Terbatasnya dokter kapal selam memang sesuai kondisi saat itu sampai tahun 2016 Armada RI hanya memiliki 2 kapal selam kelas Cakra buatan HDW Jerman tipe U-209/1300. Tidak setiap pelaksanaan pendidikan awak kapal selam menyertakan dokter, akibatnya selain jumlahnya sedikit juga terdapat gap antara dokter senior dan generasi dokter kapal selam yang baru. Tidak heran pada seremoni penganugerahan brevet kehormatan, Kolonel dr. Herjunianto yang sudah sangat senior pun rela tetap mendapat giliran bertugas ikut menyelam bersama KRI NPS 403.
Di lingkungan Kesehatan TNI AL memang dibedakan antara dokter kapal selam dengan dokter kesehatan penyelaman dan hiperbarik. Dokter kapal selam menjalani pendidikan brevet awak kapal selam di Pusat Pendidikan Operasi Laut Kodiklatal. Pendidikan ini dijalani dokter bersama seluruh personel dari berbagai kejuruan baik pelaut, teknik, mesin, elektronika dan suplai. Pada tahun  1960 ketika Indonesia mengirim personel untuk belajar sebagai calon awak kapal selam di Uni Soviet,  dalam  Kesatuan Latih kapal Selam (Kelakas),  juga terdapat dokter sebagai anggota Kelakas.
Sedang dokter kesehatan penyelaman dan hiperbarik dibentuk di Sekolah Perwira Kesehatan Pusat Pendidikan Kesehatan Kodiklatal. Dokter TNI AL berkualifikasi kesehatan penyelaman dan hiperbarik bertugas melaksanakan dukungan bagi operasi dan latihan  penyelaman di jajaran Dinas Penyelamatan Bawah Air, operasi dan latihan pasukan khusus maupun pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilengkapi chamber hiperbarik. Contoh peran dokter tersebut adalah saat operasi SAR jatuhnya pesawat komersial yang melibatkan para penyelam TNI AL dan pasukan khusus TNI AL. Para dokter tersebut bertugas memantau kesehatan dan kebugaran para penyelam TNI AL. Â
Sebagai pembanding di Angkatan Laut Australia kedua kecakapan itu disatukan dalam kelas pendidikan yang terintegrasi. Demikian pula unit pelayanannya baik untuk penyelam maupun prajurit kapal selam disatukan di RAN Submarine and Underwater Medicine Unit. Dengan demikian para dokter yang lulus pendidikan tersebut dapat mendukung operasi dan latihan kapal selam maupun kegiatan operasi dan latihan penyelaman, serta menangani berbagai kasus penyakit yang berhubungan dengan kegiatan operasi bawah air.
Ada baiknya Kesehatan TNI AL mempertimbangkan untuk mengadopsi integrasi pendidikan kedua keahlian kesehatan bawah air tersebut. Hal ini untuk mendukung kesiapan satuan operasi tanpa dibayangi kesulitan mencari dokter berkualifikasi khusus yang sudah tersebar diberbagai kesatuan. Karena setiap dokter umum pasti akan melalui proses pendidikan pengembangan di Pusdikkes TNi AL dengan jurusan kesehatan penyelaman. Tentu saja diperlukan penyesuaian kurikulum program pendidikan.
Peringatan 50 tahun Satuan Kapal Selam 1959 -2009Â
Pada tanggal 17 September 2009, ayah saya yang purnawirawan TNI AL mendapat undangan untuk hadir pada peringatan 50 tahun Satuan Kapal Selam. Acara yang berlangsung di kawasan Monumen Kapal Selam di sebelah timur Mall Delta Plaza Surabaya menjadi reuni para mantan awak kapal selam. Â Pada dekade 60an, ayah saya bertugas di Komando Jenis Kapal Selam (Kojenkasel), nama Satuan Kapal Selam saat itu. Ketika saya berkesempatan menengok ayah sebelum saya berangkat tugas ke Makassar, ayah menunjukkan cindera mata bagi seluruh undangan dari Satuan Kapal Selam Koarmatim berupa buku dan mug, lalu meminta saya menyimpannya.
Editor buku "50 tahun Pengabdian Hiu Kencana 1959-2009" menyebutkan bahwa buku tersebut merupakan laporan dan pertanggungjawaban para anggota kapal selam. Warga Hiu Kencana selama 50 tahun pernah merawat dan mengoperasikan dengan baik 12 kapal selam kelas Whyskey dan 2 kelas U-209 sesuai penugasan yang diamanatkan negara. Â Selama itu kapal selam hadir pada berbagai tugas operasi Trikora, Dwikora, Seroja, tugas ke Australia; Pakistan; Filipina dan Malaysia, juga pelayaran Jakarta - Kiel Jerman pp dan Jakarta -Busan Korea pp sebagai bukti profesionalisme prajurit Hiu Kencana.
Tersirat apa yang tersampaikan pada buku tersebut adalah kebangggaan para mantan prajurit kapal selam yang telah menyumbangkan darma baktinya menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI. Mereka berharap peringatan itu menjadi momentum kebangkitan kembali Satuan Kapal Selam di tengah perkembangan lingkungan strategis yang semakin kompleks. Hal itu harus diwujudkan dengan pembangunan persenjataan strategis yang memiliki dampak pengangkalan berupa kapal selam yang modern.
Sewindu setelah peringatan 50 tahun pengabdian hiu kencana, berturut-turut sejak tahun 2017 sampai 2019 hadir kapal selam baru tipe U 209/1400 memperkuat Armada RI. Kapal selam baru tersebut adalah KRI Nagapasa 403 dan  KRI Ardadedali 404 yang dibuat di Korea Selatan dan KRI Alugoro 505 dibuat di PT PAL . KRI Nagapasa 403 mendapat kesempatan pertama sebagai tempat penyematan brevet Hiu Kencana kehormatan kepada para pejabat tingi negara di perairan Bali. Â
Pada tanggal 30 Juli 2018 giliran kapal selam baru KRI Ardadedali 404 menjadi lokasi seremoni penyematan brevet kapal selam kepada 10 pejabat tinggi negara termasuk diantaranya Ketua DPR Bambang Soesatyo, Menpan RB, Ketua Bappenas dan Ketua BPK RI dan KSAU. Sedang kapal generasi lama KRI Nanggala 402 (NGL) melaksanakan tugas seremoni yang sama, terakhir pada 6 September 2014 di perairan Selat Sunda dan 18 Oktober 2014 di Selat Madura. Setelah ada kapal selam baru, maka KRI NGL 402 diistirahatkan dari beban tugas tersebut.