Oleh : Pudji Widodo.
Ombak,
Bergulung menghantam haluan.
Membasahi geladak menaburkan pesan : "kita negeri yang kaya.
Ombak mengangkat tinggi lunas bahtera, membantingnya seraya berteriak : "jagalah Pertiwi Ibunda kita."
Angin,
Menderu di pintu anjungan, menggoyang lambung bahtera, melontarkan warta jangan terlena.
Kata sang bayu :"pencuri sudah di halaman kita."
Hujan,
Mengguyur badan bahtera.
Menyejukkan jiwa rindu kedamaian.
Pun memedihkan mata, kala saudara sebangsa mengepal tangan, mengujar perpecahan.
Bintang,
Di kelam malam memberi mimpi.
Indahnya damai satu negeri.
Sementara yang nyata, para cendekia berebut kuasa.
Bertarung membeli suara.
Tanjung,
Memanggil jiwa yang rindu pulang.
Lalu meneropong daratan dan hijau hutan sawit.
Di bawah nyiur melambai rakyat menjerit,
Mengejar kemasan minyak, semakin tinggi melayang terbang.
Teluk,
Tempat jeda berlindung dari badai dan cuaca buruk.
Melepas penat berlayar, di negeri penuh bencana.
Mengingatkan agar tidak larut kemaruk.
Elang laut,
Mengembara di langit biru.
Membawa angan cita harmoni negeri.
Lirih berbisik : "para wira samudra, jangan menjual jasa."
Cakrawala,
Waspadai, di sana musuh  mengintai.
Siaga samaptakan kemampuan.
Hidupmu hanya rangkaian kewajiban.
Menara suar.
Di gelap malam memberi pedoman.
Tetaplah setia berbakti.
Tuntaskan karya dan darma utama.
Bagi Ibu Pertiwi, itulah hakekat cinta negeri.
Pudji Widodo,
Sidoarjo, 08022022 (98).
Via KPB.
Catatan : kemaruk (jawa) = serakah, tamak.
Rujukan :
1. www.dailymail.co.uk