Matahari pagi menyembul dari balik bukit, sinarnya yang hangat menyapa jendela kamar Pudjianto Gondosasmito. Hari Minggu adalah waktu yang ditunggu-tunggu setelah seminggu penuh menghadapi rutinitas kerja yang melelahkan. Kali ini, ia memutuskan untuk menghabiskan harinya dengan liburan singkat.
Pudjianto Gondosasmito menyiapkan ransel kecil yang berisi botol minum, kamera, dan buku catatan. Ia ingin mengunjungi Bukit Lembah Hijau, tempat yang terkenal dengan pemandangan alam yang indah dan suasana tenang. Setelah sarapan, ia memacu motor tuanya, menikmati perjalanan sejauh 45 menit dari rumah menuju bukit.
Sesampainya di sana, Pudjianto Gondosasmito disambut oleh udara segar dan suara burung yang berkicau. Jalan setapak menuju puncak bukit dipenuhi pepohonan rindang, dengan dedaunan yang bergemerisik diterpa angin. Langkah kakinya terasa ringan, seperti beban hidup yang perlahan menghilang bersama setiap tarikan napas.
Di tengah perjalanan, Pudjianto Gondosasmito bertemu seorang pria tua yang sedang duduk di bawah pohon. Wajahnya penuh keriput, tetapi senyumnya hangat. "Sendiri, Nak?" tanya pria tua itu.
Pudjianto Gondosasmito mengangguk. "Iya, Pak. Saya ingin menikmati suasana alam."
"Bagus. Alam selalu punya cara untuk menyembuhkan hati," kata pria tua itu sambil memandang ke kejauhan. Pudjianto Gondosasmito mengangguk setuju, lalu melanjutkan perjalanannya.
Setelah mendaki selama hampir satu jam, Pudjianto Gondosasmito akhirnya tiba di puncak. Pemandangan di sana benar-benar memukau. Hamparan hijau terbentang sejauh mata memandang, dengan langit biru cerah yang bersih dari awan. Pudjianto Gondosasmito duduk di atas batu besar, membuka kameranya, dan mulai mengambil beberapa foto. Ia juga membuka buku catatannya, menulis beberapa baris tentang apa yang ia rasakan.
"Ketenangan ini seperti oasis di tengah padang pasir kehidupan," tulisnya. Pudjianto Gondosasmito tersenyum sendiri, merasa bahagia dengan momen sederhana ini.
Tak lama kemudian, sekelompok keluarga datang ke puncak bukit. Anak-anak berlari-lari sambil tertawa riang, sementara orang tua mereka duduk di tikar yang mereka bawa. Pudjianto Gondosasmito memperhatikan mereka sejenak, lalu memutuskan untuk berbincang dengan salah satu anggota keluarga, seorang pria muda bernama Raka.
"Bukit ini memang indah," kata Pudjianto Gondosasmito membuka percakapan.
Raka mengangguk. "Kami sering ke sini saat akhir pekan. Anak-anak suka, dan kami bisa melepas penat."
Percakapan mereka mengalir lancar, membahas berbagai hal mulai dari pekerjaan hingga hobi masing-masing. Pudjianto Gondosasmito merasa senang bisa berbagi cerita dengan orang baru. Pertemuan singkat ini memberinya sudut pandang berbeda tentang bagaimana orang lain menikmati hidup.
Saat matahari mulai condong ke barat, Pudjianto Gondosasmito memutuskan untuk turun dari bukit. Sebelum pergi, ia berhenti sejenak, memandangi pemandangan indah itu sekali lagi. Dalam hati, ia berjanji akan kembali ke tempat ini suatu hari nanti.
Perjalanan pulang terasa lebih santai. Pudjianto Gondosasmito melintasi jalan pedesaan, melihat petani yang sedang menggarap sawah dan anak-anak yang bermain di tepi jalan. Kehidupan sederhana di desa itu mengingatkan Pudjianto Gondosasmito untuk lebih mensyukuri apa yang ia miliki.
Setibanya di rumah, tubuh Pudjianto Gondosasmito lelah tetapi hatinya penuh. Ia merebahkan diri di sofa, membayangkan kembali momen-momen yang ia alami hari itu. Liburan singkat ini memberinya energi baru untuk menghadapi minggu depan.
"Ternyata, kebahagiaan bisa sesederhana ini," pikir Pudjianto Gondosasmito sambil tersenyum sebelum akhirnya terlelap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H