Di dataran tanah bekas tambang yang panas ini kita singgah sebentar di hamparan perbukitan dan danau tadah hujan bekas penggalian batubara di Borneo. Jalan tambang ini baru dibuka kembali setelah air hujan mengikis lidah-lidah jalan yang mengoyak tebing hingga tersisa kelihatan alur-alur batu-batu padat yang telah ribuan tahun terpendam.Â
Turunan ini membuat kami terpental dalam laju kendaraan yang tak lagi kencang hingga sampailah kami pada lembah perbukitan sunyi yang mulai nampak sendi-sendi kehidupan ekosistem yang bersumber utama dari air danau.Â
Aku berdiri sejenak dengan tenang melihat serangga-serangga yang diam terusik yang menunjukkan tanda waspada dengan organ Johnson yang melekat di antenna kepalanya. Dalam kediaman ini kemudian munculah beberapa serangga lain dan makhluk-makhluk hidup yang ingin mengekpresikan perilakunya.Â
Disisi lain makhluk ternak besar perlahan mulai muncul dari semak-semak belukar mulai terdengar nafasnya yang muncul hidungnya dari semak-semak. Satu kawanan pemimpin dalam populasi mulai mengkomando pergerakan kawanannya dalam kesehariannya mencari makanan.
Kemudian dari arah berlawanan telah bersiap keeper-keeper ternak memandu arah jalannya kawanan tersebut. Pergerakan ternak-ternak itu dalam instingnya menuju daratan segar hijau teduh dan berair yang merangsang air liurnya menetes keluar. Namun tidak, seperti harapannya telah usai ketika keeper-keeper ternak mengarahkan ranting-ranting kayu ke sebua tempat kandang penampungan.Â
Satu kawanan berusaha melarikan diri dari belenggu sesaat yang menjadikannya sebuah ancaman yang sangat besar dirasakannya. Area flightzone mata sapi yang sudah diciptakan Sang pencipta pada bola matanya terpaksa mengarahkan geraknya. Bayang-bayang rumput hijaupun kemudian berubah menjadi kabur, dan seketika menjadi daun-daun kering yang sudah pudar tertiup mata angin.Â
Yaitu bayangan keeper-keeper ternak yang sesekali menghalau pergerakan sapi dari arah belakang. Itulah imajinasi sang sapi setiap menemukan perlakuan dari benda asing yang ada disekitarnya.
Pintu pagar masuk kandang penampungan semakin dekat, dan kecemasan hatinya semakin meningkat. Detak jantung dan nafasnya semakin kencang, namun keadaan siang ini tak dapat dihindarkan. Masuklah kawanan satu persatu ke dalam kandang kecemasan bagi sapi-sapi. Sudah habislah riwayat nasib sapi-sapi itu dalam pagar-pagar kayu pembatas itu hingga giliran antrian pemeriksaan usai.
Rocky, sapi pertama yang terpilih memasuki kandang jepit pemeriksaan setelah ditarik sang keeper ternak menggunakan tali rami. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya gemetar, telinganya berdiri menunjukkan kewaspadaannya pada sekelilingnya. Tak segan-segan kaki dan kepalanya bergerak bebas menuju sasaran.
 "Tenanglah....Rocky, ini hanya pemeriksaan biasa tak menyakitkan pun"...sambut seorang dokter hewan yang sedang memeriksa ternak itu. Begitu pula tidak seperti halnya kandang pemotongan hewan yang menjadi kandang pembantaian yang mencekam. Beberapa saat, kemudian pemeriksaan segera usai rasa cemasnyapun segera selesai. Namun tidak bagi rocky, rasanya memorinya tak akan dapat hilang dalam sekejap, karena sapi-sapi ini memiliki kecerdasan dan daya ingat yang cukup baik meskipun ada kekurangan dalam penglihatan.
Giliran ke dua adala SI Boni, sapi yang telah beranak 10 kali dan kali ini tidak bunting. Mungkin juga karena perawakannya dimana usianya sudah telalu senja.Â
Meskipun demikian Boni dianggap masih bisa memiliki keturunan karena badannya masih sangat segar karena habitanya yang sangat baik si padang penggembalaan ini. Padahal sapi biasa yang sudah beranak 6-8 kali biasanya sudah dinyatakan tidak produktif, namun tak seperti halnya pas SI Boni.Â
Akhirnya disuntikkanlah cairan perangsang birahi pada tubuh Si Boni berharap beberapa hari kemudian segera datang masa estrusnya sehingga siap dikawini pejantan. Namun kadang nasibnya pun tak semujur ini, SI Suko dan SI Suto (pejantan dalam kawanan) taka ada dalam populasi 200an ekor ini keberadaannya.
Giliran ke-3 adalah Benti sapi lembut berkulit coklat sangat penurut oleh sang majikan. "Tenang ndukk..." Bahasa Jawa yang dikeluarkan oleh sang pemilik memberikan rasa nyamannya pada sapi. Tak ada rasa sedikit cemaspun pada sapi karena kedekatannya dengan manusia sehingga beberapa kawanan ini sudah sangat jinak tidak seperti beberapa sapi sebelumnya.
Beberapa waktu berlalu rasa haus dan laparnya tak dapat diselesiakannya dalam kandang penampungan itu. Lalu seekor sapi bertingkah gaduh di sebelah sudut sana. Ini menunjukkan gejala-gejala kekuasaan area dan stress yang akan segera datang pada sapi. Beberapa mulai painting dan hipersalivasi ini menandakan sapi harus segera dilepas liarkan kembali dari kandang penampungan ini.Â
Sesaat kemudian tim pemeriksa memutuskan untuk segera dibukanya kayu penghalang pagar penutup pintu kandnag penampungan ini. Inilah saatnya kawanan menuju padang-padang rumput disekitar dataran-dataran tanah tambang ini. Â Â Â Â Â Â
Kemudian terduduklah kami diseberang danau tampungan air hujan, bekas galian tambang di siang terik itu. Yaitu bekas galian tambang yang harus segera di lakukan perbaikan kembali agar lapisan top soil tanah tidak hanyut begitu saja bersama air hujan.Â
Kegiatan peternakan ini adalah salah satu upaya pemulihan yang tepat dimana kotoran dari ternak-ternak mampu memberikan kontribusi dalam perbaikan lahan secara alami terutama pada bagian lapisan tanah bagian atas. Kotorannya mampu menyuburkan semak belukar dan memberikan nutrisi bagi jasad-jasad trenik di dalam tanah.Â
Begitu pula ekosistem yang mendiaminya yang sempat hilang beberapa saat. Rumput yang mulai menghijau adalah pertanda baik bagi lingkungan ini (red'18). Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H