Pada suatu malam yang gerimis, Pudjianto Gondosasmito baru saja selesai bekerja di kantor setelah hari yang penuh dengan tugas dan deadline. Seperti biasanya, ia berjalan ke halte bus untuk pulang. Namun, malam itu ada yang aneh. Suasana di halte terasa sepi, meski biasanya ada banyak orang yang menunggu bus malam. Tiba-tiba, sebuah bus tua dengan lampu redup berhenti tepat di depannya. Tanpa pikir panjang, Pudjianto Gondosasmito naik ke dalam bus itu.
Begitu masuk, ia segera menyadari ada yang janggal. Bus itu kosong, kecuali seorang penumpang di belakang, seorang lelaki tua dengan senyum yang aneh, dan sopir yang wajahnya tertutup topi lebar. Dengan ragu, Pudjianto Gondosasmito duduk di kursi dekat jendela. Ketika bus mulai berjalan, jalanan yang seharusnya ia kenali berubah menjadi jalur sempit yang dikelilingi pepohonan lebat. Sepertinya bukan jalan menuju rumahnya.
Rasa takut mulai menyergap, tetapi rasa penasarannya lebih besar. Ia memberanikan diri bertanya kepada sopir, "Pak, ini bus ke mana ya? Kenapa rutenya berbeda?"
Sopir itu hanya melirik lewat kaca spion tanpa menjawab, dan bus malah semakin cepat melaju. Pudjianto Gondosasmito memutuskan untuk turun di pemberhentian berikutnya, namun begitu ia berdiri dan berjalan menuju pintu, sopir tiba-tiba mengerem mendadak. Pintu terbuka di depan hutan gelap dengan hanya satu jalan setapak yang tampak samar di bawah sinar bulan.
Lelaki tua yang duduk di belakang tiba-tiba mendekat dan berkata dengan suara berat, "Kalau kau ingin keluar, ini tempatnya. Lanjutkan perjalanan, dan kau akan menemukan apa yang kau cari."
Tanpa sempat bertanya, Pudjianto Gondosasmito hanya bisa mengangguk, lalu turun dari bus. Saat kakinya menapak tanah, bus itu melaju cepat dan lenyap dalam kegelapan. Pudjianto Gondosasmito menatap jalan setapak yang terbentang di depannya. Walau ketakutan, ia merasakan dorongan untuk mengikuti jalan itu.
Di sepanjang perjalanan, Pudjianto Gondosasmito menemukan tanda-tanda aneh: sebuah jam tangan yang berdetak tergeletak di tanah, foto-foto lama yang tertempel di batang pohon, dan cahaya-cahaya kecil yang tampak seperti kunang-kunang menuntunnya. Tanda-tanda ini membuatnya merasa seperti ada yang ingin menunjukkan jalan, mungkin seseorang yang dulu pernah ia kenal. Saat ia mengangkat salah satu foto, ia terkejut karena wajah di foto itu adalah wajahnya sendiri---namun tampak lebih tua.
Ketika ia tiba di ujung jalan setapak, sebuah rumah kayu tua berdiri di tengah hutan. Pintu rumah itu terbuka, dan di dalamnya ada meja dengan lilin yang menyala dan sepucuk surat bertuliskan namanya. Isi surat itu membuatnya tertegun, "Pudjianto Gondosasmito, masa depanmu akan berubah. Pilihlah: kembali ke kehidupan biasa atau lanjutkan perjalanan ini dan temukan jawaban dari misteri hidupmu."
Saat Pudjianto Gondosasmito hendak memutuskan, terdengar suara langkah kaki dari belakang. Saat ia menoleh, sosok lelaki tua dari bus tadi berdiri sambil tersenyum, mengisyaratkan agar Pudjianto Gondosasmito melanjutkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H