Tapi karena saya hidup di dunia yang amat luas, tidak mungkin saya mengatakan bahwa singkong saya-lah yang terbaik. Apalagi ada beraneka ragam olahan singkong populer di masyarakat yang saya yakin juga tak kalah enak dengan singkong buatan saya. Dan saya harus bisa menerima kenyataan itu.
Bahkan dewasa ini, olahan singkong semakin berkembang pesat. Kalau dulu, saya hanya mengenal gethuk, salah satu makanan tradisional yang terbuat dari singkong. Kalau sekarang, bahkan burger pun ada yang terbuat dari singkong.
Jangan karena hanya perbedaan cara meracik singkong, lalu kita tidak rukun dengan tetangga, atau bahkan sampai memutus tali silaturahmi dengan saudara-saudara kita sesama pecinta singkong. Bahkan, dengan orang yang memiliki selera kuliner berbeda pun, tidak sepatutnya kita saling mencela, menghujat, apalagi sampai saling menyesatkan.
Debat kusir untuk menentukan singkong terbaik memang tidak perlu kita lakukan. Yang perlu kita lakukan ialah berdiskusi dengan sehat tentang bagaimana cara mengolah singkong agar menjadi makanan yang revolusioner. Lebih bagus lagi kalau bisa menghasilkan duit.
Yang penting kita tidak merasa bahwa pemahaman kita lah yang paling benar. Lalu mengklaim bahwa kita adalah manusia yang paling mirip dengan singkong. Kecuali jika kita adalah manusia bermental singkong, atau bisa jadi kita adalah singkong itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H