Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Santri dan Do'a yang Mustajab

1 Februari 2016   15:54 Diperbarui: 1 Februari 2016   18:09 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber Foto: sigambar.com "][/caption]Orang tua zaman dahulu do'anya terkenal mustajab. Kalau ada orang tua yang mendoakan anaknya, cepat atau lambat pasti diijabah Allah SWT. Bahkan orang tua dulu tak pernah khawatir walaupun memiliki banyak anak. Beda dengan orang tua zaman sekarang yang takut tidak mampu membiayai kalau punya empat atau lima orang anak. Padahal dulu, punya anak belasan itu biasa. Empat atau lima orang anak itu sudah terhitung minim.

Padahal dari segi materi, kebanyakan masyarakat zaman dulu hidup pas-pasan. Hanya segelintir orang yang memiliki pekerjaan tetap. Kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai petani, pekebun atau hanya sebagai pendakwah. Tetapi walau kondisinya pas-pasan, mereka tidak pernah khawatir dengan rezeki yang diberikan Allah SWT. Mereka yakin rezeki itu sudah ditetapkan Yang Maha Kuasa. Tinggal manusianya mau berusaha atau tidak.

Karena tetap survive dalam kondisi terjepit sekalipun, banyak diantara anak-anak mereka yang kelak menjadi orang hebat, ulama terkenal atau pengusaha sukses. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berhasil menguliahkan anaknya sampai meraih gelar sarjana di luar negeri.

Menurut saya, inilah berkah dari do'a orang tua yang selalu mencari rezeki di jalur yang halal. Jadi, do'a mereka mudah diijabah oleh Allah SWT.

Kiai dan santrinya juga begitu. Ada yang sakit perut, didoakan, langsung sembuh. Ada yang bertahun-tahun jomblo, didoakan, langsung dapat jodoh. Ada yang lama nggak punya anak, belum dido'akan sudah mbrojol duluan. Saking ampuhnya. Tapi itu dulu, duluuuu sekali.

Santri zaman dahulu tak pernah mengenal yang namanya gadget, apalagi internet. Mereka sibuk belajar di pondok-pondok pesantren. Tidak sekedar belajar, tetapi mereka juga ikhlas dan menyerahkan dirinya dengan harapan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

Kalau santri sekarang itu unik-unik. Saya berani "mengkritik" karena beberapa teman akrab saya merupakan santri-santri pilihan dan sering menjadi teman diskusi saya. Diantara teman saya, ada yang masuk pesantren karena terpaksa. Lho, terpaksa gimana?

Entah karena faktor ketampanan wajah atau memang dia termasuk pria karismatik, sahabat saya itu terpaksa masuk pesantren karena sudah tidak tahan dengan godaan seorang wanita. Hampir setiap hari, wanita tersebut mendatangi teman saya dengan berbagai macam rayuan gombal wanita masa kini. Sebenarnya dia sering khilaf juga. Tapi karena memiliki niat yang tulus dan ingin menjauh dari godaan wanita tersebut, ia memutuskan masuk pesantren.

"Lho, kamu kenapa kok nyasar kesini?"

Saya terkaget-kaget saat bertemu teman saya di pesantren yang cukup terkenal di daerah ini. Apalagi saya memang sudah lama tidak bertemu dia. Pas ketemu, eh kok ketemu di pesantren. Padahal akan lebih cocok kalau perjumpaan kami terjadi di lembaga permasyarakatan. 

Karena yang saya tahu, dulu dia adalah orang yang suka mabok, mengonsumsi obat-obatan terlarang dan suka main perempuan. Pertemuan itu memang sangat mengagetkan saya. Agak aneh walaupun tidak ajaib.

Belum lama ini, sebut saja Jenggot. Dia bertemu dengan seorang pemabuk yang mengaku sebagai teman akrab saya. Dari ekspresi wajahnya, Jenggot ini benar-benar kaget. Kok bisa saya punya teman preman. Saya kan alim. Lebih kaget lagi saat preman itu mengungkapkan bahwa dia adalah anak buah saya.

"Kemarin saya ketemu orang, katanya anak buahmu. Dia lagi mabok miras di pasar. Dia sempat ngobrol sebentar sama saya, tapi langsung kabur setelah ada polisi,"Jenggot menceritakan detil-detil perjumpaannya dengan preman tersebut.

Dia saja heran kalau ada preman yang mengaku sebagai anak buah saya. Apalagi saya. Sejak kapan saya punya anak buah preman yang suka nongkrong sendirian di pasar sambil menenggak topi miring? Hhmm...

Karena penasaran, saya coba mencari tahu. Setelah berhari-hari penuh tanda tanya, akhirnya ada titik terang. Karena informasi salah seorang teman, saya sekarang tahu, siapa anak muda yang mabuk-mabukan dan mengaku sebagai anak buah saya itu.

"Huahaha...asyu tenan! Tak kiro sopo". Ternyata si ustadz Gonzales! Alumni pondok pesantren lokal yang sangat mashyur di daerah ini. Weleh weleeeeh...
Ustadz Gonzales ini adalah teman saya yang biasa mengisi Maulid Habsyi di Majelis Al Glundungi. Kami selalu aktif mengisi berbagai kegiatan keagamaan termasuk peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Walaupun tampang saya beberapa tahun lebih muda, tetapi dari segi umur, saya memang jauh lebih tua. Dan dia lebih banyak mengikuti saya, daripada saya yang mengikuti dia. Mungkin karena alasan itu, saat mabuk dia mengaku sebagai anak buah saya.

Ini merupakan sekelumit pengalaman bersama dua orang santri yang hakikatnya sangat relijiyes. Tapi yang perlu dicatat, tdak semua santri seperti itu. Yang saya ceritakan hanya sebagian kecil kelakuan nyeleneh santri modern yang hampir sama saja dengan manusia pada umumnya. Mereka juga dekat dengan maksiat, gampang digoda dan hobi nonton Youtube.

Tetapi masalah sebenarnya itu ketika mereka dipercaya sebagai tokoh agama di kampungnya. Karena kelakuannya yang manusiawi itu, mereka jadi kurang pede saat disuruh memimpin do'a.

"Kalau ada yang minta do'a ke kami, sebenarnya kami nggak enak. Mereka ngasih amplop, sementara do'anya pasti nggak makbul. Dia minta do'a selamat, sementara kami yang mendo'akan aja belum tentu selamat. Terus piye jal?"

"Ya usaha yang lebih seriyes dong. Kamu kok yakin banget do'amu nggak terkabul. Santri kok pesimis gitu,"saya meyakinkan.

"Nggak tahu kenapa, pokoknya saya yakin do'a yang saya panjatkan nggak bakalan diijabah Allah. Saya harus banyak-banyak bertaubat dulu,"katanya, menutup pembicaraan.

Tapi saya maklumi kok. Kebanyakan do'a orang zaman sekarang termasuk santri dan mungkin sebagian kiai-nya sudah tidak ampuh lagi. Jangankan untuk orang lain, do'a untuk diri sendiri saja kurang greget. Beda dengan orang-orang zaman dahulu. Teman yang menanyakan hal ini barusan curhat. "Kok bisa begitu ya?"katanya. Mau mendo'akan anak supaya soleh itu sulit banget. Jadinya malah luar biasa mbeling.

"Apa kita ini keseringan main smartphone ya?"

"Bukan"..

"Lalu apa? Keseringan nonton Youtube?"

"Bukan juga,"jawab saya, singkat.

Terus opo...???

Sambil merapikan resleting celana, saya jawab,"do'amu nggak makbul itu karena keseringan bikin proposal!".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun