Riwayat penugasan marinir pada operasi Dwikora di Kalimantan Utara dan operasi seroja di Timor Timur menunjukkan prajurit marinir juga melaksanakan operasi darat lanjutan, melakukan perang hutan layaknya sebagai prajurit infanteri yang mungkin  sekarang dikenal sebagai perang berlarut. Bahkan para pendahulu marinir pada masa perang kemerdekaan yaitu prajurit Korps Komando AL (KKO AL) populer dikenal sebagai ALRI gunung. Â
Sesuai dengan terbatasnya alutsista kapal yang dimiliki saat itu, menyebabkan pada awal kelahiran prajurit angkatan laut, khususnya personel KKO lebih banyak berperan dalam operasi tempur darat di pedalaman dibandingkan tugas operasi laut. Bahkan tedapat kesatuan tentara laut  yang pernah digabungkan dalam susunan organisasi angkatan darat dengan nama Resimen Samudera, meskipun kemudian kembali ke jajaran angkatan laut.
Pada tahun 1980, sesuai renstra ABRI dilaksanakan latihan pemantapan untuk membentuk100 batalyon ABRI berkualitas raider <1>. Selain berlaku untuk batalyon infanteri TNI AD dan diikuti personel batalyon infanteri marinir maupun unsur pertahanan darat pangkalan TNI AL ( sekarang Yonmarhanlan), latihan raider program Jenderal M. Yusuf juga wajib bagi personel Paskhas TNI AU. Â
Untuk menguji hasil pemantapan tersebut dilaksanakan Latgab ABRI 1981 di Sorido Papua, Kupang, Viequeque, Los Palos, sebagai persiapan Operasi Saber Kikis Bharatayudha di Timor Timur<2>. Tentu saja renstra seperti ini tidak dipahami tentara bawahan seperti Pak Suwito, sehingga meskipun taat melaksanakan perintah mengikuti latihan raider, namun masih menyimpan kekesalan bertahun-tahun.
Pelda Suwito juga mengatakan, "sebelum yang lain ada, kami sudah lebih dulu punya label komando". Benar juga, pilihan nama Korps Komando Angkatan Laut pada tahun 1948, konon karena nama sebelumnya yang dipakai sejak tahun 1945 sebagai unit Corps Marinier (CM) pada Pangkalan IV Tegal terkesan sebagai peninggalan kolonial. Pencantuman nama Komando juga terinspirasi dari ketangguhan pasukan amfibi Angkatan Laut Inggris yaitu, Royal Marines Commando yang bersama Army Commando tergabung dalam British Commando sejak tahun 1943.
British Commando dibentuk dan dilatih dalam persiapan melaksanakan operasi Overlord dan pendaratan Normandia. British Commando dibubarkan pada tahun 1946, namun identitas komando tetap melekat pada marinir kerajaan Inggris sampai saat ini. Bentuk organisasi Korps Marinir TNI AL yang ada sampai saat ini adalah hasil pengembangan dari ide dasar para sesepuh Korps Marinir TNI AL, yang menginginkan struktur pasukan tetap di bawah angkatan laut seperti Inggris dan Belanda, namun susunan organisasinya seperti pada Korps Marinir AS (USMC).
Selanjutnya sesuai dengan peran asasinya sebagai pasukan pendarat amfibi, nama  yang sudah melegenda KKO AL sebagai satu-satunya pasukan yang menerima panji setingkat Angkatan dari Presiden Soekarno, akhirnya diganti menjadi seperti semula, yaitu Korps Marinir pada tahun 1975.Â
Meskipun nama kesatuan berubah, namun program pendidikan pembentukan prajurit marinir tetap mencantumkan nama Pendidikan Komando (Dikko) Marinir sebagai persyaratan untuk memperoleh kualifikasi prajurit marinir. Bagi prajurit marinir era setelah tahun 1990, mungkin hal ini tidak berpengaruh, namun tidak demikian bagi purnawirawan KKO AL dan mereka yang harus rela keluar dari KKO AL karena huru hara politik.
Menjaga stasiun kereta api dan rasionalisasi sumber daya marinir
Dalam suatu kegiatan dinas di Jakarta pada tahun 2015, penulis melihat adanya personel marinir yang terlibat pengamanan bandara Soekarno Hatta. Keberadaan anggota marinir di bandara Suta adalah sesuai permintaan Menhub Ignatius Jonan kepada Panglima TNI. Sejak saat itu jumlah angka kriminalitas di bandara Suta menurut Jonan menurun.Â
Lalu munculah cuitan mantan KSAU dalam akun twitternya yang mengritik keberadaan marinir mengamankan bandara karena menurutnya yang lebih tepat adalah personel Paskhas AU. Namun Menhub telah menbantah dan menjelaskan bahwa merupakan hal mustahil bila Kemenhub menggusur TNI AU dalam pelibatan pengamanan bandara Suta, karena pengamanan bandara Suta sebagai obyek vital dilaksanakan oleh ketiga angkatan dan Polresta Bandara <3>.