Mohon tunggu...
Cahyo Prayogo
Cahyo Prayogo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

orang ini adalah seorang penulis puisi amatir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kata Teman Saya

30 Mei 2015   22:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:26 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini banyak pelajar yang harus mengambil pilihan sulit. Bagi yang sudah lulus sekolah dasar maka harus memilih sekolah menengah pertama mana yang akan dituju. Bagi pelajar SMP harus memilih SMA mana dan bagi pelajar SMA mana harus memilih universitas mana.

Jika kita masih SD dan SMP maka pilihan mungkin tidak terlalu sulit karena kita lebih banyak mendapat "pengaruh" dari orang tua dan kita cenderung tidak terlalu banyak bertanya karena kita memang masih memiliki pemikiran bahwa kita harus menurut pada perintah orang tua.

Akan tetapi, jika sudah lulus SMA dan kita sudah dianggap sebagai orang dewasa di tengah-tengah masyarakat maka menentukan pilihan akan menjadi sangat sulit. Sebagai orang yang dianggap sudah bisa menentukan hal mana yang baik dan hal mana yang buruk terkadang kita sudah tidak mau lagi mendengar apa yang disampaikan orang tua. Pemberontakan kecil ini seakan memang harus kita lakukan untuk membuktikan bahwa kita sudah dewasa.

Entah baik atau buruk, orang tua malah memberi lampu hijau pada sikap anak muda yang coba bersikap DIY (do it yourself) ini. Mungkin para orang tua ingin memberi ruang bagi anak-anak mereka untuk mandiri. Atau bisa saja ibu dan ayah itu sudah terlalu sibuk mengurusi pekerjaan, anak-anak bungsu, dan persoalan teman-teman kantor/arisan sehingga tidak sempat lagi memperhatikan bahwa salah satu anaknya ada yang harus melanjutkan kuliah.

Ide bahwa seorang anak memiliki kehidupan yang berbeda dengan orang tua memang heroik. Bahwa segala cita-cita gagal para orang tua tidak bisa dicemplungkan ke dalam masa depan seorang anak memang ideal, tapi membiarkan seorang anak menentukan masa depan tanpa bimbingan dari orang tua sama juga bukan hal yang bisa dibilang baik.

Menentukan pilihan itu sulit, bung. Apalagi, jika kita sama sekali tidak tahu apa yang harus kita pilih atau bisa dibilang pilihan kita terbatas. Sungguhpun, jika kita memang benar-benar sudah memiliki pilihan di depan mata seringkali kita khawatir akan apa yang harus kita ambil. Yah, beberapa orang memang tidak terlalu cemas saat ingin menentukan pilihan. Mereka baru akan cemas jika sudah sampai pada titik bahwa apa yang mereka pilih adalah salah. Poinnya, seseorang itu harus merasa yakin terlebih dahulu bahwa pilihan yang akan diambil adalah hal yang benar dan tidak akan menjerumuskan pada penyesalan.

Kata Teman Saya...

Sekarang kita kembali pada si anak yang sudah sumringah akan kuliah dan pergi dari rumah orang tuanya itu. Jika dia sudah dilepas oleh orang tuanya maka apakah dia akan mengambil putusan berdasarkan pemikirannya sendiri? Tentu saja jawabannya adalah tidak. Kebanyakan, anak-anak belum memiliki kemampuan rasional yang memadai tentang bagaimana cara memperoleh pengetahuan yang benar sehingga kebijakan yang diambil belum bisa dikatakan benar-benar bijak. Kemudian mereka, tentu saja, tidak memiliki kemampuan empiris soal kampus mana yang baik dan cocok buat mereka karena belum pernah kuliah.

Memang sumber pengetahuan itu bukan hanya dari orang tua. Masih banyak sumber lain yang bisa jadi lebih valid daripada orang tua seperti dari guru di sekolah, kakak, atau guru les. Kita juga bisa mencari informasi dari benda-benda mati seperti buku dan internet. Selain itu, kita juga bisa mencari informasi dari... teman.

Anak-anak menjelang umur dua puluhan ini memang bisa dikatakan sudah dewasa, tapi sebenarnya belum bisa dikatakan mandiri. Bagaimanapun, mereka tetap memiliki kebutuhan untuk berkelompok. Jika mereka sudah tidak mau lagi bepergian bersama orang tua mereka maka bukan berarti itu adalah tindakan individual khas orang dewasa. Mereka itu sebenarnya masih meleburkan identitasnya pada kelompok, yaitu kepada teman-teman mereka.

Kondisi ini sebenarnya riskan karena kumpulan anak-anak ini belum bisa membedakan mana yang kepentingan individu dan mana yang mana kepentingan kelompok. Jika ada seorang dominan di dalam kelompok memutuskan kampus A maka para anggota kelompok yang lain akan juga ikut memilih A. Padahal, prinsip bahwa kehidupan masing-masing manusia itu unik masih berlaku. Jadi jika kita sadar bahwa kita tidak harus menjiplak hidup orang tua maka mencontek ide dan keinginan teman kita yang belum teruji kebenarannya sebaiknya tidak usah kita lakukan.

Apa yang akan terjadi pada seorang anak yang tetap acuh pada nasehat orang tuanya dan nekat mengikuti ajakan partner-in-crime-nya? Kebanyakan, anak-anak yang menjalani hidup demikian akan tersiksa ketika kuliah. Hal itu karena pada suatu titik mereka akan sadar bahwa jurusan yang ia ambil tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Mereka akan menyesal dan mulai malas-malasan mengikuti kuliah. Satu kali bolos kelas, dua kali bolos ujian, tiga kali cuti semester sampai pada akhirnya mereka pindah jurusan atau drop out.

Bagi beberapa anak yang memiliki keteguhan hati dan jiwa solidaritas tinggi yang memutuskan untuk tidak pindah jurusan biasanya juga tetap akan menyesal. Mereka akan sadar bahwa mereka tidak bisa selamanya bersama dengan teman mereka. Di kampus mereka akan terpisah karena konsentrasi kuliah yang berbeda, tempat nongkrong yang berbeda, kegiatan kampus yang berbeda, dan pacar yang berbeda.

Apalagi, jika mereka akhirnya tahu bahwa salah satu jurusan itu sangat menyenangkan dan lebih sesuai dengan dirinya.

Bagaimana Memilih Jurusan yang Tepat?

Dalam memilih kuliah hal pertama yang harus dilakukan memang adalah mandiri. Maksudnya, mandiri bukan berarti kita tidak mendengar segala apa yang disarankan orang lain. Mandiri di sini adalah tidak mendasarkan pilihan tersebut pada kemampuan dan kompetensi orang lain, tapi mendasarkannya pada kemampuan dan kompetensi diri kita sendiri.

Manusia yang satu memang berbeda dengan manusia yang lain. Tugas utama kita sebagai manusia adalah mengetahui hal apa yang membedakan kita dengan orang lain. Apa kemampuan dan keunggulan kita? Lalu apa kelemahan kita? Itulah yang harus kita cari tahu dengan cara melakukan kontemplasi diri.

Jika kita sudah tahu siapa sebenarnya diri kita maka perbanyaklah pilihan dengan cara bertanya kepada setiap orang, termasuk teman dan orang tua kita. Semakin banyak bertanya maka akan semakin yakin kita pada pilihan kita nanti karena tidak ada istilah terpaksa akibat pilihan terbatas. Apalagi, jika kita sudah tahu plus dan minus dari masing-masing pilihan itu maka putusan kita pasti akan sangat baik.

Hal terakhir yang harus kita lakukan ketika ingin memilih adalah berserah diri dan percaya bahwa apa yang kita pilih ini adalah baik. Tentu saja, tidak ada yang bisa menjamin bahwa pilihan seorang manusia seratus persen tepat. Tapi, setidaknya dengan memutuskan pilihan berdasarkan pertimbangan matang dan kepercayaan maka kita tidak perlu menyesal jika suatu saat menemukan masalah.

Pada suatu hari nanti meski masalah datang bertubi-tubi, kita akan tetap maju karena kita sudah yakin dan percaya bahwa apa yang kita pilih ini adalah benar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun