Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Politik Uang, Tradisi dan Kebutuhan

21 November 2015   08:49 Diperbarui: 21 November 2015   09:50 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi "][/caption]Mari lupakan sejenak angan-angan untuk menghapus money politic atau politik uang ditengah riuhnya pemilihan kepala daerah di Indonesia. Anggap saja upaya tersebut tak lebih dari sekedar cita-cita bangsa yang tak akan pernah terwujud.

Menghilangkan tradisi politik uang nyaris sama mustahilnya dengan menunggu proyek infrastruktur jalan di Pantai Utara Jawa (Pantura) selesai 100 persen.

Disini saya tak menyebut semua calon kepala daerah pasti melakukan money politic. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa setiap Pemilu yang digelar di seluruh Indonesia, tidak pernah lepas dengan aksimoney politic.

Di Kalimantan Selatan, politik uang juga tak kalah marak. Masyarakat sudah maklum, apabila ada pemilihan kepala daerah berarti rakyat siap menyambut “rezeki”. Tetapi apakah politik uang masih efektif untuk meningkatkan suara pasangan calon?

Sebagian kecil masyarakat mungkin masih terbuai dengan lembaran uang berwarna merah bergambar Soekarno – Hatta. Tapi itu hanya sebagian kecil. Masyarakat saat ini sudah sangat cerdik sekaligus licik, mereka memang menyambut dengan hangat setiap sumbangan yang diberikan pasangan calon. Tapi soal pilihan, nanti dulu..

Belakangan ini, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan juga diramaikan isu kesukuan, lingkungan hingga isu pengusaha besar yang menjadi back up salah satu pasangan calon.

Isu kesukuan misalnya. Isu yang populer dengan jargon “asli urang banua” oleh berbagai pihak dinilai sudah usang. Lagipula Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi dengan berbagai macam suku. Jadi agak sulit mendefinisikan siapa sebenarnya siapa yang berhak mengklaim sebagai warga asli banua.

Yang dikhawatirkan sebagian masyarakat justru isu lingkungan atau tentang salah satu pasangan calon yang mendapat back up penuh dari salah seorang pengusaha besar di Kalimantan Selatan.

Jika ada calon pemimpin daerah yang merasa elektabilitasnya masih rendah, maka satu-satunya cara untuk memenangi pertarungan adalah dengan cara money politic. Tapi jangan salahkan rakyat jika praktik politik uang ternyata tidak berhasil mendongkrak suara salah satu pasangan calon.  Setidaknya sudah ada usaha serius dari calon pemimpin tersebut. Sebab tanpa politik uang, akan sulit menandingi figur lain yang terlanjur memiliki kharisma besar di mata dan hati  masyarakat.

Saya sendiri meyakini bahwa figur pemimpin yang memiliki kharisma kuat dikalangan masyarakat tetap akan menjadi favorit untuk memenangi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan periode 2015-2020.

Oh iya, saya harap kalau nanti salah satu pasangan calon menggunakan praktik politik uang,  uang tersebut harus disebarkan secara ikhlas dan merata di seluruh kabupaten di Kalimantan Selatan, tanpa berharap timbal balik dari masyarakat.

Walau bagaimanapun tetap ada hikmah dibalik politik uang. Kalau satu orang mendapat jatah Rp 200 ribu, kan lumayan buat beli beras setengah liter, sisanya buat mengisi kuota internet Android atau paket Blackberry Messenger.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun