Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Catatan Kecil Kebanggaan kepada Korps Marinir TNI AL

17 November 2020   20:27 Diperbarui: 17 November 2020   20:53 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tiga tahun sebelumnya, saat menjabat sebagai Direktur PT KAI, Ignatius Jonan juga melibatkan marinir dalam pengamanan stasiun kereta api. Berbeda dengan pengamanan bandara yang menimbulkan reaksi mantan KSAU, pada pengamanan stasiun kereta api lebih menimbulkan reaksi dengan skala yang lebih luas yaitu masyarakat umum. 

Dengan mengenakan tanda ban lengan bertanda "Operasi Tertib", personel marinir dan brimob mengamankan stasiun antara Jakarta dan Bogor dari para penumpang yang tidak tertib terutama yang berada di atas atap kereta api. Selain itu, mereka juga bertugas menggusur pedagang kaki lima dan parkir partikelir di kawasan stasiun. "Dibayar berapa ya mereka itu" adalah umpatan mereka yang merasa dirugikan dalam kegiatan operasi tertib kawasan stasiun <4>.


Kini kita merasakan dan melihat betapa tertib dan nyamannya masyarakat menggunakan transportasi publik, khususnya kereta api, bukan hanya di Jakarta sampai Bogor, namun juga di seluruh jaringan stasiun KA di Jawa. Tidak ada lagi penjual asongan di dalam gerbong kereta api ekonomi, baik saat berhenti di stasiun maupun dalam perjalanan antar stasiun. Pemandangan yang tidak manusiawi berjubelnya penumpang yang melebihi kapasitas gerbong KA pada saat momen mudik lebaran pun tidak ada lagi. Sebagai pembanding situasi berjubelnya penumpang kereta api masih bisa kita lihat di India.


Kesungguhan manajemen PT KAI untuk membangun moda transportasi yang modern dan memanusiakan konsumen tidak diragukan lagi. Namun untuk itu diperlukan partisipasi prajurit marinir guna menegakkan disiplin  masyarakat umum sebagai bentuk cipta kondisi pada awal inisiasi program. Kini masyarakat pula yang merasakan buah dari penertiban sepuluh tahun lalu, meski prajurit TNI harus menahan diri dan berkorban perasaan saat diumpat "dibayar berapa untuk memerangi rakyatnya".


Kalimat "dibayar berapa?" jelas tidak nyaman didengar para prajurit yang bertugas di lapangan ketika harus berhadapan langsung dengan masyarakat. Namun lebih menyakitkan dan tidak adil lagi  bila dibandingkan dengan apa yang dialami sebagian besar anggota Korps Marinir ketika menjadi korban perubahan atau tragedi politik. 

Ketika kekuasaan Presiden Soekarno berakhir, rezim orde baru selain melakukan pembersihan secara individu personel satuan ABRI yang terlibat G30S/PKI juga melakukan pengurangan kekuatan secara institusi. Adanya petinggi KKO yang diindikasikan pro-Soekarno dan kesan KKO AL sebagai golden boy Soekarno, menyebabkan terjadinya perubahan yang radikal dan sistematis terhadap organisasi dan rasionalisasi personel KKO.


Pada tahun 1965 jumlah personel KKO AL 17.000 orang dan dilakukan upaya pengurangan sehingga pada tahun 1978 tinggal hanya 5000 orang.  Anggota yang tidak produktif dilatih di Pusat Latihan Kerja dan selanjutnya dikirim ke Proyek Serba Guna TNI AL di Lampung. 

Upaya penyaluran kerja juga dilakukan bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta untuk dididik menjadi karyawan hotel, demikian pula dilakukan kerja sama dengan IPB untuk pelatihan penanaman kelapa sawit. Tercatat saat pertama kali resmi perubahan nama KKO AL menjadi Korps Marinir pada tanggal 14 November 1975, keesokan harinya tanggal 15 November 1975 diperingati HUT Korps Marinir ke 30 di Kesatrian Cilandak dan di Cilegon oleh mantan anggota KKO AL yang telah menjadi karyawan PT Rinjani Cakra Sakti <5>.


Perjalanan sejarah tidak selalu dapat diduga, namun sejarah juga mengajari setiap individu atau institusi harus tetap siap menghadapi perubahan. Saat proses pengecilan kekuatan Korps Marinir sedang berlangsung, terjadi perubahan politik revolusi bunga di Portugal dan pergeseran pengaruh komunis yang menyebabkan  Amerika mendorong niat Soeharto menciptakondisikan integrasi Timor Timur menjadi wilayah NKRI. Alutsista KKO AL yang dibeli pada tahun 1962 namun batal dipakai untuk merebut Irian Barat akhirnya digunakan juga untuk operasi amfibi di berbagai wilayah Timor Timur, sementara berbagai satuan pelaksana KKO AL sudah terlanjur dinonaktifkan.


Satuan yang dinonaktifkan diantaranya adalah Satuan Kesehatan, akibatnya saat personel kesehatan diperlukan dalam operasi seroja maka banyak personel yang sudah terlanjur tersebar di rumah sakit dipanggil kembali bertugas. Sebagai contoh banyak personel RSAL dr. Ramelan Surabaya pada awal Desember 1975 yang mendapat perintah bertugas ke Timor Timur tergabung dalam Tim Kesehatan Bedah Mobil. Komposisi personel dalam tim kesehatan tersebut meliputi dokter spesialis bedah umum dan spesialis bedah ortopedi, bintara perawat asisten bedah, bintara penata anestesi, analis, perawat umum dan personel bintara farmasi.


Validasi kekuatan Korps Marinir serta tantangan jajaran Kesehatan TNI AL

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun