[caption caption="Amplop yang dibagikan pada Pilkada 2015 berisi ajakan agar warga mendoakan pasangan calon yang memberi amplop "][/caption]
Pilkada itu tak melulu urusan coblos mencoblos dan bagi-bagi amplop. Tidak semua peserta pilkada melakukan money politic dengan membagi-bagikan uang kepada masyarakat. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa praktik money politic masih kerap dilakukan oleh sebagian "oknum" peserta Pilkada.
Disini saya tak akan membahas soal tata cara pencoblosan atau apapun yang terkait dengan ritual mencoblos kertas surat suara. Saya juga tak akan membahas soal amplop.
Menurut saya, ada yang jauh lebih esensial dibandingkan amplop. Ya. Isi amplop. Isi amplop memang jauh lebih penting daripada amplopnya. Bahkan mungkin sebagian orang menganggap, isi amplop lebih penting dari pelaksanaan Pilkada itu sendiri.
Kemarin, teman saya yang berprofesi sebagai petani sayur datang ke rumah saya. Setelah ngobrol ngalor ngidul, topik pembicaraan kami mengarah ke Pilkada 2015 yang akan digelar 9 Desember 2015.Â
Ia menceritakan bahwa beberapa hari yang lalu ada seseorang yang membagi-bagikan amplop di sekitar tempat tinggalnya. Ternyata dia juga dapat bagian. Jelas saja amplop berwarna putih itu ia terima dengan senang hati.
"Lumayan buat beli beras,"katanya, sambil membolak balik uang kertas berwana merah itu.
Teman saya ini juga termasuk orang yang apatis dengan politik. Karena itu ia tak pernah menghiraukan siapa yang memberi amplop beserta isinya. Dia punya kriteria dan penilaian sendiri terhadap peserta Pilkada di daerah ini.
Karena itu, dia selalu welcome dan menerima pemberian dari siapapun. Tapi soal coblos mencoblos, nanti dulu.
"Yang memberi belum tentu saya coblos. Bisa saja yang tidak memberi uang itu yang saya coblos,"katanya berkelakar.
Yang menarik, ternyata didalam amplop tersebut tidak hanya terdapat selembar uang kertas berwana merah. Tetapi ada pesan lain yang ditulis dibalik amplop yang ia terima beberapa hari yang lalu. Dibalik amplop tersebut tertulis, "silahkan didoakan setelah solat hajat".
Lho, kok solat hajat. Saya belum paham apa maksud tulisan tersebut. Siapa yang disuruh solat hajat? Apakah ada kegiatan solat hajat sebelum pencoblosan nanti? Sebentar, sebentar, saya mikir dulu. Karena bingung, saya bertanya kepada teman saya itu.
"Itu maksud solat hajat gimana mas. Siapa yang mau menggelar solat hajat? Redaksinya kok nggak jelas gitu?"tanya saya.
"Saya juga nggak tahu apa maksudnya. Atau jangan-jangan saya yang disuruh solat hajat ya?"kata dia.
Oh iya, saya langsung mudeng. "Berarti sampeyan yang disuruh solat hajat untuk mendoakan si pemberi amplop agar hajatnya terkabul".
Bagi saya, tulisan di dalam amplop tersebut memang cukup menggelitik. Kenapa bukan yang punya hajat dan tim suksesnya saja yang memohon kepada Tuhan untuk memuluskan hajatnya menjadi pemimpin daerah. Tapi apa Tuhan mau mengabulkan do'a pemimpin seperti itu?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H