Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Katanya Situs Porno Sudah Diblokir?

26 November 2015   20:51 Diperbarui: 26 November 2015   21:59 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi: detiknet "][/caption]

Puja Mandela 

Sejak kapan situs porno secara resmi dimusnahkan oleh pemerintah? Setahu saya masih banyak "situs porno" di Indonesia yang secara eksplisit membicarakan tentang hal-hal yang terkait dengan pornografi. Kalau pemerintah mendefinisikan situs porno adalah sebuah website yang memiliki nama berbau pornografi dan menyajikan konten foto dan video porno saja, tentu pendapat ini harus dievaluasi kembali.

Selama ini, banyak sekali situs pemberitaan mainstream yang rajin memposting artikel berbau pornografi yang jelas-jelas tidak layak dikonsumsi publik. Bukankah kebanyakan pengakses internet di Indonesia masih berusia remaja?

Bagi anda pengguna Facebook yang me-like portal pemberitaan online mainstream, tentu Anda sudah maklum kalau setiap hari portal pemberitaan tersebut menyajikan artikel-artikel porno yang sangat vulgar. Saya sempat penasaran, apakah mereka yang mengomentari postingan tersebut termasuk yang menyukai artikel porno?

Ternyata tidak semua sepakat. Justru sebagian besar Facebooker sering menyampaikan kritik atas artikel porno yang diposting oleh media online tersebut. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mencaci dan mempertanyakan kredibilitas media online tersebut. Walaupun di "like" lebih dari 5 juta orang, banyak Facebooker yang menyamakan media ini tak lebih baik dari koran Harian Lampu Merah di Jakarta.

Saya tak tahu penyebaran konten porno di media tersebut sengaja atau tidak. Kalau sengaja, jelas media itu sudah melanggar UU Pers No. 40 yang memuat larangan penyebaran konten pornografi. Kalau tak sengaja, apa admin media tersebut tidak membaca berbagai kritikan Nitizen di kolom komentar?

Pasal 4 kode etik Jurnalistik menyebutkan bahwa wartawan tidak boleh membuat berita cabul. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. 

Menurut saya, defenisi situs porno tak sesempit itu. Media online yang menyajikan konten seks yang vulgar juga termasuk pornografi. Tetapi kalau saya menanyakan soal pemberitaan cabul itu ke wartawan atau pemilik media yang bersangkutan, pasti mereka akan ngeles. Mereka pasti membantah bahwa artikel atau berita yang mereka sajikan termasuk kategori konten porno.

"Ah, ini bukan berita porno. Otak sampeyan saja yang porno".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun