Interoperabilitas dan sinergitas operasi penyelaman
Setiap kali terjadi musibah penerbangan, maskapai sebagai operator, masyarakat pengguna transportasi, insan yang terlibat upaya SAR dan keluarga korban selalu berharap agar musibah tersebut adalah yang terjadi terakhir. Harapan ini memotivasi dan menjadi beban setiap pihak yang terlibat operasi penyelamatan korban untuk berusaha keras menemukan alat bukti yang mendukung investigasi penyebab kecelakaan, diantaranya FDR dan VCR. Dalam hal kecelakaan penerbangan terjadi di laut maka operasi penyelaman merupakan alternatif yang mungkin paling dibutuhkan. Namun dihadapkan kepada keterbatasan sumber daya operasional, maka interoperabilitas dan sinergitas berbagai institusi ditambah potensi masyarakat merupakan hal yang realistis dalam mewujudkan tujuan operasi penyelaman yang aman.
Untuk itu beberapa hal berikut patut dipertimbangkan oleh para pemangku kepentingan dalam kegiatan operasi SAR, khususnya SAR di laut yang melibatkan kegiatan penyelaman:
a. Memilah jenis penyelam khususnya para sukarelawan apakah berkualifikasi penyelam dasar (kelas III), penyelam komersial atau penyelam saturasi untuk membatasi kedalaman maksimal mereka diijinkan menyelam.
b. Mewajibkan para sukarelawan menyerahkan data status kesehatan  yang juga memuat  aktifitas penyelaman yang terakhir.
c. Menempatkan seluruh penyelam dalam satu kapal untuk memudahkan distribusi tugas, pengawasan dan pemantauan kondisi kesehatan terkait dengan resiko penyelaman berulang (repetitive dive). Setiap hari sebelum kegiatan penyelaman dimulai harus dilaksanakan pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh penyelam.
d. Menyiapkan tim medis (dokter dan perawat) berkualifikasi kesehatan penyelaman dan dokter umum serta ambulan hiperbarik. Kesehatan TNI AL selalu siap memberi dukungan kepada satuan operasional TNI AL.
e. Bila tidak memugkinkan menempatkan penyelam dalam satu kapal, maka diwajibkan seluruh pemimpin kelompok atau komandan tim penyelam untuk mengetahui di kapal mana posisi tim kesehatan dan ambulan hiperbarik berada.
f. Interoperabilitas dan sinergitas melibatkan berbagai institusi dengan berbagai kemampuan yang berbeda-beda namun saling melengkapi. Beberapa institusi merupakan operator kapal yang pada tahap awal SAR akan lebih berfungsi sebagai sarana transportasi, penampung korban dan temuan material pesawat. Khusus untuk pencarian lokasi FDR dan VCR dibebankan kepada kapal riset Hidro-Oseanografi Pushidrosal TNI AL Â atau kapal riset KR Baruna Jaya BPPT yang dilengkapi teknologi relevan dengan kebutuhan tersebut.
Berdasarkan kepentingan tersebut bukan berarti setiap operator kapal institusi pemerintah (Basarnas, KKP, KPLP, Polair, Bakamla) lalu berupaya melengkapi atau mengadakan kapal dengan spesifikasi teknologi seperti itu. Hal ini akan membuat anggaran negara tidak efisien karena terbebani beaya pengadaan dan pemeliharaan serta tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi institusi. Cukuplah mengedepankan interoperabilitas dan sinergitas dengan saling melengkapi dalam melaksanakan misi kemanusiaan. Â Â
(Ditulis untuk menghormati dan mengenang jasa Sahrul, relawan penyelam yang gugur dalam tugas misi SAR pesawat Lion Air JT 610 di perairan Karawang)