermaksiat itu disebut azab. Kalau bencana datang di tengah orang-orang beriman, itu disebut ujian.

Tsunami yang melanda Aceh belasan tahun silam misalnya. Ada sebagian orang yang menyebut bencana itu bermula karena ada pihak-pihak tertentu yang ingin merusak citra "syariah" di Aceh dengan membangun lokasi prostitusi dan menjual minuman keras di banyak tempat.

Saat ada ulama Aceh yang protes, si ulama hilang entah ke mana. Peristiwa itu terus berlangsung sampai tsunami menggulung Serambi Mekah dengan dahsyatnya. Namun, sebagian orang yang berpikir rasional pasti menolak hal semacam itu. Mereka menilai penyebab tsunami, ya, karena sebelumnya terjadi gempa dahsyat terlebih dahulu. Dan gempa terjadi karena sebelumnya ada pergeseran lempeng bumi dan alasan-alasan lain yang rasional.

Kekalahan umat Islam di Perang Uhud adalah ujian. Namun, kekalahan Abu Jahal Cs di perang badar, bisa jadi disebut azab Tuhan. Itu tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Tapi, apapun itu saya masih meyakini bahwa bencana adalah cara Tuhan untuk menyatukan hambanya, rakyat Indonesia.

Puja Mandela,

Batulicin, 29 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun