Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru yang Inspiratif

18 Desember 2017   08:54 Diperbarui: 18 Desember 2017   08:58 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba guru saya mengirim pertemanan di Facebook. Tak lama kemudian, ia berkomentar di salah satu tulisan saya berjudul "Tukang Sledeng" yang saya unggah pada 28 Februari 2017. Seingat saya, beliau berkomentar, "Sehaat... Bergizi... Plus Multivitamin". Tentu ini adalah bentuk pujian dari sang guru kepada "mantan" muridnya. Barangkali ia menilai tulisan tersebut cukup bagus, agak keren, atau setidaknya sedikit menghibur.

Peristiwa yang saya alami ini agak langka di dalam hidup saya, khususnya sebagai pelajar yang tidak terkenal saat sekolah dulu. Tidak terkenal karena saya memang bukan tipe murid yang pintar, langganan juara, dan selalu mendapat nilai yang bagus. Namun, saya juga bukan golongan pelajar yang hobi mbolos, doyan merokok, atau sampai minum-minuman keras di lingkungan sekolah. Oleh Allah, saya ditakdirkan menjadi pelajar yang "moderat". Artinya saya berada di posisi tengah---setidaknya ini menurut perspektif saya sendiri.

Peristiwa yang saya alami itu jelas tidak lazim. Ini aneh, bahkan konyol. Bagaimana mungkin seorang guru mau-maunya berteman dengan manusia gagal seperti saya? Bagaimana mungkin beliau mau meluangkan waktunya untuk ikut berkomentar di tulisan saya yang kelasnya masih berada di level ecek-ecek?

Menurut saya, guru yang baik tidak boleh seperti itu. Guru yang baik harus setidaknya memiliki rasa gengsi kepada muridnya. Bahkan, untuk me-like status Facebook muridnya pun harus berpikir seribu kali. Jangan sampai citra guru yang terhormat tercoreng karena secara sembrono ikut berkomentar di status Facebook muridnya. Coba bayangkan jika hal itu dilihat oleh guru-guru lain. Apa tidak malu?

Guru itu terhormat. Ia seperti pejabat yang kalau berjalan harus dalam keadaan waspada. Jangan sampai nginjek tai ayam, jangan sampai kepeleset, jangan sampai nabrak tong sampah, dan jangan sampai harga dirinya turun di mata orang lain. Guru itu berwibawa. Gaya bicaranya harus diatur sedemikian rupa agar murid-muridnya yakin ia layak dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa. Guru harus inspiratif. Ia wajib memberikan inspirasi kepada murid-muridnya bahwa gengsi dan reputasi adalah hal yang paling utama. Ia lebih dari segala-galanya.

Indonesia, 14.12.2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun