Mohon tunggu...
puhid akhdiyat
puhid akhdiyat Mohon Tunggu... Buruh - ⛔

👨‍🦱; kamu pernah liat nggak, kapan Tuhan tersenyum? 👧; nggak tau, emang kamu pernah liat? kapan? 👨‍🦱; sewaktu dulu di dunia aku pernah berdoa meminta kepadaNya, agar aku di jodohkan denganmu, tetapi doanya pake doa makan sesudah tidur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Kau adalah Mata dan Aku Mataharimu

17 Juni 2019   01:15 Diperbarui: 30 Juni 2019   05:40 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com/ShiftGraphiX

Aku lahir dari rahim sepasang mata yang telah mengandungku begitu lama, bukan sehari, atau sebelah saja dan bahkan terlelap keduanya. Tatapannya begitu genap. Meski dimata orang-orang yang mengelilingnya, aku adalah sebuah keganjilan. Aneh katanya.

Cinta? Mungkin karena sepasang mata itulah yang menjatuhkan setangkai tubuhku dari genggaman matanya ke dasar perigi perasaannya. Hingga cinta itu begitu tumbuh subur di pikirannya.

Benci? Dari keruhnya hatilah sehingga gelapkan mata mulai memusuhi segala gerak-geriknya. Termasuk aku yang sedang menjadi matahari di sepanjang malamnya. Tapi yang sepasang matanya lihat hanya bintang pujaannya atau rembulan yang selalu membenarkan perkataannya. Lalu nanti aku tinggal di mana? 

Aku bahkan bisa gelap kapan saja, dibutakan cinta dan benci sehingga logika pamit membenamkan cahaya matahari telalu pagi. Tapi beruntungnya kau lain, bila memandang benci hanya kepada perbuatan buruknya saja. Tidak manusianya. Sementara aku selalu melahirkan cinta dengan taqwa. Kekal selamanya.

Kau adalah mata dan aku mataharimu. Sepertinya kau dan aku hanya butuh menjadi sepasang kita untuk menatap masa depan yang cerah.

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun