1/
Rasa adalah lembaran kata yang kamu lipat membentuk benda, untuk bisa merasa kamu tak perlu adanya penampakan sempurna sebab cinta bisa juga lewat astralnya doa.
Kita adalah lamunan sengaja yang semesta cipta lewat cara apa saja, untuk menjadi sepasang kita tak mesti mutlak mengeja akad dan melingkari cincin di jemari kita.
Cinta adalah harapan mentah yang titimangsa olah menjadi hiburan surga dunia, untuk menjadi seseorang yang mencintaimu aku tak perlu melipat kertas putih membentuknya jadi burung-burung kertas palsu penuh warna; Kecuali kamu menyukainya.
2/
Tanpa logika wanita datang dengan perasaan gembira, tangan-lengannya yang pernah terluka terlalu lupa ketika cinta yang lebih baik dari sebelumnya tiba menuntun hujan pulang memanggil bianglala cerita.
Tidak juga menggenggamnya, mungkin cuma bermain-main melipat air mata, jari-jemari wanita yang sering dinodai dusta mereka terlalu perasa atau bahkan mati rasa dalam melayangkan kertas percaya.
Tepatnya kata-kata, dari sana terbitnya rasa dan dari sana pula lah banyak hati wanita jatuh cinta dan berdarah-darah setelahnya, ada yang mulai beranjak lupa atau hanya ingin menikahi kenangan mereka.
3/
Kepada Tuhan yang tak pernah merasa kesepian meski tanpa pasangan, aku ingin bertanya. Bila aku selamanya sendiri apakah itu sebuah dosa.
Jangan bertanya kembali padaku, apakah sepi itu menyiksa? aku hanya ingin Engkau jawab lagi Tuhan kenapa siang dan malam tak bisa duduk satu meja bersama dalam perjamuan semesta yang sama?
Atau setidaknya jangan biarkan aku terlalu banyak bertanya dalam sangkar cemas, maka biarkanlah aku terbang dengan bebas dan setelahnya berterima kasih pada hal-hal semu yang mudah basah di antara sayap-sayap kertas; Asaku selalu luruh karenanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H