Mohon tunggu...
Puguh Windrawan
Puguh Windrawan Mohon Tunggu... -

I'm a writter...:)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Surat buat Bang Nurdin Halid

30 Desember 2010   04:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:13 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua gol di GBK memang tak cukup untuk menghantarkan Indonesia menjuarai Piala AFF. Meski begitu, kata salut patut dialamatkan kepada Ahmad Bustomi cs. Saya yakin para pemain sadar, tidak akan mudah membawa piala setelah pada leg pertama di stadion Bukit Jalil, mereka kalah telak 3-0. Namun, semangat mereka layak untuk diacungi jempol. Lalu bagaimana reaksi para penggemar terhadap situasi ini? Ternyata mereka tidak marah! Mereka tetap mendukung pemain kesayangannya. Terlihat di televisi, bagaimana mereka menghantarkan para pemain itu ke bus dengan yel-yel; “Garuda di Dadaku”.

Lantas, apa yang salah dari permainan tim kita? Tidak ada! Mereka sudah maksimal, termasuk pelatih Alred Riedl yang berani menurukan pemain baru pada laga bergengsi di Asia Tenggara ini. Hanya saja, ada sedikit pertanyaan kepada manajemen tim nasional kita. Mengapa pada pertandingan di Bukit Jalil, tim ini bisa keok demikian besar? Padahal dari sisi permainan, Indonesia dan Malaysia tak jauh berbeda. Jika mereka punya Safee yang dijuluki Wayne Rooney-nya Malaysia, kita punya Gonzales yang juga tak kalah garangnya.

Saya sempat agak terkejut, ketika di sebuah infotainment, isteri Gonzales mengaku suaminya merasa kelelahan. Ternyata bila dirunut secara mendalam, kegiatan Gonzales cs di luar lapangan memang terlalu padat. Apalagi sesaat setelah mengalahkan Filiphina. Kita tengok saja, para pemain yang seharusnya latihan di pagi hari, malah diajak breakfast di rumah salah satu tokoh politik. Belum lagi, pada malam hari yang seharusnya mereka istirahat, mereka malah diajak berkeliling untuk istigoshah di sebuah pondok pesantren. Semua ini dilakukan tatkala para pemain harus berkonsentrasi untuk bertanding.

Saya muslim, akan tetapi saya rasa kurang tepat bila pemain yang seharusnya istirahat malah harus anjangsana kesana-kemari, termasuk ke pondok pesantren. Pemain bukan robot, mereka punya stamina yang terbatas. Ini terbukti saat pemain harus melawat ke Malaysia dan mereka tak berdaya. Seolah tak punya tenaga, sepertinya mereka bermain bukan pada level sebenarnya.

Lalu ada yang aneh. Pada saat pemain mereka menuju Malaysia, di atas pesawat masih sempat-sempatnya sebuah media televisi swasta ikut nimbrung dan melakukan wawancara di atas pesawat. Kita bisa lihat, apakah hal ini pernah terjadi pada tim nasional negara lain, atau pernah terjadi di klub-klub profesional mancanegara? Kita patut mengelus dada untuk urusan yang satu ini. Terlalu berlebihan dan sudah seharusnya menjadi tugas manajemen tim untuk bisa menghindarkan pemain dari ekspose yang terlalu berlebihan.

Lantas bagaimana dengan manajemen tiket? Amburadul dan mencerminkan bahwa keorganisasian PSSI sama sekali tidak profesional. Lalu, bagaimana dengan jawaban Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid? Sama sekali tak merasa bersalah, malah terkesan menyalahkan para penonton yang tidak tertib. Sudah seharusnya PSSI bisa melihat situasi. Menyalahkan orang lain, apalagi penonton, adalah tindakan yang menyulut kegelisahan.

Ini hanya segelintir masalah dalam tubuh organisasi PSSI. Apa masalah yang lain? Tak usah disebutkan satu persatu. Kita sudah terlalu banyak disuguhi amburadulnya kompetisi dan perkelahian antar penonton. Tujuh tahun bagi Bang Nurdin, saya kira cukup. Saya berandai-andai, jika saja Lembaga Survey Indonesia (LSI) mau melakukan polling untuk urusan yang satu ini, maka saya yakin, masyarakat akan memilih Bang Nurdin untuk mundur dari roda organisasi PSSI.

Saya sedang tidak mengkambing hitamkan Bang Nurdin. Ini hanya sebuah kegelisahan dari seorang anak bangsa yang menginginkan sepakbola Indonesia untuk maju. Jadi hal ini memang tepat untuk dikatakan bahwa; ini ada hadiah penalti untuk Anda, Bang Nurdin! Mohon dijadikan periksa. PSSI bukanlah milik Anda, tapi milik masyarakat Indonesia. Setidaknya bila Anda mundur, Anda akan menjadi contoh bagi sebagian politisi kita yang enggan mundur walau nyata-nyata tak mampu menunaikan tugasnya.

Salam sepakbola!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun