Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pasca-Konflik Bersenjata di Irak dan Suriah, Mantan Kombatan ISIS Lalu ke Mana?

15 Februari 2020   20:31 Diperbarui: 16 Februari 2020   03:44 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo menolak pemulangan mantan eks ISIS di depan Israna Negara (sumber foto Kompas TV 10/2/2020)

ISIS sebagai subyek hukum internasional

Saya mencoba mengamati bentuk ISIS dengan membandingkan pemberontakan DI/TII yang pernah terjadi di Indonesia dan relasi antara ISIS dengan Irak atau Suriah sebagai pihak yang bersengketa atau terlibat perang.

Data perbandingan profil DI-TII dengan ISIS (dokumen pribadi)
Data perbandingan profil DI-TII dengan ISIS (dokumen pribadi)
Masyarakat internasional mengakui bahwa subyek hukum internasional adalah Negara, Organisasi (Publik) internasional, International Non Goverment Organization (INGO), Individu-individu, Perusahaan transrnasional, Komite Palang Merah Internasional, Organisasi pembebasan/bangsa yang memperjuangkan haknya dan Bellgerent. 

Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyebutkan bahwa negara sebagai subyek hukum memiliki persyaratan adanya rakyat, wilayah tertentu, pemerintahan dan kemampuan melakukan hubungan  dengan negara lain. Adapun negara yang dimaksud adalah negara  yang merdeka dan berdaulat (Simanjuntak 2018 : 55).  

Dari nama ISIS sebagai identitas gerakan menunjukkan tujuan melakukan pemberontakan, yaitu membentuk negara. Apakah persyaratan ISIS sebagai negara telah dipenuhi ?. Wilayah ISIS adalah teritorial yang mereka rebut dari Irak dan Suriah yang mereka duduki. ISIS memiliki penduduk baik simpatisan maupun yang terjebak di wilayah yang sudah berhasil diduduki dan telah membentuk  organisasi pemerintahan dengan dilengkapi organ kekuatan militer untuk mempertahankan bentuk negara yang dicita-citakan.  Tinggal satu aspek yang belum dipenuhi ISIS yaitu kemampuan melakukan hubungan dengan negara lain. Jadi ISIS bukan negara, namun sebagai pemberontak tetap digolongkan sebagai subyek hukum.

Selanjutnya apa jenis tipe konflik antara pemerintah yang sah dengan ISIS sebagai pemberontak?.

Menurut Hans-Peter Gesser, konfrontasi bersenjata yang terjadi di dalam wilayah negara antara pemerintah di satu sisi dan kelompok pemberontak bersenjata di sisi lain disebut sebgai konflik bersenjata non internasional. Kriteria yang termasuk dalam konflik bersenjata non-internasional diantaranya : a). pihak pemberontak menunjukkan derajat organisasi dan hirarkhi yang memadai, b). pemerintah yang sah meminta bantuan untuk memperkuat angkatan bersenjatanya, c). kelompok pemberontak mulai mendapatkan dukungan rakyat, d). perselisihan telah menjadi agenda PBB dan e). pemberontak berhasil melakukan kontrol atas beberapa wilayah di negara tersebut. ICRC juga mencantumkan bahwa transnational conflict  seperti antara ISIS melawan Amerika Serikat dan negara barat termasuk situasi dalam kategori konflik bersenjata non-internasional (Umar Suryadi Bakry, 2019 :40).  

Sesuai kaidah Hukum Humaniter Internasional, konflik bersenjata di dalam teritorial negara Irak dan Suriah yang terjadi antara pemerintah yang berwenang dengan ISIS  sebagai kelompok bersenjata yang terorganisasi, digolongkan sebagai konflik bersenjata non-internasional. Kecuali faktor dukungan rakyat, seluruh parameter konflik bersenjata non-internasional telah terpenuhi. Bahkan Dewan Keamanan PBB pun melalui Resolusi Nomor 2249 Tahun 2015 telah meminta semua negara untuk membantu menumpas ISIS. Hal  ini karena kekuatan bersenjata ISIS sebagai gerakan transnasional kemudian berkembang menjadi ancaman bagi keamanan dan perdamaian dunia. Selanjutnya yang terjadi adalah pelibatan kekuatan bersenjata internasional untuk bersama-sama menumpas ISIS..

ISIS bukan negara namun susunan organisasinya bersifat negara, memiliki kekuatan militer terorganisasi, mendeklarasikan Negara Islam di Irak 13 Oktober 2006 dan klaim atas wilayah Suriah 8 April 2013, di mana hal tersebut memaksa pemerintah Irak dan Suriah menggunakan kekuatan militer reguler untuk menghadapi pemberontakan ISIS serta memaksa DK PBB menggunakan otoritasnya. Hal ini memungkinkan untuk diterapkan hukum dan kebiasaan perang kepada pihak yang berkonflik. 

Situasi tersebut sesuai dengan sebagian besar parameter yang tecantum dalam Protokol Tambahan II Tahun 1977 dalam Hukum Humaniter.  Oleh karena ISIS bukan negara  dan hanya bersifat negara, maka para kombatan ISIS yang berasal dari negara manapun termasuk Indonesia tidak bisa disebut sebagai Warga Negara ISIS.

Lalu apa kewarganegaraan mantan kombatan ISIS? Menurut penulis para personel dan simpatisan ISIS asal Indonesia telah kehilangan status kewarganegaraanya (stateless) karena bergabung menjadi milisi ISIS. Dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 terdapat 9 hal yang dapat menyebabkan WNI kehilangan kewarganegaraannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun