Mohon tunggu...
Chinta Lintang
Chinta Lintang Mohon Tunggu... -

Ku adalah sebuah ironi yg mencoba masuk dalam demensi hati...\r\nMengubah bait-bait nadi menjadi sebuah puisi..

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kau Hempaskan Aku Sekeji Ini

15 Maret 2015   13:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:38 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ku rilis puisi ini ketika mata ku tak kuat lagi menanan tangis
Aku menulis ini ketika mulut ku tak mampu lagi berkeluh

Sebagai mana aku menggingatnya sebagai sosok yang pernah hadir
Meskipun dia tak pernah benar-benar tinggal

Serupa tanah yang menunggu hujan
Serupa daun menanti embun
Aku mendambakan bulir-bulir rasa mu merasuk dalam hati ku

Aku bagai gelap yg menanti terang
Termangu menunggu langit malam yg kian menebar cahaya mu

Aku menunggu mu di tiap ujung himpit pagi mnghampiri ku
Aku menunggu sambil menjeritkan sedikit gundah ku
Sedikit membingkai wajah mu di tiap hisapan angin memilin ku

Seperti malam yg selalu berkarat setiap kali aku mengukir takdir
Temaram mulai lembab lewat kata yang berselimut mawar
Entah mengapa ada selebat bayang hadir menyelinap lalu berhambur keluar

Seiring badai berarak mulai berjalan landai
Aku mencintai mu di balik sunyi dalam doa-doa yang tak kau ketahui
Dalam cinta-cinta yang tak kau sadari

Dan mencintai mu seperti menyulam kabut pada musim semi
Menyusui gelombang yang angkuh injak rapuh peluh mentari

Titian tirani hati bernyayi di balik riuh suara dedaunan menyimpan begitu banyak huruf-huruf sunyi
Di antara gemuruh ombak-ombak gelombang silih berganti

Aku temukan bengkohan selaksa kehidupan
Bahwa senyum mu adalah salah satu keteduhan yg menuntun kesetiaan menuju jalan ku ke depan

Tapi semua telah tertahan terhanti berakhir tanpa ucapan pisah tanpa lambaian tangan
Kau pergi seperti pencundang yg haus akan kebohongan..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun