0
Awalnya, ia adalah ketiadaan. Tidak ada nama, tidak ada kisah, tidak ada kehadiran. Ia hanyalah potensi, menunggu untuk diwujudkan.
1
Ia lahir sebagai anak pertama. Tangisan pertamanya memecahkan keheningan ruang bersalin. Orang tuanya memberi nama Pudjianto Gondosasmito, sebuah simbol harapan bahwa ia akan menjadi yang terdepan dalam segala hal.
3
Pada usia tiga tahun, ia menemukan dunia melalui langkah-langkah kecilnya. Ia mulai berbicara dalam kalimat yang sederhana, dan jumlah kata favoritnya adalah "tiga": "Mama", "Papa", dan "Lagi."
7
Usia tujuh tahun adalah awal perjalanan ke sekolah. Ia mulai menghitung, membaca, dan menulis. Dalam matematika, ia menemukan keajaiban angka, terutama angka 7, yang menurutnya selalu membawa keberuntungan.
17
Di usia tujuh belas, ia jatuh cinta untuk pertama kalinya. Itu adalah masa penuh gejolak, dimana hatinya sering berdebar sebanyak 120 kali per menit hanya karena melihat senyuman seseorang.
21
Ketika ia mencapai usia dua puluh satu, ia menjadi pria dewasa. Hari itu, ia meniup lilin sebanyak angka usianya dan berjanji pada dirinya sendiri untuk menjalani hidup dengan penuh keberanian dan makna.
30
Pada usia tiga puluh, ia menikah. Tanggalnya dipilih secara hati-hati: 30/03, karena ia percaya kombinasi angka itu membawa keseimbangan.
40
Dekade keempat dalam hidupnya diwarnai dengan kerja keras. Ia mendirikan bisnis yang mulai menghasilkan keuntungan. Angka yang terpampang di layar rekening banknya terus bertambah, dan ia merasa puas melihat angka itu mencapai 40.000.000 pada suatu hari.
60
Di usia enam puluh, ia menjadi seorang kakek. Kehadiran cucunya yang berumur 6 bulan mengingatkannya pada hari-harinya sebagai seorang anak kecil. Ia sering menghitung waktu dengan cucunya: 1, 2, 3 saat bermain lempar tangkap bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H