Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Objektif? Tergantung Amplopnya

2 Desember 2015   14:23 Diperbarui: 2 Desember 2015   20:02 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda tak perlu protes berlebihan ketika ada media yang memberitakan sesuatu secara tidak objektif dan cenderung tendensius kepada kelompok tertentu. Buat apa protes, memangnya ada media di republik ini yang bisa bersikap objektif?

Tak peduli itu media nasional atau lokal, yang saya tahu memang tidak ada media massa di Indonesia yang benar-benar independen, objektif dan secara konsisten mematuhi UU No 40 1999.

Lihat saja perseteruan dua media televisi nasional kita. Pemberitaan dua media tersebut, khususnya yang bermuatan politik tak pernah akur. Menurut si A, merekalah yang paling objektif dan berimbang. Begitu juga menurut media B. Mereka saling klaim bahwa medianya-lah yang paling objektif dan iindependen.

Pada akhirnya, objektivitas sebuah pemberitaan itu relatif, sesuai kepentingan si empunya media. Apalagi kalau pemilik media adalah pimpinan partai politik dan seorang pengusaha besar. Dan parahnya, melalui usaha mereka itulah media tersebut bisa hidup dan berkembang.

Perbedaan media televisi nasional mungkin hanya urusan politik dan kepentingan tertentu, di media online kepentingannya tak cuma politik saja, tetapi juga urusan keyakinan, aliran dan paham agama.

Mungkin semua sudah tahu bahwa belakangan ini banyak media online Islami tetapi kontennya beritanya saling berseberangan satu sama lain. Dan masing-masing media tetap merasa paling benar.

Karena itu, akhirnya wartawan yang bertugas di lapangan terpaksa harus mengikuti arus sesuai dengan kepentingan si empunya media. Kalau tidak, ya siap-siap di PHK. Pokoknya, wartawan harus mengikuti perintah pemilik media. Tak peduli gaji wartawan itu kecil atau kecil sekali.

Kalau di daerah saya, objektivitas media massa itu tergantung amplopnya. Kalau tebal, sahih. Kalau tipis, dhoif. Pemberitaan yang objektif hanya akan dibuat ketika narasumber memberikan amplop yang tebal. Kalau tidak, beritanya jadi nggak karuan. Tidak semua memang, tapi yang seperti itu memang sering terjadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun